Jumat, 30 Desember 2011

Shalat Jum’at Dengan Empat Bilangan

Bahwa sesungguhnya orang shalat Jum’at dengan bilangan empat mengikuti pendapat yang lemah itu adalah sah apabila mengamalkan syarat-syaratnya sebagaimana yang berlaku dalam bilangan 40 orang, dan juga hendaklah jangan mengulang (mu’adah) 61) dengan shalat Dhuhur. Keburukan mu’adah ialah kemudian dapat menimbulkan keragu-raguan dalam hati, sebab menyangka kurang bilangan Jum’at. Yang begitu jelas tidak sah ragu-ragu dalam hati.


Konsekuensi I’adah
Kadang sunnah mu’adah itu dapat menyebabkan haram bagi orang yang wajib melakukan qadla yang mendesak (mudlayyaq),62) dan kadang malas, sebab banyak kepayahan mendatangi Jum’at serta shalat Dhuhur. Hal itu patut kemudian menakibatkan bertambah rusak. Berbeda dibuat mantap bilangan shalat Jum’at dengan empat orang yang benar ilmunya. Berhasil sah dan mudah mencari empat orang di dalam pedesaan untuk bilangan Jum’at. Sangat sulit kumpul 40 orang yang dapat dijadikan bilangan Jum’at bagi orang-orang pedesaan (waktu itu).

Tidak didapati memilih 40 orang bilangan Jum’at (yang memenuhi syarat) kecuali yang sudah berjalan shalat Jum’atnya menjadi terlantar. Sementara, shalat Dhuhurnya tidak sah juga, sebab masih pada awal waktu. Shalat Dhuhur dapat dilaksanakan hanya sekedar cukup (untuk shalat Dhuhur) yaitu diahirkan shalat Dhuhur sampai waktu tahrim.63) Ibadah seperti itu sulit dikerjakan dan menjadi tidak sah, karena ibadah dilakukan dengan sikap keragu-raguan.

Alternatif dan Solusi Bilangan Jum’at
Berdasarkan pengamatan Syaih Ahmad Rifa’I, bahwa kondisi umat Islam di Jawa waktu itu dalam melaksanakan shalat Jum’at sangat memperihatinkan. Bilangan 40 orang yang bertanggung jawab atas kebenaran shalat mingguan itu ternyata banyak yang tidak memenuhi persyaratan. Oleh karena itu, kemudian beliau merasa berkewajiban menata kembali aau mereformasi shalat Jum’at. Alternatif dan solusi yang didakwahkan, ialah memilih pendapat Imam Syafi’I yang qadim, yaitu dengan bilangan empat atau duabelas orang. Hal ini dimaksudkan, agar tidak terjadi pengosongan masjid atau pengamalan yang tidak benar. Dengan demikian syiar Islam dalam shalat Jum’at terus berjalan.

Sudah jelas tidak benar bilangan Jum’at hanya 40 orang yang didalamnya tercampur orang yang rusak bacaan (ummi)64 ) karena sengaja tidak mau belajar. Dalam Riayat al-Himmat disebutkan :

“Dan bila terdapat hanya 40 orang bilangan Jum’at, dan di dalam mereka tercampur seorang ummi yang sudah jelas taqsir65 )dalam belajar Fatihah, dan semua bacaan wajib, maka tidak sahlah shalat Jum’at mereka, karena shalatnya si ummi menjadi batal, maka kurang hitungan mereka. Apabila si ummi tidak taqsir dan imamnya qari’66 ) benar bacaan, maka sah shalat Jum’at mereka. Seperti apabila terdapat semua bilangan Jum’at itu ummi dalam derajat yang satu (sama) manunggal tidak taqsir, selain imam, maka sahlah Jum’at mereka”. (Riayat al-Himmat: I/177).67 )

61) Mu’adah ialah mengulang kembali shalat fardlu yang telah dikerjakan di masa lalu, karena terdapat padanya kesalahan, sehingga shalat itu tidak sah. Seperti shalat yang tidak memenuhi rukun dan syarat atau melanggar salah satu batalnya shalat, maka wajib mengulang kembali ketika shalatnya sudah benar .
62) Syaih Ibnu Hajar al-Haitami mengatakan :
Syaihina Ahmad Ibnu Hajar ra. Berkata : “Yang dhahir bahwa sesungguhnya bagi orang yang mempunyai qadla shalat, seluruh waktunya harus digunakan untuk mengqadla shalat, kecuali untuk kebutuhan hajatnya yang mendesak. Dan sesungguhnya haram baginya melakukan shalat sunnah”. (Fath al-Muin pada Hamisy Ianat al-Thalibin: I/23).
63) Waktu Tahrim yaitu mengahirkan waktu sekiranya waktu tersebut sudah tidak dapat dipergunakan untuk mengerjakan shalat. Dalam mengahirkan waktu shalat Dhuhur karena menunggu pelaksanaan shalat Jum’at yang benar, ialah sekira salam shalat Dhuhur itu selesai lalu masuk waktu Ashar. (al-Bajuri: I/123). Hal ini sangat sulit untuk dilaksanakan. Maka pandangan Syaih Ahmad Rifa’I, mengenai perlunya mendirikan shalat Jum’at dengan bilangan empat atau duabelas orang ini tepat sekali untuk diamalkan.
64) Ummiyu atau Ummi ialah orang yang tidak bisa membaca bacaan dalam shalat secara benar dan tidak bisa menulis (Qamus al-Ma’ab: 21).
65) Taqsir ialah orang yang jahil sengaja tidak mau belajar ilmu agama. Padahal ia seorang baligh yang berakal sehat dan hidup di tengah para ulama atau dekat ulama yang mengajarkan ilmu agama sesuai kebutuhab masyarakat (Riayat al-Himmat: I/25).
66) Imam Qari’ ialah orang yang diikuti dalam shalat jamaah Jum’at atau shalat lainnya dengan bacaan yang benar mahraj huruf bacaan, sesuai dengan ilmu Tajwid (Abyan al-Hawaij: II/303-304).
67) Dapat dilihat pula dalam Fath al-Muin, Hal. 40 atau Hamisy Ianat al-Thalibin, jilid II, Hal. 57.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar