Bagi Allah, tidak ada yang tersembunyi. Serapat-rapat manusia
menyimpan rahasia, Allah pasti mengetahuinya. Sekelebat mata yang
berkhianat, Allah mengetahuinya. Niat hati yang tersimpan rapi, Allahpun
mengenalinya. Al-Qur’an telah menjelaskan hal tersebut: “Dia mengetahui
(pandangan) mata yang berkhianat dan apa yang disembunyikan oleh hati.”
(QS. Ghafir: 19)
Lebih jauh dari itu, rahasia di balik rahasiapun, diketahui-Nya.
Sesuatu yang sudah mengendap lama atau yang telah terlupakan oleh
manusia, serta segala yang kini telah berada di bawah sadarnya, Allah
tetap mengetahuinya.
Dia berfirman:
“Jika kamu mengeraskan ucapanmu, maka sesungguhnya Dia
(mengetahuinya serta) mengetahui rahasia dan yang lebih tersembunyi
(dari rahasia).” (QS. Thaaha: 19)
Lalu, dapatkah kita bersembunyi dari pantauan-Nya? Dapatkah kita
merahasiakan sesuatu di hadapan Allah? Dapatkah kita keluar dari
monitoring-Nya?
Sungguh, Allah bahkan telah mengetahui segala sesuatu sebelum
terjadi, karena Dialah yang membuat rencana, Dia pula eksekutornya.
“Tiada satu bencanapun yang menimpa di bumi dan (tidak pula) pada
dirimu sendiri melainkan telah tertulis dalam kitab (Lauhul Mahfudz)
sebelum Kami menciptakan-Nya. Sesungguhnya yang demikian itu adalah
mudah bagi Allah.” (QS. Al-Hadid: 22)
Tidak hanya itu, bahkan Allah-lah sumber dari segala sumber ilmu. Dia
tidak saja sekadar tahu, tapi Dia adalah sumber pengetahuan. Perlu
diketahui bahwa ilmu Allah itu bukan hasil dari sesuatu, tapi segala
sesuatu yang ada dan terjadi di dunia (nomena dan fenomena) ini
merupakan hasil dari ilmu-Nya. Allah berfirman: “Allah mengetahui
apa-apa yang di hadapan mereka dan di belakang mereka, dan mereka tidak
mengetahui apa-apa dari ilmu Allah melainkan apa yang dikehendaki-Nya.”
(Al-Baqarah: 255)
Meskipun demikian, Allah tidak mau memonopoli ilmu-Nya sendiri. Dia
mau berbagi (sharing) kepada makhluk-Nya, terutama kepada manusia. Dia
menstransformasi dan mengajari manusia melalui “qalam”, sebagaimana
firman-Nya: “Yang mengajari manusia dengan media qalam, mengajar apa
yang mereka tidak ketahui.” (QS. Al-Alaq: 4-5)
Khusus dalam hal ilmu ini, manusia dibebaskan menyandang gelar aliim
bagi mereka yang telah sampai pada kualifikasi tertentu. Orang yang
berpengetahuan boleh disebut aliim, sama dengan Asma yang disandang
Allah. Akan tetapi harus disadari bahwa ilmu manusia tetaplah tak
sebanding dengan ilmu Allah, bahkan tidak ada apa-apanya. “Tidaklah kamu
diberi pengetahuan melainkan sedikit.” (QS. Al-Israa: 85)
Untuk menggambarkan betapa sedikitnya ilmu manusia, Al-Qur’an
menegaskan: “Katakanlah, sekiranya lautan menjadi tinta untuk (menulis)
kalimat-kalimat Tuhanku, sungguh habislah lautan itu sebelum habis
(ditulis) kalimat-kalimat Tuhanku, meskipun Kami datangkan tambahan
sebanyak itu (pula).” (QS. Al-Kahfi: 109)
Sekalipun sedikit, asal tidak disombongkan, Allah senantiasa
mengangkat derajat mereka yang berilmu. Bagi yang menuntut ilmu, Allah
mengganjarnya dengan pahala yang besar. Sedang bagi mereka yang telah
berilmu, Allah mengangkat derajatnya.
Allah berfirman:
“...Dan apabila dikatakan: “Berdirilah kamu, maka berdirilah, niscaya
Allah akan meninggikan orang-orang yang beriman di antaramu dan
orang-orang yang diberi ilmu pengetahuan beberapa derajat. Dan Allah
Maha Mengetahui apa yang kamu kerjakan.” (QS. Al Mujadalah: 11)
Itulah sebabnya Rasulullah diperintahkan agar senantiasa berdo’a
agar diberi tambahan ilmu. “(Bermohonlah wahai Muhammad) Ya Tuhanku,
tambahkanlah kepadaku ilmu pengetahuan.” (QS. Thaaha: 114)
Ilmu yang diharap oleh Rasulullah saw tentu saja ilmu yang
menimbulkan dampak positif dalam kehidupan, yaitu ilmu yang melahirkan
amal shalih yang sesuai dengan petunjuk Ilahi. Ilmu inilah yang akan
menimbulkan kesadaran tentang jatidiri manusia yang merasa dhaif di
hadapan Allah swt. Dalam pandangan islam, ilmu yang hakiki adalah ilmu
yang mengantarkan pemiliknya kepada iman, dan ketundukan kepada Allah
swt.
Sebagaimana firman-Nya:
“Sesungguhnya orang-orang yang diberi ilmu pengetahuan sebelumnya
apabila al-Qur’an dibacakan kepada mereka, mereka menyungkur atas muka
mereka sambil bersujud. Mereka berkata, Mahasuci Tuhan kami,
sesungguhnya janji Tuhan kami pasti terlaksana. Dan mereka menyungkur
atas muka mereka sambil menangis dan mereka bertambah khusyu’.” (QS.
Al-Israa: 107-109). (Hamim Thohari)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar