Fire-walking atau juga dikenal sebagai walking on fire dipopulerkan oleh Anthony Robbins. Robbins menggunakan fire walking sebagai simulasi untuk pelatihan NLP (Neuro Linguistic Programming), yaitu bagaimana mengubah persepsi diri melalui visualisasi baru di otak sehingga mengubah reaksi tubuh terhadap realita.
Berjalan di atas api memang tampak menakutkan (dan memang berbahaya kalau tidak mengetahui trik nya), namun kengerian itu bisa dimanipulasi dengan mengubah persepsi otak terhadap api. Dengan membuat kondisi yang meriah, fun, ramai, maka perhatian otak teralihkan dari kengerian terhadap api menjadi rasa penasaran dan keberanian untuk mencoba. Cara yang mudah untuk meyakinkan peserta untuk mencoba berjalan di atas api adalah dengan pemberian contoh oleh instruktur maupun orang-orang yang dengan gembira mencoba berjalan di atas api. Teknik ‘modelling’ ini terbukti sukses membuat seorang yang penakut menjadi orang yang berani.
Modelling merupakan salah satu kiat utama dalam pelatihan NLP. Dengan meniru seorang model maka seseorang bisa berpotensi untuk mencapai prestasi seperti sang model. Anthony Robbins pernah melatih sekelompok tentara yang sulit menembak secara jitu menjadi para penembak jitu dalam waktu yang singkat. Caranya adalah, beberapa tentara penembak jitu dijadikan model oleh Robbins untuk dipelajari cara bersikap memegang senapan, berdiri, dan apa yang dipikirkan saat akan menembak. Semua trik dari si model ditiru dan diajarkan kepada tentara lain yang masih gagal menembak jitu. Setelah mereka dilatih berdasar sikap dan pikiran si model, ternyata prestasi para tentara tersebut dalam menembak jitu meningkat drastis.
Teknik modelling ini juga digunakan psikolog Albert Bandura untuk terapi fobia ular. Seorang aktor yang tidak takut ular pura-pura ketakutan melihat ular, kemudian berusaha menenangkan diri, hingga akhirnya mampu menyentuh dan kemudian memegang ular. Adegan ini dipertontonkan kepada kepada seorang yang fobia ular. Ajaib, orang tersebut kemudian menjadi berani memegang ular. hal ini dijelaskan Bandura bahwa dengan memasukkan citra baru (visualisasi) tentang seorang yang berani memegang ular, citra tersebut akan mengubah persepsi penderita fobia terhadap ular. Kalau orang lain bisa tentunya dia juga bisa dong, begitu kira-kira persepsi baru yang ditanamkan ke dalam pikiran pasien.
Kembali ke Fire Walking tadi, ada dua hal menarik yang bisa dicapai dengan simulasi tersebut.
Pertama, peserta menjadi tahu bahwa ketakutan terhadap tantangan untuk berjalan di atas api lebih banyak disebabkan oleh persepsi di pikiran dia. Kenyataannya berjalan di atas api tidak semenakutkan dan tidak berbahaya seperti yang disangka. Apalagi dengan diberi contoh oleh instruktur maupun peserta yang sudah menjalani, maka persepsi bahwa dia juga bisa menjadi semakin kuat. Persepsi itu kemudian dikukuhkan dengan dia sendiri berhasil melewati tantangan berjalan di atas api. Hasilnya adalah peningkatan luar biasa rasa percaya diri peserta. Jadi bisa disimpulkan: sesuatu yang menakutkan seringkali tidak semenakutkan yang tampak. Jalani saja maka Anda akan dapatkan hal yang menakutkan itu tidak terlalu menakutkan.
Kedua, peserta menjadi sadar bahwa cara terbaik melalui kesulitan adalah dengan terus bergerak! Berjalan di atas api akan sangat aman bila kita terus berjalan. Kalau berhenti maka panas bara api akan menyengat kaki. Terus berjalan, maka Anda aman. Demikian pula dalam menghadapi kesulitan hidup, strategi terbaik adalah terus menjalaninya hingga akhirnya masalah terselesaikan. Berhenti diam berakibat justru celaka. Jadi, jangan berhenti, teruslah berjalan, jalanilah dengan sabar!
Acara fire-walking diuji coba untuk mahasiswa Teknik Penerbangan ITB dalam acara outbond di Maribaya Lembang. Hasilnya, semua peserta sukses dan gembira.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar