Tawakkal adalah buahnya yakin. Semakin kuat yakinnya, semakin kuat tawakkalnya.
Sehingga orang yang kuat tawakkalnya akan berani dalam menegakkan
kebenaran dan dalam menanggung resikonya serta dalam menghadapi
gangguan-gangguan manusia. Karena dia yakin akan firman Allah Ta'ala:
وَكَانَ حَقًّا عَلَيْنَا نَصْرُ الْمُؤْمِنِيْنَ
"Dan Kami selalu berkewajiban menolong orang-orang yang beriman." (Ar-Ruum:47)
يَاأَيُّهَا الَّذِيْنَ ءَامَنُوْا إِنْ تَنْصُرُوا اللهَ يَنْصُرْكُمْ وَيُثَبِّتْ أَقْدَامَكُمْ
"Hai
orang-orang yang beriman, jika kalian menolong (agama) Allah, niscaya
Dia akan menolong kalian dan meneguhkan kedudukan kalian." (Muhammad:7)
إِنَّكَ لاَ تُخْلِفُ الْمِيْعَادَ
"Sesungguhnya Engkau tidak menyalahi janji." (Aali 'Imraan:194)
Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam dan Nabi Ibrahim shallallahu 'alaihi wa sallam
adalah teladan kita dalam hal ini, di mana mereka telah menunjukkan
kepada kita betapa kuat dan tingginya tawakkal mereka kepada Allah, hal
ini dikisahkan dalam hadits berikut:
Dari Ibnu 'Abbas radhiyallahu 'anhu, dia berkata: (kalimat)
"حَسْبُنَا اللهُ وَنِعْمَ الْوَكِيْلُ"
"Cukuplah Allah menjadi Penolong kami dan Allah adalah sebaik-baik Pelindung." telah diucapkan oleh Nabi Ibrahim shallallahu 'alaihi wa sallam ketika dilemparkan ke dalam api dan telah diucapkan (pula) oleh Nabi Muhammad shallallahu 'alaihi wa sallam
ketika orang-orang berkata: "Sesungguhnya manusia (Abu Sufyan dan
rombongannya) telah mengumpulkan pasukan untuk menyerang kalian, oleh
karena itu takutlah kepada mereka", maka perkataan itu menambah keimanan
mereka (Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam dan para
shahabatnya), dan mereka menjawab: "Cukuplah Allah menjadi Penolong kami
dan Allah adalah sebaik-baik Pelindung." (Aali 'Imraan:173) (HR.
Al-Bukhariy no.4563)
Dan dalam riwayat yang lain dari Ibnu 'Abbas radhiyallahu 'anhu, dia berkata: "Akhir ucapan Nabi Ibrahim shallallahu 'alaihi wa sallam
ketika dilemparkan ke dalam api adalah: "Cukuplah Allah menjadi
Penolongku dan Allah adalah sebaik-baik Pelindung." (HR. Al-Bukhariy
no.4564)
Nabi Muhammad shallallahu 'alaihi wa sallam & Ibrahim shallallahu 'alaihi wa sallam adalah Khaliilullaah
Nabi Ibrahim shallallahu 'alaihi wa sallam dan Nabi Muhammad shallallahu 'alaihi wa sallam adalah khaliilullaah (kekasih tercinta /kesayangan Allah 'Azza wa Jalla), berdasarkan firman Allah:
وَاتَّخَذَ اللهُ إِبْرَاهِيْمَ خَلِيْلاً
"Dan Allah mengambil Ibrahim menjadi kesayangan-Nya." (An-Nisaa`:125)
Dan sabda Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam:
إِنَّ اللهَ قَدِ اتَّخَذَنِيْ خَلِيْلاً كَمَا اتَّخَذَ إِبْرَاهِيْمَ خَلِيْلاً
"Sesungguhnya
Allah telah menjadikan aku sebagai kesayangan-Nya sebagaimana Dia telah
menjadikan Ibrahim sebagai kesayangan-Nya." (HR. Muslim no.532 dari
Jundab radhiyallahu 'anhu)
Sedangkan khaliil maknanya adalah kekasih yang mencapai puncak
kecintaannya. Dan kita tidak mengetahui bahwa ada seseorang yang
disifati dengan sifat ini kecuali Muhammad shallallahu 'alaihi wa sallam dan Ibrahim shallallahu 'alaihi wa sallam, maka keduanya adalah khaliil.
Tetapi, kadang-kadang kita mendengar sebagian manusia mengatakan:
"Ibrahim Khaliilullaah, Muhammad Habiibullaah (kekasih /orang yang
dicintai Allah) dan Musa Kaliimullaah (orang yang diajak bicara langsung
oleh Allah tanpa melalui perantara)."
Orang yang mengatakan: "Sesungguhnya Muhammad adalah Habiibullaah",
ucapannya ini perlu ditinjau lagi, karena sesungguhnya al-khullah (yang
dimiliki Khaliil) lebih tinggi daripada al-mahabbah (yang dimiliki
Habiib), maka apabila dia mengatakan: "Muhammad adalah Habiibullaah"
maka ucapan ini mengandung pengurangan terhadap hak Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam,
karena sesungguhnya kekasih-kekasih Allah itu banyak, maka orang-orang
yang beriman adalah orang-orang yang dicintai oleh Allah, demikian juga
orang-orang yang berbuat ihsan/baik dan orang-orang yang adil, semuanya
dicintai oleh Allah, maka orang-orang yang dicintai Allah itu banyak.
Akan tetapi kita tidak mengetahui bahwa sifat al-khullah itu dimiliki seseorang kecuali dimiliki oleh Nabi Muhammad shallallahu 'alaihi wa sallam dan Nabi Ibrahim shallallahu 'alaihi wa sallam.
Maka atas dasar inilah, kita katakan: "Yang benar adalah: "Ibrahim
Khaliilullaah, Muhammad Khaliilullaah dan Musa Kaliimullaah."
Walaupun sebenarnya Nabi Muhammad shallallahu 'alaihi wa sallam
juga pernah diajak bicara oleh Allah Ta'ala tanpa perantara ketika
beliau dinaikkan ke langit yang ketujuh (pada waktu isra` mi'raj).
Tawakkalnya Nabi Ibrahim shallallahu 'alaihi wa sallam ketika Dilempar ke dalam Api
Kalimat: "حَسْبُنَا اللهُ وَنِعْمَ الْوَكِيْلُ" telah diucapkan Nabi Ibrahim shallallahu 'alaihi wa sallam
ketika dilemparkan ke dalam api, dikarenakan beliau menyeru kaumnya
agar beribadah kepada Allah semata yang tidak ada sekutu bagi-Nya, akan
tetapi kaumnya enggan dan menolak serta terus-menerus di atas kekufuran
dan kesyirikan.
Maka pada suatu hari Nabi Ibrahim shallallahu 'alaihi wa sallam
mendatangi patung-patung yang disembah oleh kaumnya lalu merusaknya dan
menjadikannya hancur berkeping-keping kecuali yang paling besarnya.
Maka ketika kaumnya kembali dan mendapati tuhan-tuhan mereka telah
hancur, mereka pun marah dan mencari siapa orangnya yang telah melakukan
hal ini. Dikatakan kepada mereka bahwa yang menghancurkan patung-patung
tersebut adalah Ibrahim, maka mereka pun mencarinya lalu mendapatkannya
dan bertekad untuk menyiksanya.
Lalu mereka bertanya: "Apa yang akan kita lakukan kepada Ibrahim?"
قَالُوْا حَرِّقُوْهُ وَانْصُرُوْا ءَالِهَتَكُمْ إِنْ كُنْتُمْ فَاعِلِيْنَ
"Mereka berkata: "Bakarlah dia dan bantulah tuhan-tuhan kalian, jika kalian benar-benar hendak bertindak." (Al-Anbiyaa`:68)
Maka mereka pun menyalakan api yang besar sekali kemudian melemparkan Nabi Ibrahim shallallahu 'alaihi wa sallam
ke dalam api tersebut. Sampai-sampai dikatakan bahwasanya karena sangat
besarnya api tersebut, mereka tidak mampu berada dekat-dekat dengan api
dan mereka pun melemparkan Nabi Ibrahim ke api tersebut dengan manjaniq
(alat pelempar yang besar) dari tempat yang jauh.
Ketika mereka melemparkan Nabi Ibrahim, beliau mengucapkan: "حَسْبُنَا اللهُ وَنِعْمَ الْوَكِيْلُ", maka apa yang terjadi?
Allah Ta'ala berfirman:
قُلْنَا يَانَارُ كُوْنِيْ بَرْدًا وَسَلاَمًا عَلَى إِبْرَاهِيْمَ
"Kami berfirman: "Hai api menjadi dinginlah, dan menjadi keselamatanlah bagi Ibrahim." (Al-Anbiyaa`:69)
Yakni api tersebut menjadi dingin lawan dari panas dan menjadi
keselamatan lawan dari kebinasaan. Karena sesungguhnya api itu panas,
membakar dan membinasakan, maka Allah memerintahkan api tersebut agar
menjadi dingin dan keselamatan baginya, maka jadilah api tersebut dingin
dan menjadi keselamatan (bagi Nabi Ibrahim shallallahu 'alaihi wa sallam).
Sebagian ahli tafsir menukilkan dari Bani Isra`il dalam kisah ini bahwasanya ketika Allah berfirman:
قُلْنَا يَانَارُ كُوْنِيْ بَرْدًا وَسَلاَمًا عَلَى إِبْرَاهِيْمَ
"Kami berfirman: "Hai api menjadi dinginlah, dan menjadi keselamatanlah bagi Ibrahim."
Maka jadilah seluruh api dunia menjadi dingin.
Akan tetapi ini tidak benar, karena sesungguhnya Allah mengarahkan pembicaraan kepada api tertentu (dalam ayat): "يَانَارُ كُوْنِيْ بَرْدًا" "Hai api menjadi dinginlah."
Sedangkan 'ulama nahwu mengatakan: "Sesungguhnya apabila susunan suatu
kalimat datang dengan bentuk seperti ini (seperti dalam ayat di atas)
maka jadilah nakirah (kata yang masih umum maknanya) menjadi sesuatu
yang tertentu maknanya." yakni tidak mencakup seluruh api, bahkan khusus
untuk api yang Nabi Ibrahim shallallahu 'alaihi wa sallam telah dilemparkan kepadanya saja, dan inilah yang benar sedangkan api dunia yang lainnya tetap seperti semula.
Para 'ulama berkata: "Dan ketika Allah berfirman: "Jadilah dingin",
Allah iringi perintah ini dengan firman-Nya: "Jadilah keselamatan",
karena seandainya Allah mencukupkan dengan firman-Nya: "بَرْدًا" "(jadilah) dingin" niscaya jadilah api itu dingin hingga membinasakan Nabi Ibrahim shallallahu 'alaihi wa sallam, karena sesungguhnya segala sesuatu akan mengikuti perintah Allah 'Azza wa Jalla.
Lihatlah kepada firman Allah Ta'ala:
ثُمَّ اسْتَوَى إِلَى السَّمَاءِ وَهِيَ
دُخَانٌ فَقَالَ لَهَا وَلِلأَرْضِ ائْتِيَا طَوْعًا أَوْ كَرْهًا قَالَتَا
أَتَيْنَا طَائِعِيْنَ
"Kemudian Dia menuju langit dan langit itu
masih merupakan asap, lalu Dia berkata kepadanya dan kepada bumi:
"Datanglah kamu keduanya menurut perintah-Ku dengan suka hati atau
terpaksa". Keduanya menjawab: "Kami datang dengan suka hati."
(Fushshilat:11)
Keduanya pun tunduk terhadap perintah Allah.
Tawakkalnya Nabi Muhammad shallallahu 'alaihi wa sallam
Adapun khaliil kedua yang berkata: "حَسْبُنَا اللهُ وَنِعْمَ الْوَكِيْلُ" adalah Nabi Muhammad shallallahu 'alaihi wa sallam,
demikian juga para shahabatnya (mengucapkan kalimat tersebut) ketika
orang-orang berkata: "Sesungguhnya manusia telah mengumpulkan pasukan
untuk menyerang kalian, karena itu takutlah kepada mereka", maka
perkataan itu menambah keimanan mereka dan mereka menjawab: "Cukuplah
Allah menjadi Penolong kami dan Allah adalah sebaik-baik Pelindung."
(Aali 'Imraan:173)
Kisah selengkapnya adalah ketika Abu Sufyan (ketika itu dia masih kafir) kembali dari Uhud dan ingin mendatangi Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam
dan para shahabatnya untuk menumpas mereka menurut persangkaannya, dia
bertemu dengan satu kafilah, maka dia bertanya kepadanya: "Hendak pergi
ke mana kalian?" Mereka menjawab: "Kami ingin pergi ke Madinah." Maka
Abu Sufyan berkata: "Sampaikan kepada Muhammad dan para shahabatnya
bahwasanya kami akan kembali kepada mereka dan akan menumpas mereka."
Lalu sampailah kafilah tadi ke Madinah kemudian menyampaikan pesan
tersebut kepada Rasulullah dan para shahabatnya. Maka Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam dan orang-orang yang bersamanya menjawab: "حَسْبُنَا اللهُ وَنِعْمَ الْوَكِيْلُ".
Rasulullah dan para shahabatnya pun keluar berjumlah sekitar 70 orang
dengan berkendaraan, sampai ke suatu tempat yang disebut Hamraa`ul Asad,
ketika mendengar hal ini Abu Sufyan pun kemudian mengurungkan niatnya
dan kembali ke Makkah.
Inilah di antara pencukupan dan penjagaan Allah terhadap Rasul-Nya dan
orang-orang beriman, ketika mereka bersandar dan bertawakkal kepada-Nya.
Allah berfirman:
فَانْقَلَبُوْا بِنِعْمَةٍ مِنَ اللهِ
وَفَضْلٍ لَمْ يَمْسَسْهُمْ سُوْءٌ وَاتَّبَعُوْا رِضْوَانَ اللهِ وَاللهُ
ذُوْ فَضْلٍ عَظِيْمٍ
"Maka mereka kembali dengan ni`mat dan karunia
(yang besar) dari Allah, mereka tidak mendapat bencana apa-apa, mereka
mengikuti keridhaan Allah. Dan Allah mempunyai karunia yang besar."
(Aali 'Imraan:174)
Disunnahkan Membaca: حَسْبُنَا اللهُ وَنِعْمَ الْوَكِيْلُ
Maka selayaknya bagi setiap orang yang melihat manusia berkumpul untuk
berbuat jahat kepadanya atau mengadakan permusuhan dengannya, agar
mengatakan:
"حَسْبُنَا اللهُ وَنِعْمَ الْوَكِيْلُ".
Apabila
dia mengucapkan kalimat ini maka Allah akan mencukupi dan menjaganya
dari kejelekan mereka sebagaimana Dia telah menjaga Nabi Ibrahim shallallahu 'alaihi wa sallam dan Nabi Muhammad shallallahu 'alaihi wa sallam.
Maka jadikanlah kalimat ini senantiasa ada dalam hati kita apabila kita melihat manusia mengadakan permusuhan kepada kita.
Kita juga disunnahkan membaca do'a apabila takut dari kejahatan suatu kaum/seseorang, dengan mengucapkan:
اللَّهُمَّ اكْفِنِيْهِمْ بِمَا شِئْتَ
"Ya Allah, lindungilah aku dari kejahatan mereka, menurut sekehendak-Mu." (HR. Muslim no.3005 dari Shuhaib radhiyallahu 'anhu)
Allahlah yang memberi taufiq. Wallaahu A'lam. (Diringkas dari Syarh
Riyaadhush Shaalihiin 1/290-292 penerbit Maktabah Ash-Shafaa dan
Al-Qaulul Mufiid 2/32-33 tahqiiq Hani Al-Hajj, dengan beberapa perubahan
dan tambahan)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar