“Barangsiapa yang mengerjakan amal shalih, baik
lakilaki maupun perempuan dalam keadaan beriman, maka sesungguhnya akan Kami
berikan kepadanya kehidupan yang baik dan sesungguhnya akan Kami berikan
balasan kepada mereka dengan pahala yang lebih baik dari apa yang telah mereka
kerjakan.”
(QS An-Nahl [16] : 97)
(QS An-Nahl [16] : 97)
Sahabat, ketika melihat orang lain yang hidup
bergemilang harta dan kemewahan, mungkin hati kita berujar: “Bahagia sekali
orang itu, setiap apa yang diinginkan mudah didapatkan, apa yang ia dapatkan
melebihi apa yang dia butuhkan.” Atau kita melihat seorang teman yang karirnya
terus menanjak menuju kesuksesan. Dan hati kita pun berkata: “Bahagia sekali
teman itu, setiap usaha yang dilakukan selalu mendapat kemudahan.”
Kalau dilihat dari lahiriahnya, kondisi kedua
orang di atas itu sangat bahagia. Karena apa yang diinginkannya selalu ada.
Tetapi apakah persangkaan kita selalu sama dengan orang yang kita persangkakan?
Ternyata tidak selebihnya benar, karena realitasnya tidak sedikit orang yang
kaya, justru selalu dihantui rasa ketakutan.
Dan tak sedikit orang yang sukses dalam karir,
selalu menampakkan kecemasan. Dua perasaan: takut dan cemas adalah bagian dari
sikap ketidakbahagiaan. Lantas di mana kebahagiaan didapatkan?
Sahabat, jangan tertipu dengan penglihatan
lahir. Karena dunia ini hanyalah perhiasan dan sandiwara. Tidak menutup
kemungkinan, dibalik kemewahan hidup yang terlihat ada rasa ketakutan yang
sangat. Di balik senyum dan tawa akrab ada kepahitan dan kesedihan yang tidak
kita ketahui. Mungkin tawanya hanya untuk menutupi kegundahan perasaannya.
Banyak orang yang bibirnya tersenyum tapi
hatinya menangis. Tidak sedikit orang yang terlihat diam dan tenang tetapi
jiwanya tertekan. Begitu banyak pemandangan terlihat sepintas menyenangkan
padahal sebenarnya menyedihkan. Banyak orang menyangka dikiranya madu, ternyata
ia adalah empedu. Dan tidak sedikit laknat dikiranya nikmat. Lantas, dengan apa
kebahagiaan itu didapatkan?
Sahabat, sejak dulu hingga hari ini, berbagai
pergulatan dan hidup terus dilakukan demi sebuah kebahagiaan. Bila perlu, nyawa
taruhannya! Tetapi ketahuilah, sejauh apapun kita melangkah untuk mengejar
kebahagiaan tak akan pernah kita dapatkan, kalau tolok ukurnya adalah
keduniaan. Sebab sifat dunia tak pernah memberi kepuasaan. Dan ketidak puasan
itulah faktor utama penyebab ketidakbahagiaan.
Akhirnya, hanya satu solusi yang dapat
mendatangkan kebahagiaan yang hakiki, yaitu hadirkan sifat qana’ah (menerima)
apa yang telah Allah berikan. Orang yang qana’ah terhadap apapun yang diberikan
jiwanya akan tenang. Sebab hatinya tidak menuntut mencapai sesuatu yang tidak
ditakdirkan baginya dan tidak melirik kepada orang yang berada diatasnya. Tentu
saja sifat ini tidaklah hadir dengan sendirinya tanpa faktor utama yang
mendorongnya. Dan faktor itu adalah keimanan yang benar dan amal shalih yang
ikhlas. Orang yang tidak mempunyai keimanan yang benar akan selalu menderita kehampaan
rohani dan selalu merasakan kesempitan diri.
Tetapi orang yang beriman dengan benar hidupnya selalu diselimuti rasa aman dan kedamaian pikiran. Apabila hati dipenuhi oleh iman, maka seluruh indra, perasaan dan anggota tubuh tergerak untuk melakukan kebaikan dan amal sholeh. Dan setiap iman bertambah dalam hati, makakekuatan kebaikan pun akan bertambah, lalu hati seorang mukmin akan terasa lapang.
Kelapangan dada adalah buah sifat qana’ah. Ibnul Qayyim Al-Jauziyah mengungkapkan: “Iman adalah jantung islam dan intinya, sebagaimana keyakinan merupakan qalbu iman dan isinya. Setiap ilmu dan amal yang tidak menambah iman dan keyakinan adalah rusak, dan setiap iman yang tidak melahirkan amal perbuatan adalah lapuk.” Dan beliau menambahkan: “Diantara ciri-ciri kebahagiaan dan keberuntungan adalah: setiap kali seorang hamba bertambah ilmunya, maka bertambah pula sifat tawadhu dan kasih sayangnya. Setiap kali bertambah amalnya, maka bertambah pula rasa takut dan kewaspadaannya. Ketika umurnya bertambah tua, maka berkuranglah kerakusannya terhadap dunia.”
Tetapi orang yang beriman dengan benar hidupnya selalu diselimuti rasa aman dan kedamaian pikiran. Apabila hati dipenuhi oleh iman, maka seluruh indra, perasaan dan anggota tubuh tergerak untuk melakukan kebaikan dan amal sholeh. Dan setiap iman bertambah dalam hati, makakekuatan kebaikan pun akan bertambah, lalu hati seorang mukmin akan terasa lapang.
Kelapangan dada adalah buah sifat qana’ah. Ibnul Qayyim Al-Jauziyah mengungkapkan: “Iman adalah jantung islam dan intinya, sebagaimana keyakinan merupakan qalbu iman dan isinya. Setiap ilmu dan amal yang tidak menambah iman dan keyakinan adalah rusak, dan setiap iman yang tidak melahirkan amal perbuatan adalah lapuk.” Dan beliau menambahkan: “Diantara ciri-ciri kebahagiaan dan keberuntungan adalah: setiap kali seorang hamba bertambah ilmunya, maka bertambah pula sifat tawadhu dan kasih sayangnya. Setiap kali bertambah amalnya, maka bertambah pula rasa takut dan kewaspadaannya. Ketika umurnya bertambah tua, maka berkuranglah kerakusannya terhadap dunia.”
Semoga Allah menghadirkan sifat qana’ah di dalam
diri. Karena dengannya kita akan terhindar dari ketidakpuasan hati. Bila tidak
ada iman, ketidakpuasan terhadap apa yang telah diberikan hanya akan melahirkan
keinginan yang menyengsarakan. Tetapi jika iman telah menyelimuti kehidupan,
sedikit atau banyak sesuatu yang didapatkan membuat diri selalu berada dalam
kebahagiaan.
Penulis : Ustadz Anwar Anshori Mahdum
Tidak ada komentar:
Posting Komentar