Negeri Arab
khususnya dan dunia pada umumnya sebelum diutusnya Muhammad shallallahu
'alaihi wa sallam dipenuhi dengan kesesatan, penyimpangan, dan
kebodohan, terlihat dari semaraknya penyembah batu-batuan dan
pohon-pohon, pengingkaran terhadap hari kebangkitan, mempercayai
perdukunan, tukang sihir, dan paranormal hingga penyimpangan yang
sifatnya kemanusiaan, sosial, dan politik. Allah subhanahu wa ta'ala
menghendaki rahmat atas hamba-hambaNya, menolongnya dari kesesatan
menuju hidayah, maka Allah mengutus seorang rosul kepada mereka dari
kalangannya sendiri yang mereka telah mengenal akhlaqnya, kejujurannya,
serta amanahnya.
Allah berfirman, "Dialah yang mengutus kepada kaum yang
buta huruf seorang rosul di antara mereka yang membacakan ayat-ayatNya
kepada mereka, mensucikan mereka dan mengajarkan kepada mereka Kitab dan
Hikmah (As Sunnah). Dan sesungguhnya mereka sebelumnya benar-benar
dalam kesesatan yang nyata." (QS Al Jum'ah: 2).
Awal mula yang diserukan oleh Rosulullah shallallahu 'alaihi wa sallam adalah seperti halnya rosul-rosul lainnya, menyeru untuk memurnikan ibadah kepada Allah 'azza wa jalla dan meninggalkan peribadahan selainNya. Allah berfirman, "Dan Kami tidak mengurus seorang rosulpun sebelum kamu, melainkan Kami wahyukan kepadanya: Bahwasanya tidak ada tuhan yang haq melainkan Aku, maka sembahlah olehmu sekalian akan Aku." (QS Al Anbiyaa: 25). "Dan sesungguhnya kami telah mengutus rosul pada tiap-tiap umat untuk menyerukan: Sembahlah Allah saja dan jauhilah thoghut." (QS An Nahl: 36).
Inilah pembuka dakwah para rosul, karenanya
ia adalah pondasi yang dibangun di atasnya bangunan-bangunan lain, jika
pondasinya rusak maka tak ada guna cabang-cabang lainnya, tidak ada
manfaatnya sholat, puasa, haji, dan shodaqoh, serta seluruh
ibadah-ibadah lainnya. Apabila pondasi telah cacat dan tauhid sudah
berantakan tidak ada faidahnya amalan-amalan lainnya. Allah berfirman,
"Barangsiapa mengharap perjumpaan dengan Tuhannya maka hendaklah ia
mengerjakan amal sholih dan janganlah ia mempersekutukan seorangpun
dalam beribadah kepada Tuhannya." (QS Al Kahfi: 110).
Allah juga
berfirman, "Seandainya mereka mempersekutukan Allah, niscaya lenyaplah
dari mereka amalan yang telah mereka kerjakan." (QS Al An'am: 88).
"Dan
sesungguhnya telah diwahyukan kepadamu dan kepada nabi-nabi yang
sebelummu, jika kamu mempersekutukan Tuhan niscaya akan hapuslah
amalanmu dan tentulah kamu termasuk orang-orang yang merugi." (QS Az
Zumar: 65).
Sungguh seluruh penduduk bumi amat sangat membutuhkan akan risalah yang dibawa olehnya shallallahu 'alaihi wa sallam daripada kebutuhan mereka terhadap air hujan, sinar matahari, serta seabreg kebutuhan-kebutuhan lainnya, karena tidak ada kehidupan hati, kenikmatannya, kelezatannya, dan kebahagiaannya bahkan tak ada ketenangan hati dan tuma'ninahnya kecuali dengan mengenal Robbnya, yang diibadahinya, dan Penciptanya dengan nama-namaNya, sifat-sifatNya, dan perbuatan-perbuatanNya, sehingga menjadikanNya lebih dicintai daripada selainNya, menjadikan segala usaha-usahanya dalam hal-hal yang akan mendekatkan diri padaNya dan keridloanNya.
Para pembaca semoga dirohmati Allah, doa adalah salah satu dari bentuk ibadah di samping ibadah badaniyah - seperti sholat, maaliyah - seperti zakat, atau ibadah maaliyah badaniyah - seperti haji, sebab ibadah adalah satu kata yang memiliki cakupan luas setiap apa yang dicintai dan diridloi oleh Allah dari perkataan dan perbuatan lahir maupun batin. Sepele memang nampaknya masalah doa ini, tetapi ironisnya banyak di antara kaum muslimin - kalau tidak keseluruhannya - berbeda-beda dalam hal menyikapinya, mengaplikasikannya, dan tata cara pelaksanaannya, wallahul musta'an.
Tidak dipungkiri kalau di sana masih banyak yang menganggap bahwa doa itu bukan termasuk ibadah, dengan kenyataan tak sedikit yang memohon di hadapan kuburan orang yang dianggap sholih, memohon di hadapan batu besar yang dikira memiliki keanehan, manggut-manggut di hadapan pohon besar yang tak dapat melihat dan mendengar. Tidak mustahil kalau di sana masih ada yang merasa tidak butuh kepada doa karena kesombongannya dan tak ada keimanannya. Satu perkara yang tidak dapat dipungkiri pula bahwa sebagian kaum bersikap ghuluw (berlebih-lebihan) dalam hal doa dan cara berdoa. Wa ilallahil musytaka.
Para pembaca -semoga dirahmati Allah-, ketahuilah bahwa mayoritas orang-orang yang terjerumus ke dalam kemusyrikan, pangkal kesyirikannya ialah berdoa kepada selain Allah. Oleh karena itu, Rosulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda, "Doa itu adalah ibadah." (HR Ahmad 4/267, Tirmidzi 5/426, Al Hakim dalam Mustadrak 1/491 dan menshohihkannya, dan disepakati oleh Al Imam Adz Dzahabi, dari sahabat Nu'man bin Basyir radhiyallahu 'anhu).
Dalam hadits lain Rosulullah
bersabda, "Barangsiapa yang mati sedang ia berdoa kepada
tandingan-tandingan selain Allah, maka akan masuk neraka." (HR Al
Bukhori no 4497 dari sahabat Abdullah ibnu Mas'ud).
Hadits ini
menerangkan bahwa doa adalah bagian dari ibadah-ibadah yang paling
agung, termasuk ke dalam hak-hak Allah yang paling mulia, dimana jika
seorang hamba memalingkannya kepada selain Allah dengan demikian ia
berarti telah musyrik, telah menjadikan bagi Allah
tandingan-tandinganNya dalam hal uluhiyahNya. Namun apabila seseorang
meminta doa kepada orang lain yang sholih, kemudian masih hidup, dan
dalam perkara-perkara yang dimampuinya, maka tidaklah termasuk
kemusyrikan, hal ini dibagi menjadi beberapa bagian di antaranya:
Pertama: meminta doa kepada seorang yang sholih untuk kemaslahatan umum kaum muslimin, seperti ini dibolehkan, dengan dalil hadits Anas tentang seorang laki-laki yang meminta doa dari Rosulullah shallallahu 'alaihi wa sallam agar diturunkan hujan.
Kedua: meminta doa kepada orang lain untuk kemaslahatan dirinya,
sebagian ulama membolehkan hal ini dan yang lainnya menyatakan tidak
semestinya, karena dikhawatirkan termasuk dalam bab meminta-minta kepada
orang lain dan dikhawatirkan pula yang meminta doa akan bersandar
kepada doa orang lain sedang dia lupa mendoakan dirinya sendiri. (Untuk
lebih jelasnya silahkan lihat Majmu'ul Fatawa jilid ke-1).
Allah subhanahu wa ta'ala dengan jelas menyatakan bahwa doa itu adalah ibadah. Allah berfirman, "Dan Tuhanmu berfirman: Berdoalah kepadaKu niscaya akan kuperkenankan bagimu. Sesungguhnya orang-orang yang menyombongkan diri dari beribadah kepadaKu akan masuk neraka Jahannam dalam keadaan hina dina." (QS Al Mu'min: 60).
Adapun sisi pendalilah dari ayat ini yang menunjukkan bahwa
doa itu adalah ibadah sebagai berikut:
Pertama: dalam ayat ini Allah telah memerintah dengan firmanNya,
"Berdoalah kepadaKu." Sedangkan Allah tidak akan memerintah kecuali yang
wajib atau mustahab.
Kedua: Allah subhanahu wa ta'ala menyebutnya sebagai ibadah, dengan
firmanNya, "Sesungguhnya orang-orang yang menyombongkan diri dari
beribadah kepadaKu."
Ketiga: Allah subhanahu wa ta'ala membalas hamba-hambaNya yang berdoa
dengan pengkabulan atas doa-doanya, dengan firmanNya, "Berdoalah
kepadaKu niscaya akan Kuperkenankan bagimu."
Berkata Ibnul Araby Al Maliki rohimahullah, "Segi penamaan doa dengan
ibadah sangatlah jelas, karena terkandung di dalamnya pengakuan dari
seorang hamba akan ketidakberdayaan dan ketidakmampuannya, sedangkan
segala kekuasaan dan kekuatan hanyalah milik Allah, yang demikian itulah
ketundukan dan kepatuhan yang sempurna."
Di dalam banyak ayat Allah
subhanahu wa ta'ala mencegah dari berdoa kepada selainNya. Allah
berfirman, "Dan janganlah kamu menyembah apa-apa yang tidak memberi
manfaat dan tidak pula memberi mudharat kepadamu selain Allah, sebab
jika kamu berbuat yang demikian itu maka sesungguhnya kamu kalau begitu
termasuk orang-orang yang zholim." (QS Yunus: 106).
Dan Allah berfirman,
"Maka janganlah kamu menyeru tuhan yang lain di samping Allah yang
menyebabkan kamu termasuk orang-orang yang diadzab." (QS Asy Syu'araa:
213).
Pada ayat lain Allah menjelekkan perbuatan orang-orang musyrikin
berdoa kepada selain Allah. Allah berfirman, "Yang demikian itu adalah
karena kamu kafir apabila Allah saja disembah. Dan kamu percaya apabila
Allah dipersekutukan. Maka putusan sekarang ini adalah pada Allah Yang
Maha Tinggi lagi Maha Besar. Dialah yang memperlihatkan kepadamu
tanda-tanda kekuasaanNya dan menurunkan untukmu rizki dari langit. Dan
tiadalah mendapat pelajaran kecuali orang-orang yang kembali kepada
Allah. Maka sembahlah Allah dengan memurnikan ibadah kepadaNya meskipun
orang-orang kafir tidak menyukainya." (QS Al Mu'min: 12-14).
Memurnikan
ibadah kepadaNya adalah memurnikan doa kepadaNya. Allah subhanahu wa
ta'ala menghukumi dengan kesesatan dan kerugian atas orang-orang yang
berdoa kepada selainNya. Allah berfirman, "Dan siapakah yang lebih sesat
daripada orang-orang yang menyembah sembahan-sembahan selain Allah yang
tiada dapat memperkenankan doanya sampai hari kiamat dan mereka lalai
dari memperhatikan doa mereka? Dan apabila manusia dikumpulkan pada hari
kiamat niscaya sembahan-sembahan itu menjadi musuh mereka dan
mengingkari pemujaan-pemujaan mereka." (QS Al Ahqaaf: 5-6).
Dan Allah
berfirman, "... yang berbuat demikian itulah Allah Tuhanmu
kepunyaanNyalah kerajaan. Dan orang-orang yang kamu seru selain Allah
tiada mempunyai apa-apa walaupun setipis kulit ari. Jika kamu menyeru
mereka, mereka tiada mendengar seruanmu, dan kalau mereka mendengar,
mereka tidak dapat memperkenankan permintaanmu dan di hari kiamat mereka
akan mengingkari kemusyrikanmu dan tidak ada yang dapat memberikan
keterangan kepadamu sebagaimana yang diberikan oleh Yang Maha
Mengetahui." (QS Faathir: 13-14).
Seluruh nash-nash ini dan yang
semisalnya di dalam Al Quranul Karim maupun sunnah yang suci sebagai
penjelasan bagi orang-orang yang Allah bukakan penglihatannya dan
terangkan hatinya serta lapangkan dadanya tentang betapa pentingnya doa
dan begitu tinggi kedudukannya dalam aqidah al Islamiyah.
Dengan tingginya kedudukan doa dalam aqidah al Islamiyah, maka Allah mengancam orang-orang yang tidak tunduk padaNya dengan doa. Allah berfirman, "Sesungguhnya orang-orang yang menyombongkan diri dari beribadah kepadaKu akan masuk neraka Jahannam dalam keadaan hina dina." (QS Al Mu'min: 60).
Jadi sikap sombong dari berdoa kepada Allah dan
menyelewengkan doa kepada selain Allah adalah bentuk kemaksiatan yang
besar terhadapNya dan sebagai bentuk pembangkangan serta pendustaan
terhadap nabi-nabiNya dan rosul-rosulNya dimana telah sepakat risalah
dan dakwah mereka menyeru kepada wajibnya mengesakan Allah dalam hal
ibadah dan yang paling besarnya di antara ibadah itu adalah doa.
Sebagaimana halnya ibadah-ibadah lain memiliki cara dan etika, maka berdoapun demikian tak lepas dari itu, sebab kita mesti pahami bahwa agama itu adalah kita tidak beribadah kecuali hanya kepada Allah dan kita tidak beribadah kepada Allah kecuali dengan apa yang telah disyariatkan olehNya dan oleh RosulNya shallallahu 'alaihi wa sallam, sebagai contoh misalnya suatu ketika Rosulullah berwudlu, kemudian setelah selesai darinya beliau mengatakan, "Ini adalah wudluku dan wudlu para nabi sebelumku, barangsiapa menambahi atau bahkan mengurangi maka ia telah berbuat jahat dan zholim." Contoh lainnya saat Rosulullah mengatakan, "Sholatlah kalian seperti kalian telah melihat aku sholat." Demikian pula dengan pernyataan beliau, "Barangsiapa yang melakukan suatu amalan yang tidak ada contohnya dari kami maka akan tertolak."
Dan begitu banyak contoh-contoh lainnya dalam hal ini. Maka Allah subhanahu wa ta'ala jelaskan etika berdoa itu dalam firmanNya, "Berdoalah kepada Tuhanmu dengan rendah diri dan suara yang lembut, sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang melampaui batas." (QS Al A'raaf: 55).
Para pembaca -semoga dirahmati Allah-, betapa besar karunia dan kasih sayang Allah kepada makhlukNya, menjaga, memelihara, Maha Melihat, dan Maha Mendengar, sungguh benar apa yang dikatakan dalam sebuah syair:
Allah akan marah jika engkau tinggalkan meminta padaNya
Sedang Bani Adam jika dipinta akan marah.
Sudah semestinya memang kita selaku hambaNya yang fakir untuk meminta kepada Dzat Yang Maha Kaya lagi Maha Pemurah, segala urusan hanyalah milik Allah dan akan dikembalikan kepadaNya. Allah berfirman, "KepunyaanNyalah kerajaan langit-langit dan bumi. Dan kepada Allahlah dikembalikan segala urusan." (QS Al Hadid: 5).
Sedang Bani Adam jika dipinta akan marah.
Sudah semestinya memang kita selaku hambaNya yang fakir untuk meminta kepada Dzat Yang Maha Kaya lagi Maha Pemurah, segala urusan hanyalah milik Allah dan akan dikembalikan kepadaNya. Allah berfirman, "KepunyaanNyalah kerajaan langit-langit dan bumi. Dan kepada Allahlah dikembalikan segala urusan." (QS Al Hadid: 5).
Wallahu a'lam bishshowab wal ilmu indallah.
Ditulis oleh Al Ustadz Abu Hamzah Al Atsari.
Ditulis oleh Al Ustadz Abu Hamzah Al Atsari.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar