Sabtu, 31 Desember 2011

Dimana Kutemukan Bahagia?

“Barangsiapa yang mengerjakan amal shalih, baik lakilaki maupun perempuan dalam keadaan beriman, maka sesungguhnya akan Kami berikan kepadanya kehidupan yang baik dan sesungguhnya akan Kami berikan balasan kepada mereka dengan pahala yang lebih baik dari apa yang telah mereka kerjakan.”
(QS An-Nahl [16] : 97)


Sahabat, ketika melihat orang lain yang hidup bergemilang harta dan kemewahan, mungkin hati kita berujar: “Bahagia sekali orang itu, setiap apa yang diinginkan mudah didapatkan, apa yang ia dapatkan melebihi apa yang dia butuhkan.” Atau kita melihat seorang teman yang karirnya terus menanjak menuju kesuksesan. Dan hati kita pun berkata: “Bahagia sekali teman itu, setiap usaha yang dilakukan selalu mendapat kemudahan.”
Kalau dilihat dari lahiriahnya, kondisi kedua orang di atas itu sangat bahagia. Karena apa yang diinginkannya selalu ada. Tetapi apakah persangkaan kita selalu sama dengan orang yang kita persangkakan? Ternyata tidak selebihnya benar, karena realitasnya tidak sedikit orang yang kaya, justru selalu dihantui rasa ketakutan.
Dan tak sedikit orang yang sukses dalam karir, selalu menampakkan kecemasan. Dua perasaan: takut dan cemas adalah bagian dari sikap ketidakbahagiaan. Lantas di mana kebahagiaan didapatkan?
Sahabat, jangan tertipu dengan penglihatan lahir. Karena dunia ini hanyalah perhiasan dan sandiwara. Tidak menutup kemungkinan, dibalik kemewahan hidup yang terlihat ada rasa ketakutan yang sangat. Di balik senyum dan tawa akrab ada kepahitan dan kesedihan yang tidak kita ketahui. Mungkin tawanya hanya untuk menutupi kegundahan perasaannya.
Banyak orang yang bibirnya tersenyum tapi hatinya menangis. Tidak sedikit orang yang terlihat diam dan tenang tetapi jiwanya tertekan. Begitu banyak pemandangan terlihat sepintas menyenangkan padahal sebenarnya menyedihkan. Banyak orang menyangka dikiranya madu, ternyata ia adalah empedu. Dan tidak sedikit laknat dikiranya nikmat. Lantas, dengan apa kebahagiaan itu didapatkan?
Sahabat, sejak dulu hingga hari ini, berbagai pergulatan dan hidup terus dilakukan demi sebuah kebahagiaan. Bila perlu, nyawa taruhannya! Tetapi ketahuilah, sejauh apapun kita melangkah untuk mengejar kebahagiaan tak akan pernah kita dapatkan, kalau tolok ukurnya adalah keduniaan. Sebab sifat dunia tak pernah memberi kepuasaan. Dan ketidak puasan itulah faktor utama penyebab ketidakbahagiaan.
Akhirnya, hanya satu solusi yang dapat mendatangkan kebahagiaan yang hakiki, yaitu hadirkan sifat qana’ah (menerima) apa yang telah Allah berikan. Orang yang qana’ah terhadap apapun yang diberikan jiwanya akan tenang. Sebab hatinya tidak menuntut mencapai sesuatu yang tidak ditakdirkan baginya dan tidak melirik kepada orang yang berada diatasnya. Tentu saja sifat ini tidaklah hadir dengan sendirinya tanpa faktor utama yang mendorongnya. Dan faktor itu adalah keimanan yang benar dan amal shalih yang ikhlas. Orang yang tidak mempunyai keimanan yang benar akan selalu menderita kehampaan rohani dan selalu merasakan kesempitan diri.

Tetapi orang yang beriman dengan benar hidupnya selalu diselimuti rasa aman dan kedamaian pikiran. Apabila hati dipenuhi oleh iman, maka seluruh indra, perasaan dan anggota tubuh tergerak untuk melakukan kebaikan dan amal sholeh. Dan setiap iman bertambah dalam hati, makakekuatan kebaikan pun akan bertambah, lalu hati seorang mukmin akan terasa lapang.


Kelapangan dada adalah buah sifat qana’ah. Ibnul Qayyim Al-Jauziyah mengungkapkan: “Iman adalah jantung islam dan intinya, sebagaimana keyakinan merupakan qalbu iman dan isinya. Setiap ilmu dan amal yang tidak menambah iman dan keyakinan adalah rusak, dan setiap iman yang tidak melahirkan amal perbuatan adalah lapuk.” Dan beliau menambahkan: “Diantara ciri-ciri kebahagiaan dan keberuntungan adalah: setiap kali seorang hamba bertambah ilmunya, maka bertambah pula sifat tawadhu dan kasih sayangnya. Setiap kali bertambah amalnya, maka bertambah pula rasa takut dan kewaspadaannya. Ketika umurnya bertambah tua, maka berkuranglah kerakusannya terhadap dunia.”

Semoga Allah menghadirkan sifat qana’ah di dalam diri. Karena dengannya kita akan terhindar dari ketidakpuasan hati. Bila tidak ada iman, ketidakpuasan terhadap apa yang telah diberikan hanya akan melahirkan keinginan yang menyengsarakan. Tetapi jika iman telah menyelimuti kehidupan, sedikit atau banyak sesuatu yang didapatkan membuat diri selalu berada dalam kebahagiaan.
Penulis : Ustadz Anwar Anshori Mahdum

Tidak ada komentar:

Posting Komentar