A. AL-QUR’AN
Al-Qur’an secara
ilmu kebahasaan berakar dari kata qaraa yaqrau qur’anan yang bererti
“bacan atau yang dibaca”. Secara general Al-Qur’an didefenisikan sebagai
sebuah kitab yang berisi himpunan kalam Allah, suatu mukjizat yang
diturunkan kepada Nabi Muhammad SAW. melalui perantaraan malikat Jbril,
ditulis dalam mushaf yang kemurniannya senantiasa terpelihara, dan
membacanya merupakan amal ibadah.
Al- Qur’an adalah kitab induk,
rujukan utama bagi segala rujukan, sumber dari segala sumber, basis
bagi segala sains dan ilmu pengetuhan, sejauh mana keabsahan ilmu harus
diukur standarnya adalah Al-Qur’an. Ia adalah buku induk ilmu
pengethuan, di mana tidak ada satu perkara apapun yang terlewatkan[1],
semuanya telah terkafer di dalamnya yang mengatur berbagai asfek
kehidupan manusia, baik yang berhubungan dengan Allah (Hablum minallah);
sesama manusia (Hablum minannas); alam, lingkungan, ilmu akidah, ilmu
sosial, ilmu alam, ilmu emperis, ilmu agama, umum dan sebgaianya.(Q.S.
Al-an’am: 38). Lebih lanjut Achmad Baiquni mengatakan, “sebenarnya
segala ilmu yang diperlukan manusia itu tersedia di dalam Al-Qur’an”[2].
Salah
satu kemu’jizatan (keistimewaan) Al-Qur’an yang paling utama adalah
hubungannya dengan sains dan ilmu pengetahuaan, begitu pentingnya sains
dan ilmu pengetahuan dalam Al-Qur’an sehingga Allah menurunkan ayat yang
pertama kali Q.S Al-‘alaq 96/1-5.
1.Bacalah dengan (menyebut)
nama Tuhanmu yang Menciptakan, 2. Dia Telah menciptakan manusia dari
segumpal darah, 3. Bacalah, dan Tuhanmulah yang Maha pemurah, 4. Yang
mengajar (manusia) dengan perantaran kalam, 5. Dia mengajar kepada
manusia apa yang tidak diketahuinya.
Ayat tersebut di atas
mengandung perintah membaca, membaca berarti berfikir secara teratur
atau sitematis dalam mempelajari firman dan ciptaannya, berfikir dengan
menkorelasikan antara ayat qauliah dan kauniah manusia akan mampu
menmukan konsep-konsep sains dan ilmu pengetahuan. Bahkan perintah yang
pertama kali dititahkan oleh Allah kepada Nabi Muhammada SAW. dan umat
Islam sebelum perintah-perintah yang lain adalah mengembangkan sains dan
ilmu pengetahuan serta bagaimana cara mendapatkannya. tentunya ilmu
pengetahuan diperoleh di awali dengan cara membaca, karena membaca
adalah kunci dari ilmu pengetahuan, baik membaca ayat qauliah maupun
ayat kauniah, sebab manusia itu lahir tidak mengethui apa-apa,
pengetahuan manusia itu diperoleh melalui proses belajar dan melalui
pengalaman yang dikumpulkan oleh akal serta indra pendengaran dan
penglihatan[3] demi untuk mencapai kejayaan, kebahagian dunia dan
akhirat. Dalam Al-Qur’an terdapat kurang lebih 750[4] ayat rujukan yang
berkaitan dengan ilmu pengetahuan sementara tidak ada agama atau
kebudayaan lain yang menegaskan dengan begitu tegas akan kepentingan
ilmu dalam kehidupan manusia. Ini membuktikan bahwa betapa tingginya
kedudukan sains dan ilmu pengetauan dalam Al-Qur’an (Islam). Al-Qur’an
selalu memerintahkan kepada manusia untuk mendayagunakan potensi akal,
pengamatan , pendengaran, semaksimal mungkin[5].
Islam adalah
satu-satunya agama di dunia yang sangat (bahkan paling) empatik dalam
mendorong umatnya untuk menuntut ilmu, bahkan Al-Qur’an itu sendiri
merupakan sumber ilmu dan sumber insfirasi berbagai disiplin ilmu
pengetahuan sains dan teknelogi. Betapa tidak, Al-Qur’an sendiri
mengandung banyak konsep-konsep sains, ilmu pengetahuan dan teknelogi
serta pujian terhadap orang-orang yang berilmu. Dalam Q.S. Al-Mujadalah
58/11 Allah berfirman, “Allah akan mengangkat orang-orang yang beriman
di antara kamu dan orang-orang yang berilmu pengetahuan beberapa
derajat”. Selain Al-Qur’an, Hadits-hadits Nabi juga sangat banyak yang
mendorong dan menekankan, bahkan mewajibkan kepada umatnya untuk
menuntut ilmu. Sebgaimana sabda beliau.
طلب العلم فريضة على كل مسلم ومسلمة (رواه ابن عبد البر )
طلب العلم فريضة على كل مسلم ومسلمة (رواه ابن عبد البر )
“Menuntut ilmu itu suatu kewajiban kepada setiap muslim laki-laki dan perempuan[6]”.
Hadits
ini membrikan dorongan yang sangat kuat bagi kaum muslimin untuk
belajar mencari ilmu sebanyak-banyaknya, baik ilmu-ilmu agama maupun
ilmu-ilmu umum, karena suatu perintah kewajiban tentunya harus
dilaksanakan, dan berdosa hukumnya jika tidak dikerjakan. Lebih lanjut
Rasulullah mewajibkan kepada umatnya untuk menuntut ilmu sepanjang
hayatnya, tanpa di batasi usia, ruang, waktu dan tempat sebagaimana
sabdanya “Tuntutlah ilmu dari buayan sampai liang lahat)”. Dan
“Tuntutlah ilmu sekalipun ke negeri Cina”. Dorongan dari al-Qur’an dan
perintah dari Rasul tersebut telah diperaktekkan oleh generasi Islam
pada masa abad pertengahan (abad ke 7-13 M)[7]. Hal ini terbukti dengan
banykanya ilmuan-ilmuan Muslim tampil kepentas dunia ilmu pengetahuan,
sains dan teknelogi, seperti Al-Farabi, Al-Kindi, Ibnu Sina,
Ikhwanusshafa, Ibn Miskwaih, Nasiruddin al-Thusi, Ibn rusyd, Imam
al-Ghazali, Al-Biruni, Fakhrudin ar-Razy, Imam Hanafi, Imam Malik, Imam
Syafi’I, Imam Hambali dan lain-lain. Ilmu yang mereka kembangkan pun
bebagai maca disiplin ilmu, bahkan meliputi segala cabang ilmu yang
berkembang pada masa itu, antara lain: ilmu Filsafat, Astrnomi, Fisika,
Astronomi, Astrologi, Alkemi, Kedokteran, Optik, Farmasi, Tasauf, Fiqih,
Tafsir, Ilmu Kalam dan sebagainya, pada masa itu kejayaan, kemakmuran,
kekuasaan dan politik berda di bawah kendali umat Islam, karena mereka
meguasai sains, ilmu pengetahuan dan teknelogi. Rasul pernah bersabda
“Umatku akan jaya dengan ilmu dan harta”. Banyak lagi hadits-hadits
beliau yang memberikan anjuran dan motivasi kepada umatnya untuk belajar
menuntut ilmu, namun dalam kesempatan ini tentunya tidak dapat
disebutkan semuanya.
B. SAINS DAN ILMU PENGETAHUAN
Sains
dan ilmu pengetahuan adalah merupakan salah satu isi pokok kandungan
kitab suci al-Qur’an. Bahkan kata ‘ilm itu sendiri disebut dalam
al-Qur’an sebanyak 105 kali, tetapi dengan kata jadiannya ia disebut
lebih dari 744 kali[8]. Sains merupakan salah satu kebutuhan agama
Islam, betapa tidak setiap kali umat Islam ingin melakasanakan ibadah
selalu memerlukan penentuan waktu dan tempat yang tepat, umpamanya
melaksanakan shalat, menentukan awal bulan Ramadhan, pelaksanaan haji
semuanya punya waktu-waktu tertentu dan untuk mentukan waktu yang tepat
diperlukan ilmu astronomi. Maka dalam Islam pada abad pertengahan
dikenal istilah “ sains mengenai waktu-waktu tertentu”[9]. Banyak lagi
ajaran agama yang pelaksanaannya sangat terkait erat dengan sains dan
teknelogi, seperti untuk menunaikan ibadah haji, bedakwah menyebarkan
agama Islam diperlukan kendraan sebagai alat transportasi. Allah telah
meletakkan garis-garis besar sains dan ilmu pengetahuan dalam al-Qur’an,
manusia hanya tinggal menggali, mengembangkan konsep dan teori yang
sudah ada, antara lain sebagaimana terdapat dalam Q.S Ar-Rahman: 55/33.
Hai
jama''ah jin dan manusia, jika kamu sanggup menembus (melintasi)
penjuru langit dan bumi, Maka lintasilah, kamu tidak dapat menembusnya
kecuali dengan kekuatan (Q.S Ar-Rahman: 55/33).
Ayat di atas
pada masa empat belas abad yang silam telah memberikan isyarat secara
ilmiyah kepada bangsa Jin dan Manusia, bahwasanya mereka telah di
persilakan oleh Allah untuk mejelajah di angkasa luar asalkan saja
mereka punya kemampuan dan kekuatan (sulthan); kekuatan yang dimaksud di
sisni sebagaimana di tafsirkan para ulama adalah ilmu pengetahuan atau
sains dan teknelogi, dan hal ini telah terbukti di era mederen sekarang
ini, dengan di temukannya alat transportasi yang mampu menmbus angksa
luar bangsa-bangsa yang telah mencapai kemajuan dalam bidang sains dan
teknelogi telah berulang kali melakukan pendaratan di Bulan, pelanet
Mars, Juipeter dan pelanet-pelanet lainnya.
Kemajuan yang telah
diperoleh oleh bangsa-bangsa yang maju (bangsa barat) dalam bidang ilmu
pengetahuan, sains dan teknelogi di abad modren ini, sebenarnya
merupakan kelanjutan dari tradisi ilmiah yang telah dikembangkan oleh
ilmuan-ilmuan muslim pada abad pertengahan atau dengan kata lain ilmuan
muslim banyak memberikan sumbangan kepada ilmua barat, hal ini
sebagaimana diungkapkan oleh Badri Yatim dalam bukunya Sejarah Perdaban
Islam “kemajuan Barat pada mulanya bersumber dari peradaban Islam yang
masuk ke Eropa melalui Spanyol[10]” dan ini di akui oleh sebagian
mereka. Sains dan teknelogi baik itu yang ditemukan oleh ilmuan muslim
maupun oleh ilmuan barat pada masa dulu, sekarang dan yang akan datang,
itu semua sebagai bukti kebenaran informasi yang terkandung di dalam
al-qur’an, karena jauh sebelum peristiwa penemuan-penemuan itu terjadi
al-Qur’an telah memberikan isyarat-isyarat tentang hal itu, dan ini
termasuk bagian dari kemukjizatan al-Qur’an, dimana kebenaran yang
terkandung didalamnya selalu terbuka untuk dikaji, didiskusikan,
diteliti, diuji dan dibuktikan secara ilmiyah oleh sipa pun.
C. KAREKTERISTIK SAINS ISLAM
Allah
SWT. telah menganugrahkan akal kepada manusia, suatu anugrah yang
sangat berharga, yang tidak diberikan kepada makhluk lain, sehingga umat
manusia mampu berpikir kritis dan logis. Agama Islam datang dengan
sifat kemuliaan sekaligus mengaktifkan kerja akal serta menuntunnya
kearah pemikiran Islam yang rahmatan lil’alamin. Artinya bahwa Islam
menempatkan akal sebagai perangkat untuk memperkuat basis pengetahuan
tentang keislaman seseorang sehingga ia mampu membedakan mana yang hak
dan yang batil, mampu membuat pilihan yang terbaik bagi dirinya, orang
lain, masyarakat, lingkungan, agama dan bangsanya[11].
Sains
Islam bukanlah suatu yang terlepas secara bebas dari norma dan etika
keagamaan, tapi ia tetap dalam kendali agama, ia tumbuh dan berkembang
bersamaan dengan tumbuh dan berkembangnya Islam . Karena antara agama
dan sains dalam Islam tidak ada pemisahan, bahkan sains Islam bertujuan
untuk menghantarkan seseorang kepada pemahaman yang lebih mendalam
terhadap rahasi-rahasia yang terkandung dalam ayat-ayat Allah, baik ayat
qauliah maupun ayat kauniah melalui pendayagunaan potensi nalar dan
akal secara maksimal. Sains Islam tetap merujuk kepada sumber aslinya
yakni Al-Qur’an dan Hadits, tidak hanya berpandu kepada kemampuan akal
dan nalar semata, tetapi perpaduan anatara dzikir dan fikir, sebab bila
hanya akal dan nalar yang menjadi rujukan, maka tidak jarang hasil
temuaannya bertentangan ajaran agama atau disalah gunakan kepada hal-hal
yang menyimpang dari norma-norma dan ajaran agama. Hasil penemuan
tersbut bisa-bisa tidak mendatangkan manfaat tepi malah mendatangkan
mafsadah, kerusakan, dan bencana di sana sini.
Berbeda halnya
dengan sains dan ilmu pengetahuan dalam agama Kristen, dalam agama
Kristen sains dan ilmu pengetahuan tidak ada ikatan dengan agama, karena
antara Gereja dan ilmuan ada pertentangna yang sangat tajam sebagaimana
kita dapati dalam fakta sejarah dihuukm matinya seorang ilmuan Galileo
Galilei (1564-1050M) hanya disebabkan pendapatnya berbeda dengan Gereja
pada ketika itu. Para ilmuan Kristen dalam melakukan riset pengembangan
keilmuannya tidak ada panduan wahyu sama sekali, maka tidak jarang atau
sering kali hasil penemuan ilmiyah mereka tidak sejalan dengan etika
moral keagamaan, menyimpang dari ajaran agama dan hal ini dimaklumi
karena akal punya keterbatasan untuk mengungkapkan nilai-nilai kebenaran
bila tidak didukung dan dipandu oleh wahyu. Agama, sains dan ilmu
pengetahuan dalam agama Kristen berjalan sendiri-sendiri tidak ada
keterikatan antara keduanya.
Karekteristik dari sains Islam
adalah keterpaduan antara potensi nalar, akal dan wahyu serta dzikir dan
fikir, sehingga sains yang dihasilkan ilmuan Muslim batul-betul Islami,
bermakna, membawa kesejukan bagi alam semesta, artinya mendatangkan
manfaat dan kemaslahatan bagi kepentingan umat manusia sesuai dengan
misi Islam rahmatan lil’alamin. Sains Islam selalu terikat dengan
nilai-nilai dan norma agama dan selalu merujuk kepada Al-Qur’an dan
Sunnah, dan ia membantu menghantarkan para penemunya kepada pemahaman,
keyakinan yang lebih sempurna kepada kebanaran informasi yang terkandung
dalam ayat-ayat Allah, yang pada akhirnya dapat meningkatkan keimanan,
ketakwaan kepada Allah, mengakui keagungan, kebesaran, dan kemaha
kuasan-Nya.
[1] Mulyadhi Kartanegara, Reaktualisasi Tradisi Ilmiah Islam, Baitul Ihsan, Jakarta Pusat, 2006. h. 119.
[2] Achmad Baiquni, Al-Qur’an dan Ilmu Pengetahuan Kealaman, PT. Dana Bakhti Prima Yasa, Yogyakarta, 1997. h. 17.
[3] H.G. Sarwar, Filsafat Al-Qur’an, PT. Raja Grafindo Persada, Jakarta, 1994. h. 125.
[4] DEPAG, Sains Menurut Perespektif Al-qur’an, PT. Dwi Rama, 2000. h. 3.
[5] Muhammad Tholhah Hasan, Prospek Islam Dalam Menghadapi Tantangan Zaman, Lantabora Press-Jakarta, 2005. h. 288.
[6] S.M. Zainuddin Alvi, Pemikiran Pendidikan Islam Pada Abad Klasik dan Pertengahan, Angkasa Bandung, 2003. h. 19.
[7]
Media Islamika, MI, Vol. 4, No. 1, Mei 2007. h. 61. Jurnal Kedokteran,
Kesehatan dan Keislaman Fak. Kedokteran dan Ilmu Kesehatan UIN S
Jakarta.
[8] M. Dawam Rahardjo, Ensiklopedi Al-Qur’an Tafsir Sosila Berdasarkan Konsep-konsep Kunci, Paramadina, 2002. h. 531.
[9] Howard R. Turner, Sains Islam Yang Mengagungkan Sebuah Catatan terhadap Abad Pertengahan, Nuansa, Bandung, 2004. h. 75.
[10] Badri Yatim, Sejarah Peradaban Islam, PT. Raja Grafindo Persada, Jakarta, 1997. h. 2.
[11] R.H.A. Sahirul Alim, Menguak Keterpaduan Sains, Teknelogi dan Islam, Titian Ilahi Press, Yogyakarta, 1999. h. 71
Oleh: Abdul Karim Lubis
(Mhs. Psca Sarjana UIN S Jakarta/Guru PAI SMA Mujahidin Pontianak)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar