Bara api kebencian terhadap para sahabat Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam
memang telah tertanam kuat di dada kaum Syi'ah Rafidhah. Bara api
tersebut terus menerus menyala sehingga satu demi satu orang-orang
terdekat Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam menjadi bahan gunjingan dan cercaan mereka. Setelah Ahlul Bait beliau shallallahu 'alaihi wa sallam, kini mereka mengarahkan cercaan yang tidak kalah kejinya kepada para istri Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam.
Mereka melontarkan tuduhan-tuduhan dusta kepada orang-orang yang telah mengorbankan waktu dan raganya untuk membela dakwah Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam, setia menemani dan menghibur beliau ketika ditimpa berbagai musibah di dalam mengemban amanah dakwah.
Kedudukan Para Istri Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam
Alangkah mulianya kedudukan mereka tatkala Allah subhanahu wa ta'ala sendiri yang mengangkat derajat mereka di atas wanita lainnya. Allah jalla jalaaluhu berfirman yang artinya:
Mereka melontarkan tuduhan-tuduhan dusta kepada orang-orang yang telah mengorbankan waktu dan raganya untuk membela dakwah Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam, setia menemani dan menghibur beliau ketika ditimpa berbagai musibah di dalam mengemban amanah dakwah.
Kedudukan Para Istri Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam
Alangkah mulianya kedudukan mereka tatkala Allah subhanahu wa ta'ala sendiri yang mengangkat derajat mereka di atas wanita lainnya. Allah jalla jalaaluhu berfirman yang artinya:
يَانِسَاءَ النَّبِيِّ لَسْتُنَّ كَأَحَدٍ مِنَ النِّسَاءِ
"Wahai istri Nabi, (kedudukan) kalian bukanlah seperti wanita-wanita yang lainnya." (Al Ahzab: 32)
Allah 'azza wa jalla telah meridhai mereka sebagai pendamping
Nabi-Nya yang termulia, sampai-sampai melarang beliau untuk menceraikan
mereka. Allah berfirman yang artinya:
لاَ يَحِلُّ لَكَ النِّسَاءُ مِنْ بَعْدُ وَلاَ أَنْ تَبَدَّلَ بِهِنَّ مِنْ أَزْوَاجٍ وَلَوْ أَعْجَبَكَ حُسْنُهُنَّ
"Tidak
halal bagimu wahai Nabi, untuk mengawini wanita-wanita lain sesudahnya,
dan tidak halal (pula) bagimu untuk mengganti mereka dengan
wanita-wanita lain walaupun kecantikan mereka memikat hatimu." (Al
Ahzab: 52)
Para istri Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam adalah ibu-ibu kaum
mukminin yang tentu saja wajib untuk dimuliakan dan dihormati. Oleh
karena itu para istri beliau mendapat gelar Ummahatul Mu`minin.
Allah subhanahu wa ta'ala berfirman yang artinya:
النَّبِيُّ أَوْلَى بِالْمُؤْمِنِينَ مِنْ أَنْفُسِهِمْ وَأَزْوَاجُهُ أُمَّهَاتُهُمْ
"Nabi
itu lebih berhak untuk dicintai kaum mukminin daripada diri mereka
sendiri, sedangkan istri-istrinya adalah ibu-ibu mereka (kaum
mukminin)." (Al Ahzab: 6)
Nama Para Istri Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam
Telah tertulis di dalam buku-buku sejarah Islam nama-nama istri Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam yang telah mendampingi perjuangan beliau. Mereka itu adalah:
- Khadijah binti Khuwailid
- Saudah binti Zam'ah
- Aisyah binti Abi Bakr Ash Shiddiq
- Hafshah binti Umar Al Khaththab
- Ummu Habibah yang bernama Ramlah binti Abi Sufyan
- Ummu Salamah yang bernama Hindun binti Abi Umayyah
- Zainab binti Jahsyin
- Zainab binti Khuzaimah
- Juwairiyah binti Al Harits
- Shafiyah binti Huyai
- Maimunah binti Al Harits
Masing-masing mereka ini memiliki keutamaan yang tidak dimiliki lainnya,
hanya saja yang paling utama di antara mereka adalah Khadijah dan
Aisyah.
Para Istri Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam menurut Tinjauan Syi'ah Rafidhah
Tinjauan Syi'ah Rafidhah terhadap para istri Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam
sangat sarat dengan kebencian dan kedengkian. Hal ini sebagaimana yang
mereka terangkan dalam tulisan-tulisan yang luar biasa kekejiannya.
Kalau seandainya kekejian tersebut mereka tuduhkan terhadap istri
seorang muslim biasa tentu orang tersebut akan murka dan marah.
Di antara kekejian itu adalah:
1. Jeleknya perangai dan akhlak para istri Rasul shallallahu 'alaihi wa sallam.
Ali bin Ibrahim Al Qummi di dalam tafsirnya 2/192 ketika menerangkan
sebab turunnya ayat ke 28 dari surat Al Ahzab, mengatakan: "Sebab turun
ayat itu ketika Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam pulang dari perang Khaibar. Beliau membawa harta keluarga Abul Haqiq. Maka mereka (para istri Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam)
berkata: "Berikan kepada kami apa yang engkau dapatkan!" Beliaupun
berkata: "Aku akan bagikan kepada kaum muslimin sesuai perintah Allah."
Marahlah mereka (mendengar itu) lalu berkata: "Sepertinya engkau
menganggap kalau seandainya engkau menceraikan kami, maka kami tidak
akan menemukan para pria berkecukupan yang akan menikahi kami." Maka
Allah menentramkan hati Rasul-Nya dan memerintahkan untuk meninggalkan
mereka. Maka akhirnya beliaupun meninggalkan mereka."
Sungguh tidak!! Tidak akan terlintas di benak seorang muslim pun bahwa
istri seorang muslim yang taat akan mengucapkan kata-kata seperti itu
kepada suaminya. Lalu bagaimana perbuatan itu dilakukan oleh istri
seorang Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam yang telah Allah puji di dalam Al Qur`an?! Demi Allah, tidaklah mereka tulis kecuali kedustaan belaka!!
2. Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam meninggal dunia karena diracun oleh sebagian mereka.
Di dalam Tafsirul Iyasy 1/200, karya Muhammad bin Mahmud bin Iyasy
mengatakan -dengan dusta- bahwa Abu Abdillah Ja'far Ash Shidiq
rahimahullah pernah berkata: "Tahukah kalian apakah Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam
meninggal dunia atau dibunuh?" Sesungguhnya Allah telah berfirman yang
artinya: "Apakah jika dia (Muhammad) mati atau dibunuh, kalian akan
murtad?" (Ali Imran: 144). Beliau sebenarnya telah diberi racun sebelum
meninggalnya. Sesungguhnya dua wanita itu (Aisyah dan Hafshah) telah
meminumkan racun kepada beliau sebelum meninggalnya. Maka kami
menyatakan: "Sesungguhnya dua wanita dan kedua bapaknya (Abu Bakar dan
Umar) adalah sejelek-jelek makhluk Allah."
3. Mereka menghukumi bahwasanya para istri Rasul shallallahu 'alaihi wa sallam adalah pelacur.
Dinukilkan secara dusta di dalam kitab Ikhtiyar Ma'rifatur Rijal karya
At Thusi hal. 57-60 bahwa Abdullah bin Abbas pernah berkata kepada
Aisyah: "Kamu tidak lain hanyalah seorang pelacur dari sembilan pelacur
yang ditinggalkan oleh Rasulullah..."
Di antara para istri Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam, Aisyah
radhiyallahu 'anha-lah yang paling dibenci kaum Syi'ah Rafidhah. Mereka
merendahkan kehormatan istri yang paling dicintai Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam tersebut dengan kedustaan-kedustaan yang nyata. Celaan kepada beliau akan mengakibatkan dua ribu lebih hadits Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam dan beberapa ayat Al Qur`an gugur. Beliaulah wanita yang paling banyak, menghafal dan meriwayatkan hadits Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam di antara para sahabat yang lainnya.
Beberapa celaan kaum Syi'ah Rafidhah terhadap kehormatan Aisyah:
- Aisyah telah keluar dari iman dan menjadi penghuni jahannam. (Tafsirul Iyasi 2/243 dan 269)
- Aisyah digelari Ummusy Syurur (ibunya kejelekan) dan Ummusy Syaithan (ibunya syaithan), hal ini dikatakan oleh Al Bayadhi di dalam kitabnya Ash Shirathal Mustaqim 3/135 dan 161.
- Riwayat-riwayat beliau bersama Abu Hurairah dan Anas bin Malik tertolak di sisi Syi'ah Rafidhah (Al Khishal 1/190 karya Ibnu Babuyah Al Qumi).
- Aisyah telah menggerakkan kaum muslimin untuk memerangi Utsman bin Affan radhiyallahu 'anhu (Minhajul Karamah hal. 112, karya Ibnu Muthahhar Al Hilali).
- Aisyah sangat memusuhi dan membenci Ali bin Abi Thalib radhiyallahu 'anhu sampai meletuslah perang Jamal (An Nushrah hal. 229 karya Al Mufid).
- Aisyah tidak mau bertaubat dan terus menerus memerangi Ali sampai meninggal. (At Talkhishusy Syafi hal. 465-468).
Inna lillahi wa Inna ilaihi raji'un!! Kesesatan apa yang menghinggapi
hati mereka? Sedemikian besarkah kedengkian dan kebencian mereka
terhadap para istri Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam terutama Aisyah?
Tuduhan-tuduhan Dusta Syi'ah Rafidhah kepada Aisyah Berkaitan dengan Perang Jamal
- Aisyah tidak menerima dan dengki terhadap pengangkatan Ali bin Abi Thalib sebagai khalifah pengganti Utsman bin Affan. (Siratul A`immah Itsna Asyar 1/4222)
- Pemberontakan Aisyah terhadap kekhilafahan Ali bin Abi Thalib dan keinginannya untuk saudara sepupunya yaitu Thalhah bin Ubaidillah menjadi khalifah. (Syarhu Nahjil Balaghah 2/460)
- Aisyah menolak tawaran Ali bin Abi Thalib untuk damai dan pulang ke Madinah. (Al Khishal 2/377)
- Aisyah-lah yang memulai perang Jamal melawan Ali bin Abi Thalib. (Siratul A`immah 1/456)
Jawaban terhadap Kedustaan Mereka
- Aisyah menerima bahkan memerintahkan kaum muslimin untuk berbai'at kepada Ali bin Abi Thalib. (Al Mushannaf 7/540)
- Keluarnya Aisyah bersama Thalhah dan Az Zubair bin Al Awwam ke Bashrah dalam rangka mempersatukan kekuatan mereka bersama Ali bin Abi Thalib untuk menegakkan hukum qishash terhadap para pembunuh Utsman bin Affan. Hanya saja Ali bin Abi Thalib meminta penundaan untuk menunaikan permintaan qishash tersebut. Ini semua mereka lakukan berdasarkan ijtihad walaupun Ali bin Abi Thalib lebih mendekati kebenaran daripada mereka. (Daf'ul Kadzib 216-217)
- Tawaran Ali bin Abi Thalib kepada Aisyah semata-mata untuk menyatukan cara pandang bahwa hukum qishash baru bisa ditegakkan setelah keadaan negara tenang. Beliaupun sangat mengetahui bahwa Aisyah bersama Thalhah dan Az Zubair tidaklah datang ke Bashrah dalam rangka memberontak kekhilafahannya. Akhirnya hampir terbentuk kesepakatan di antara mereka. (Tarikh Ath Thabari 5/158-159 dan 190-194)
- Akan tetapi melihat keadaan seperti ini, beberapa kaum Saba'iyah (pengikut faham Abdullah bin Saba'-pendiri Syi'ah) mulai memancing konflik di antara pasukan Aisyah dan Ali. Hal ini menimbulkan dugaan bahwa salah satu pasukan telah berkhianat. Maka terjadilah perang Jamal. (Tarikh Ath Thabari 5/195-220)
Pujian Ali bin Abi Thalib terhadap Aisyah radhiyallahu 'anha
Di dalam Tarikh Ath Thabari 5/225 diriwayatkan bahwa Ali bin Abi Thalib
pernah berkata di saat perang Jamal: "Wahai kaum muslimin! Dia (Aisyah)
adalah seorang yang jujur dan demi Allah dia seorang yang baik.
Sesungguhnya tidak ada antara kami dengan dia kecuali yang demikian itu.
Dan (ketahuilah -pen) dia adalah istri Nabi kalian di dunia dan di
akhirat."
Hadits-hadits Palsu dan Lemah yang Tersebar di Kalangan Umat
Hadits Ali bin Abi Thalib radhiyallahu 'anhu:
إِذَا كَانَتْ لَيْلَةُ النِّصْفِ مِنْ
شَعْبَانَ، فَقُوْمُوْا لَيْلَهَا وَصُوْمُوْا نَهَارَهَا، فَإِنَّ اللهَ
يَنْزِلُ فِيْهَا لِغُرُوْبِ الشَّمْسِ إِلَى سَمَاءِ الدُّنْيَا ...
حَتَّى يَطْلُعَ الفَجْرُ ...
"Jika telah datang malam Nishfu
Sya'ban, hendaklah kalian shalat di malamnya dan shaum (puasa) di siang
harinya, karena sejak terbenam matahari sampai terbitnya fajar Allah 'azza wa jalla
turun pada malam tersebut ke langit dunia. Kemudian Dia berkata:
"Adakah yang meminta ampun kepada-Ku sehingga Aku ampuni dia, adakah
yang meminta rizki kepada-Ku sehingga Aku beri rizki kepadanya, adakah
yang tertimpa bala` sehingga Aku hilangkan bala` tersebut..."
Keterangan:
Hadits ini palsu, disebabkan adanya seorang rawi yang bernama
Ibnu Abi Sabrah. Al Imam Ahmad dan Ibnu Ma'in dan juga Al Hafizh ibnu
Hajr menyatakan bahwa dia adalah pemalsu hadits. (Lihat Silsilah Adh
Dha'ifah no. 2132 karya Asy Syaikh Al Albani)
Al Imam An Nawawi menyatakan di dalam Al Majmu' bahwa shalat malam Nishfu Sya'ban sebanyak 100 rakaat adalah bid'ah yang munkar.
Sumber: Buletin Islam AL ILMU edisi 31/I/II/1425, Yayasan As-Salafy Jember.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar