لاَ بُدَّ مِنْ تَبْيِيْتِ النِّيَّةِ لِلصَّائِمِ، بِأَنْ يَنْوِيَ الصَّوْمَ قَبْلَ اْلفَجْرِ لِأَنَّهَا رُكْنٌ.
Harus berniat pada malam hari bagi orang yang berpuasa, dengan berniat puasa sebelum subuh, karena niat itu adalah rukun.
لاَ يُشْتَرَطُ فيِ النِّيَّةِ التَّلَفُّظُ بِهَا، بَلْ يَكْفِي أَنْ يَعْزِمَ فيِ قَلْبِهِ عَلىَ الصَّوْمِ.
صِيَامُ التَّطَوُّعِ (اَلنَّفْلِ) يُجْزِئُ فِيْهِ أَنْ يَنْوِيَ الصَّوْمَ ضُحًى قَبْلَ الظُّهْرِ.
Puasa sunnah cukup berniat puasa pada waktu dhuha sebelum dhuhur.
يَفْسُدُ الصَّوْمُ بِتَنَاوُلِ شَيْءٍ مِنَ الطَّعَامِ، وَلَوْ قَدْرَ سَمْسَمَةٍ، أَوْ قَطْرَةِ مَاءٍ
Puasa itu batal dengan makan sesuatu dari makanan, walaupun sebutir nasi atau setetes air.
إِذَا أَكَلَ أَوْ شَرِبَ نَاسِيًا فَصِيَامُهُ صَحِيْحٌ، لِأَنَّهُ رِزْقٌ سَاقَهُ اللهُ إِلَيْهِ فَلاَ قَضَاءَ عَلَيْهِ.
Jika
makan atau minum karena lupa, maka puasanya tetap sah, karena hal itu
adalah rizki yang diberikan oleh Allah kepadanya, maka ia tidak wajib
qodlo.
لَوْ دَخَلَ الذُّبَابُ حَلْقَهُ، أَوِ الطَّحِيْنُ وَاْلغُبَارُ، لاَ يَفْسُدُ صُوْمُهُ، لِأَنَّهُ مَغْلُوْبٌ عَلَيْهِ.
Andaikata lalat masuk ke teng-gorokannya, atau debu tepung dan debu tanah, puasanya tidak batal, karena tidak bisa dielakkan.
لاَيَفْسُدُ الصَّوْمُ بِالتَّعَطُّرِ وَالتَّطَيُّبِ، وَلاَ بِشَمِّ الرَّيْحَانِ وَالْوَرْدِ.
Puasa tidak batal karena memakai parfum dan wangi-wangian, dan tidak pula dengan mencium bau harum dan bunga.
إِذَا ابْتَلَعَ مَا لَيْسَ بِغِذَاءٍ أَوْ دَوَاءٍ كَحَصَاةٍ أَوْ نَوَاةٍ، فَعَلَيْهِ الْقَضَاءُ دُوْنَ الْكَفَّارَةِ.
Jika ia menelan sesuatu selain makanan dan obat seperti kerikil dan biji-bijian, maka ia wajib qodlo tanpa membayar kafarat.
اَلْحُبْلَى
وَالْمُرْضِعُ إِذَا خَافَتَا عَلىَ أَوْلاَدِهِمَا، تُفْطِرَانِ
وَتَقْضِيَانِ مَعَ إِطْعَامِ مِسْكِيْنٍ عَنْ كُلِّ يَوْمٍ.
Wanita
hamil dan menyusui jika ia mengkhawatirkan anaknya, maka ia boleh
berbuka (tidak puasa) dan harus mengqodlo beserta memberi makan seorang
miskin setiap harinya.
إِذَا احْتَلَمَ الصَّائِمُ فيِ نَهَارِ رَمَضَانَ، فَصِيَامُهُ صَحِيْحٌ وَعَلَيْهِ اْلإِغْتِسَالُ.
Jika orang yang puasa itu mimpi basah di siang hari bulan Ramadhan, maka puasanya tetap sah dan ia wajib mandi besar.
لاَ يُشْتَرَطُ حُكْمُ اْلحَاكِمِ لِوُجُوْبِ الصِّيَامِ، فَإِذَا رَأَى أَحَدٌ اْلهِلاَلَ وَجَبَ عَلَيْهِ الصَّوْمُ.
Tidak disyaratkan ketetapan hakim (pemerintah) untuk wajib puasa, jika seseorang telah melihat hilal maka ia wajib berpuasa.
يُكْرَهُ
الصِّيَامُ يَوْمَ الشَّكِّ، وَهُوَ اْليَوْمُ الثَّلاَثِيْنَ مِنْ
شَعْبَانَ، الَّذِي يَشُكُّ فِيْهِ أَنَّهُ مِنْ شَعْبَانَ أَوْ رَمَضَانَ.
Makruh berpuasa pada hari syak, yaitu tanggal 30 Sya’ban, yang hari itu diragukan termasuk Sya’ban atau Ramadhan.
مَنِ اعْتَادَ صِيَامَ اْلإِثْنَيْنِ وَاْلخَمِيْسِ، وَصَدَفَ أَحَدُهُمَا يَوْمَ الشَّكِّ، فَلاَ يُكْرَهُ صِيَامُهُ لِلْمُعْتَادِ.
Orang
yang biasa (istiqomah) puasa senin dan kamis, dan salah satu hari
tersebut (senin atau kamis) bertepatan dengan hari syak, maka tidak
makruh puasanya bagi orang yang sudah terbiasa (istiqomah).
اَلْقَيْ
ءُ بِدُوْنِ تَعَمُّدٍ لاَ يُفْطِرُ الصَّائِمَ، لِحَدِيْثِ: "مَنْ قَاءَ
فَلاَ قَضَاءَ عَلَيْهِ، وَمَنِ اسْتَقَاءَ فَلْيَقْضِ.
Muntah
yang tidak disengaja tidak membatalkan puasa, berdasarkan hadist:
“Barang siapa yang muntah, maka ia tidak wajib qodlo, dan barang siapa
yang menyengaja muntah, maka ia harus mengqodlo”.
يَجُوْزُ لِلصَّائِمِ أَنْ يَحْتَجِمَ فيِ نَهَارِ رَمَضَانَ، وَيُكْرَهُ لَهُ اْلحِجَامَةُ إِنْ كَانَتْ تُضْعِفُهُ.
Orang
yang berpuasa boleh berbekam (cantuk) pada siang hari bulan Ramadhan,
akan tetapi dimakruhkan bebekam baginya, jika menyebabkannya lemah.
إِذَا جَامَعَ الصَّائِمُ فيِ نَهَارِ رَمَضَانَ، فَعَلَيْهِ اْلقَضَاءُ مَعَ الْكَفَّارَةِ بِاْلإِجْمَاعِ.
Jika
orang yang berpuasa berjima’ di siang hari bulan Ramadhan, maka ia
wajib qodlo dan membayar kafarat menurut ijma’ (kesepakatan ulama’).
اَلْكَفَّارَةُ
هِيَ تَحْرِيْرُ رَقَبَةٍ ــ عِتْقُ عَبْدٍ ــ فَإِنْ لَمْ يَجِدْ
فَصِيَامُ شَهْرَيْنِ مُتَتَابِعَيْنِ، فَإِنْ عَجَزَ عَنِ الصِّيَامِ
فَإِطْعَامُ سِتِّيْنَ مِسْكِيْنًا، وَلاَ يَصِحُّ اْلإِطْعَامُ إِلاَّ
عِنْدَ اْلعَجْ لِمَرَضٍ أَوْ شَيْخُوْخَةٍ.
Kafaratnya
yaitu memerdeka-kan seorang budak, jika ia tidak mendapati, maka puasa
dua bulan berturut-turut, dan jika ia tidak mampu berpuasa, maka
memberi makan enam puluh orang miskin, dan tidak sah memberi makan
kecuali ketika tidak mampu (berpuasa) karena sakit atau lanjut usia.
إِذَا أَفْطَرَ بِأَكْلٍ، أَوْ شُرْبٍِ، فَعَلَيْهِ اْلقَضَاءُ مَعَ اْلكَفَّارَةِ عِنْدَ أَبِي حَنِيْفَةَ وَمَالِكٍ.
Jika
membatalkan puasa (mokel: jawa) dengan makan atau minum, maka ia wajib
qodlo beserta membayar kafarat menurut Imam Abu Hanifah dan Imam
Malik.
تَقْضِى اْلحَائِضُ وَالنُّفَسَاءُ الصَّوْمَ، وَلاَ تَقْضِيَانِ الصَّلاَةَ،لِتَكَرُّرِالصَّلاَةِ دُوْنَ الصَّوْمِ.
Wanita
haid dan nifas harus mengqodlo puasanya, dan tidak perlu mengqodlo
sholatnya, karena sholat berulang-ulang lain halnya puasa.
اَلْحَائِضُ لاَ يَصِحُّ صَوْمُهَا، وَإِنْ صَامَتْ وَجَبَ عَلَيْهَا اْلقَضَاءُ، وَلاَ يُعْتَدُّ بِذَلِكَ الصَّوْمُ.
Wanita
haid puasanya tidak sah, sekalipun ia berpuasa ia tetap wajib qodlo,
dan tidak di hitung (tidak dianggap) puasanya (ketika haid).
إِذَا
حَاضَتِ اْلمَرْأَةُ أَثْنَاءَ النَّهَارِ، وَلَوْ قَبْلَ الْغُرُوْبِ
بِدَقَائِقَ، فَسَدَ صَوْمُهَا، وَعَلَيْهَا قَضَاءُ ذَلِكَ اْليَوْمِ.
Jika
wanita haid pada tengah hari, sekalipun beberapa menit sebelum
maghrib, maka puasanya batal dan ia wajib mengqodlo puasa hari
tersebut.
إِذَا أَذَّنَ اْلفَجْرَ وَالرَّجُلُ يَأْكُلُ أَوْ يَشْرَبُ، فَعَلَيْهِ أَنْ يُمْسِكَ فَوْرًا، وَصِيَامُهُ صَحِيْحٌ.
Jika
telah adzan fajar dan seseorang sedang makan atau minum, maka ia harus
imsak (berhenti) dengan segera, dan puasanya tetap sah.
اَلطَّهَارَةُ
مِنَ اْلجَنَابَةِ شَرْطٌ لِصِحَّةِ الصَّلاَةِ، وَالصَّوْمُ يَجُوْزُ
مَعَ الْجَنَابَةِ، وَيَحْرُمُ عَلَيْهِ تَأْخِيْرُ الطَّهَارَةِ
لِتَرْكِِهِ الصَّلاَةِ.
Bersesuci
dari jinabat (junub) adalah syarat sahnya sholat, sedangkan puasa boleh
dengan junub, akan tetapi harom mengakhirkan bersesuci, karena
meninggalkan sholat.
يَجُوْزُ
لِلْمُسَافِرِ أَنْ يُفْطِرَ فيِ رَمَضَانَ، إِذَا كَانَ سَفَرُهُ
شَرْعِيًّا، وَالصَّوْمُ أَفْضَلُ لِقَوْلِهِ تَعَالىَ: "وَأَنْ
تَصُوْمُوْا خَيْرٌ لَكُمْ إِنْ كُنْتُمْ تَعْلَمُوْنَ".
Boleh
bagi musafir tidak puasa pada bulan Ramadhan, jika perjalanannya
syar’i, sedangkan tetap berpuasa lebih utama, berdasarkan firman Allah
SWT: “Dan bahwa kalian berpuasa itu lebih baik bagi kalian, jika kalian
mengetahui”.
اَلسَّفَرُ الشَّرْعِيُّ
هُوَ الَّذِيْ تُقْصَرُ فِيْهِ الصَّلاَةُ، وَهُوَ السَّفَرُ الْبَعِيْدُ،
اْلمُقَدَّرُ بِمَسَافَةِ تِسْعِيْنَ كِيْلُوْ مِتْرًا.
Perjalanan yang syar’i adalah yang boleh mengqoshor sholat, yaitu perjalanan jauh, kira-kira sejauh 90 km.
اَلْمَرَضُ
الَّذِيْ يَجُوْزُ مَعَهُ اْلإِفْطَارُ، هُوَ الَّذِيْ يَلْحَقُهُ بِهِ
مَشَقَّةٌ وَضَرَرٌ، فَلاَ يَجُوْزُ أَنْ يُفْطِرَ لِوَجَعِ ضَرْسٍ، أَوْ
صُدَاعٍ، أَوْ سُخُوْنَةٍ فيِ جَسَدِهِ، وَنَحْوِ ذَلِكَ.
Sakit
yang membolehkan berbuka (tidak puasa) yaitu yang membuatnya payah dan
bahaya, maka tidak boleh berbuka karena sakit gigi, pusing atau rasa
panas di badannya dan lain sebagainya.
إِذَا
كَانَ السَّفَرُ يَشُقُّ عَلىَ اْلمُسَافِرِ، فَيُكْرَهُ لَهُ الصَّوْمُ،
لِأَنَّ اللهَ تَعَالىَ يُحِبُّ أَنْ تُؤْتَي رُخَصُهُ كَمَا يُحِبُّ
أَنْ تُؤْتَي عَزَا ئِمُهُ، وَقَدْ قاَلَ النَّبِي ــ ص ــ عَنْ بَعْضِ
مَنْ صَامَ مَعَهُ فيِ السَّّفَرِ "أُوْلـَـئِكَ اْلعُصَاةُ".
Jika
perjalanan memberatkan musafir, maka ia makruh berpuasa, karena Allah
suka keringanannya digunakan, sebagaimana Dia suka perintah-perintahnya
dilakukan. Dan sungguh Nabi SAW bersabda tentang orang yang tetap
berpuasa bersama Nabi dalam perjalanan: “Mereka adalah orang-orang yang
bermaksiat”.
إِذَا جَامَعَ الرَّجُلُ
زَوْجَتَهُ فيِ رَمَضَانَ، فَإِنْ كَانَتْ مُطَاوِعَةً لَهُ، فَعَلىَ
كُلِّ وَاحِدٍ مِنْهُمَا كَفَّارَةٌ، وَهِيَ صِيَامُ شَهْرَيْنِ
مُتَتَابِعَيْنِ، وَلاَ يَجُوْزُ اْلإِطْعَامُ مَعَ اْلقُدْرَةِ عَلىَ
الصِّيَامِ.
Jika suami bersetubuh
dengan istrinya di siang hari bulan Ramadhan, maka jika istrinya
menurutinya, maka masing-masing keduanya dikenai kafarat, yaitu puasa
dua bulan berturut-turut, dan tidak boleh memberi makan jika mampu
berpuasa.
لاَ يَجِبُ قَضَاءُ رَمَضَانَ مُتَتَابِعًا، بَلْ يَصِحُّ مُتَفَرِّقًا، لِقَوْلِهِ تَعَالىَ: "فَعِدَّةٌ مِنْ أَياَّمٍ أُخَرَ".
Tidak
wajib mengqodlo Ramadhan dengan berturut-turut, akan tetapi boleh
secara terpisah-pisah, berdasarkan firman Allah SWT: “Maka beberapa hari
yang lain”.
إِذَا أَخَّرَ الرَّجُلُ
أَوِ اْلمَرْأَةُ اْلقَضَاءَ، حَتَّى دَخَلَ رَمَضَانُ آخَرُ، فَعَلَيْهِ
اْلقَضَاءُ مَعَ اْلكَفَّارَةِ، وَهِيَ إِطْعَامُ مِسْكِيْنٍ عَنْ كُلِّ
يَوْمٍ، عِنْدَ مَالِكٍ وَالشَّافِعِي وَأَحْمَدَ، وَقَالَ أَبُوْ
حَنِيْفَةَ: لَمْ يُوْجِبْ تَعَالىَ عَلَيْهِ إِلاَّ اْلقَضَاءَ مِنْ
أَيَّامٍ أُخَرَ، وَاْلمَسْأَلَةُ خِلاَفِيَّةٌ، وَلِكُلٍّ حُجَّتُهُ
وَدَلِيْلُهُ.
Jika orang laki-laki
dan perempuan mengakhirkan qodlo’-nya, sampai datang Ramadhan
berikutnya, maka wajib qodlo dan membayar kafarat, yaitu memberi makan
seorang miskin setiap harinya menurut Imam Malik, Imam Syafi’i dan Imam
Ahmad, sedangkan Imam Abu hanifah berkata: Allah tidak mewajibkan
atasnya kecuali hanya qodlo’ saja pada hari lain, sedangkan masalah ini
adalah khilafiyah (di perselisihkan), dan masing-masing mempunyai
hujjah dan dalilnya sendiri.
اَلْكَفَّارَةُ
تَجِبُ لِلْمُنْتَهِكِ حُرْمَةَ رَمَضَانَ فَقَطْ، وَأَمَّا إِذَا
أَفْطَرَ فيِ قَضَاءٍ أَوْ نَذْرٍ، أَوْ نَفْلٍ، بِالْجِمَاعِ وَغَيْرِهِ،
فَلاَ تَجِبُ عَلَيْهِ اْلكَفَّارَةُ، وَهِيَ صِيَامُ شَهْرَيْنِ
مُتَتَابِعَيْنِ.
Kafarat hanya wajib
bagi yang melanggar keharoman Ramadhan saja, adapun jika membatalkan
puasa pada puasa qodlo, nadzar atau puasa sunnah dengan berjima’ atau
selainnnya, maka tidak wajib kafarat atasnya, yaitu puasa dua bulan
berturut-turut.
إِذَا صَامَ نَفْلاً،
ثُمَّ أَفْطَرَ فيِ ذَلِكَ اْليَوْمِ، فَعَلَيْهِ قَضَاؤُهُ عِنْدَ أَبِي
حَنِيْفَةَ وَمَالِكٍ، وَقَالَ الشَّافِعِي وَ أَحْمَدُ: لاَ يَجِبُ
عَلَيْهِ اْلقَضَاءُ، لِأَنَّ اْلمُتَطَوِّعَ أَمِِيْرُ نَفْسِهِ، إِنْ
شَاءَ أَتَمَّ، وَإِنْ شَاءَ أَفْطَرَ.
Jika
seseorang puasa sunnah, kemudian ia berbuka pada hari itu, maka ia
wajib mengqodlo’nya menurut Imam Abu Hanifah dan Imam Malik, sedangkan
Imam Syafi’i dan Imam Ahmad berkata: ia tidak wajib qodlo’, karena orang
yang puasa sunnah itu adalah penguasa dirinya sendiri, jika ia mau,
maka ia menyempurna-kannya, dan jika ia mau juga, maka ia tidak
meneruskan puasanya.
يُحْرَمُ صَوْمُ
الْيَوْمِ اْلأَوَّلِ مِنْ عِيْدِ اْلفِطْرِ، وَاْلأَيَّامِ اْلأَرْبَعَةِ
مِنْ عِيْدِ اْلأَضْحَى، لِنَهْيِ النَّبِي ــ ص ــ عَنْ صِيَامِهَا،
لِأَنَّهَا أَيَّامُ أَكْلٍ وَشُرْبٍ، وَبِعَالٍ كَمَا وَرَدَ فيِ
اْلحَدِيْثِ الشَّرِيْفِ.
Harom
berpuasa hari pertama dari Idul fitri, dan empat hari dari Idul adha,
karena larangan Nabi SAW dari berpuasa pada hari-hari tersebut, karena
hari-hari itu adalah hari-hari makan dan minum serta bersenang-senangnya
suami dan istri, sebagaimana yang telah datang pada hadist yang mulia.
يُكْرَهُ
إِفْرَادُ يَوْمِ اْلجُمُعَةِ بِالصِّيَامِ، وَكَذَلِكَ إِفْرََادُ
يَوْمِ السَّبْتِ، لِنَهْيِ النَّبِي ــ ص ــ عَنْ ذَلِكَ.
Makruh hanya berpuasa pada hari jum’at saja, begitu juga hanya pada hari sabtu saja, karena larangan Nabi SAW dari hal itu.
يُكْرَهُ اْلوِصَالُ فيِ الصِّيَامِ، وَهُوَ أَلاَّ يُفْطِرَ فيِ اْلمَسَاءِ، وَيُتَابِعَ الصَّوْمَ إِلىَ اْليَوْمِ الثَّانِي.
Makruh menyambung puasa, yaitu tidak berbuka pada sore hari (maghrib), dan melanjutkannya sampai hari kedua.
اَلْقُبْلَةُ
لِلصَّائِمِ لاَ تُفْطِرُ، لِفِعْلِ النَّبِي ذَلِكَ، وَتُحْرَمُ
اْلمُعَانَقَةُ وَاْلمُبَاشَرَةُ، إِذَا خَشِيَ عَلىَ نَفْسِهِ أَنْ
تَجُرَّهُ إِلىَ اْلوِقَاعِ.
Mencium
istri bagi orang yang puasa tidak membatalkan, karena Nabi SAW pernah
melakukan hal itu, dan diharomkan berpelukan dan bersentuhan langsung
Jika khawatir dirinya terseret kepada melakukan jima’.
يُكْرَهُ
صِيَامُ الدَّهْرِ، وَهُوَ مُتَابَعَةُ الصَّوْمِ عَلىَ الدَّوَامِ،
لِأَنَّهُ يُصْبِحُ عَادَةً لِلْإِنْسَانِ لاَ عِبَادَةً، وَقَدْ قاَلَ
النَّبِيُّ ــ ص ــ : "لاَ صَامَ مَنْ صَامَ اْلأَبَدَ" أَيْ الدَّهْرَ،
رواه البخاري.
Makruh puasa setahun
penuh, yaitu terus menerus puasa, karena hal itu akan menjadikan suatu
kebiasan bagi manusia, bukan sebagai suatu ibadah, dan sungguh Nabi SAW
bersabda: “tidak dianggap puasa orang yang berpuasa selamanya”,
artinya setahun penuh. (H.R. Imam Bukhori)
اَلْقُطْرَةُ
فيِ اْلعَيْنِ، وَالْكَحْلُ، لاَ يُؤَثِّرَانِ عَلىَ الصِّيَامِ،
بِخِلاَفِ اْلقُطْرَةِ فيِ اْلأَنْفِ وَاْلأَذَانِ، لِأَنَّ اْلعَيْنَ
لَيْسَتْ مَنْفَذًّا خَاصًّا إِلىَ اْلجَوْفِ، وَأَمَّا اْلأَنْفُ
وَاْلأُذُنُ فَيُوْصِلاَنِ إِلىَ اْلجَوْفِ.
Tetesan
air ke mata dan bercelak tidak mempengaruhi puasa, lain halnya tetesan
air pada hidung dan telinga, karena mata tidak berhubungan langsung
dengan lobang perut, sedangkan hidung dan telinga bersambung pada lobang
perut.
اَلْحُقْنَةُ الشَّرْجِيَّةُ
مَمْنُوْعَةٌ عَنِ الصَّائِمِ، لِوُصُوْلِهَا إِلىَ الدَّاخِلِ،
وَاْلحُقْنَةُ اْلوَرْدِيَّةُ أَوْ فيِ اْلعَضَلِ لاَ بَأْسَ بِهَا
لِلصَّائِمِ.
Obat yang disuntikkan
langsung melalui pembuluh darah (contoh: infus) dilarang bagi orang
yang berpuasa, sedangkan obat yang disuntikkan melalui otot (contoh:
otot pantat) atau pada lengan, tidak mengapa bagi orang yang berpuasa.
وَآخِرُ دَعْوَانَا أَنِ اْلحَمْدُ لِلَّهِ رَبِّ اْلعَالَمِيْن
Dan penutup doa kami Alhamdulillahi rabbil ‘alamin.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar