"Allah melapangkan rizki bagi siapa saja yang dikehendaki di antara
hamba-hamba-Nya dan Dia pula yang menyempitkan baginya. Sesungguhnya
Allah Maha Mengetahui segala sesuatu." (QS. Al-Ankabuut: 62)
Al-Baasith adalah nama Allah yang menyertai bahkan tak terpisahkan
dengan nama sebelumnya, yaitu Al-Qaabidh. Jika Al-Qaabidh bermakna
menyempitkan, maka Al-Baasith berarti sebaliknya, Maha Melapangkan. Kata
al-Baasith sendiri berasal dari ba-sa-tha yang berarti keterhamparan,
kemudian dikembangkan menjadi “memperluas” atau ”melapangkan”.
Adalah hak absolut Allah untuk melapangkan atau menyempitkan rizki
hamba-hamba-Nya, sebagaimana pula hak absolutNya memperpanjang dan
memperpendek umur mereka. Sebagian orang dimudahkan mendapat rizki
sehingga harta kekayaannya melimpah, sebagian yang lain disempitkan
rizkinya sehingga hidupnya pas-pasan atau malah kekurangan. Dialah yang
mengetahui rahasia di balik pembagian rizki yang tidak merata.
Sebagian dari rahasia itu dibuka oleh Allah dalam firman-Nya: ”Dan
jika Allah melapangkan rizki kepada hamba-hamba-Nya tentulah mereka akan
melampaui batas di muka bumi, tetapi Allah menurunkan apa yang
dikehendaki-Nya dengan ukuran. Sesungguhnya Dia Maha Mengetahui
(keadaan) hamba-hamba-Nya lagi Maha Melihat.” (QS. Asy-Syuura: 27)
Ayat di atas mengandung pesan yang tegas, bahwa terhadap distribusi
rizki yang tidak merata itu jangan disikapi dengan suudzan, berburuk
sangka seolah-olah Allah tidak adil kepada hamba-hamba-Nya. Pesan itu
menjadi semakin terang setelah Allah menutup ayat di atas dengan
menyatakan bahwa Dia Maha Mengetahui dan Maha Melihat.
Sikap negatif lain yang harus dihindari adalah iri hati atau hasad.
Sudah merupakan sunnah-Nya bahwa ada sebagian diberi kelebihan rizki
dibandingkan yang lain. Allah berfirman:
”Dan jangalah kamu iri hati terhadap apa yang dikaruniakan Allah
kepada sebagian kamu lebih banyak dari sebagian yang lain.” (QS.
An-Nisaa: 32)
Kita hendaknya lapang dada menerima perbedaan tersebut, sembari terus
berusaha keras dan cerdas untuk mengais rizki-Nya. Hari ini mungkin
Allah menyempitkan, tapi siapa tahu justru besok Allah akan melapangkan.
Semua itu adalah rahasia-Nya. Bagi kita, yang penting adalah ikhtiar
dan berdo’a.
”Dialah yang menjadikan bumi itu mudah bagimu, maka berjalanlah di
segala penjurunya, dan makanlah dari sebagian rizki-Nya.” (QS. Al-Mulk:
15)
Bagi mereka yang dilapangkan rizkinya, hendaknya senantiasa menyadari
bahwa rizki itu amanah dan titipan Allah. Kekayaan, jabatan,
popularitas, dan kedudukan yang tinggi jangan menjadikan lupa diri,
sombong, dan takabbur. Jangan seperti orang yang disebut dalam ayat di
bawah ini:
”Jika kami memberi kesenangan kepada manusia, ia berpaling dan
menjauhkan diri, dan bila ia ditimpa kemalangan, ia berdo’a
berpanjang-panjang.” (QS. Fushshilat: 51)
”Bila Kami rasakan kepadanya suatu rahmat dari Kami sendiri, setelah
ada kemalangan menimpanya, pasti ia berkata: Ini karena usahaku sendiri,
dan aku tak yakin akan terjadi hari kiamat.” (QS. Fushshilat 50)
Kaum Muslimin yang menyadari dan berusaha mencontoh nama dan
sifat-Nya Al-Baasith, akan berusaha sekuat tenaga untuk memberi
kelapangan kepada siapa saja yang membutuhkannya. Kekayaan yang
diberikan Allah tidak digunakan untuk kesenangan dirinya sendiri, tetapi
didistribusikan kepada masyarakat sekitarnya, terutama terhadap fakir
miskin dan para mustadh’afiin. Mereka sadar bahwa di dalam hartanya ada
hak mereka yang harus dikeluarkan.
Akhirnya, marilah kita menyikapi kelapangan rizki itu sebagaimana sikap Nabi Sulaiman yang senantiasa berdo’a:
”Tuhanku! Berilah aku kesempatan untuk berterimakasih atas nikmat-Mu
yang Engkau limpahkan kepadaku dan kepada kedua orangtuaku, dan supaya
aku dapat mengerjakan perbuatan yang baik yang Engkau ridhai, dan
masukkanlah aku dengan rahmat-Mu ke dalam hamba-hamba-Mu yang shaleh”.
(QS. An-Naml: 19)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar