Ibadah dalam Islam seperti shalat, zakat, puasa, naik haji termasuk
berqurban dan lain-lainnya mengandung nilai-nilai humanis tinggi dan efek-efek
spiritual yang mempesona. Orang yang melakukan shalat dengan khusyuk, pastilah
tingkat ketakwaannya kepada Allah terjaga. Dan pasti pula, apabila ia seorang
birokrat atau pejabat negara, tidak akan melakukan korupsi, tidak akan
merugikan negara ataupun orang lain. Dengan demikian, terlaksanalah tata kelola
pemerintahan yang baik (good govermance) dan terwujudlah pemerintahan yang
bersih (clean government).
Sebentar lagi, ummat Islam akan menghadapi hari raya besar setelah Idul
Fitri. Yakni hari raya Idul Adha atau hari raya Qurban juga akrab disebut
lebaran Haji. Karena pada bulan inilah haji sebagai puncak rukun Islam
dikerjakan. Peristiwa ini merupakan momentum berskala internasional yang
menumbuhkan rasa persaudaraan serta solidaritas sesama Muslim di seluruh dunia.
Ketika itu semua jemaah memakai pakaian yang sama, yaitu pakaian ihram
putih-putih, baik raja, presiden maupun pejabat lainnya.
Ini merupakan pendidikan kesetaraan. Setiap jamaah juga berqurban satu ekor
kambing atau domba yang penyelenggaraannya diserahkan kepada petugas yang telah
ditentukan. Daging kambing qurban ini dibagikan kepada fakir miskin, mualaf,
orang sedang berjuang di jalan Allah dan lainnya, sesuai Surat At-Taubah ayat
60.
Shalat adalah tiang agama. Siapa yang tidak shalat berarti meruntuhkan
agama. Shalat juga mencegah manusia dari melakukan pekerjaan keji dan mungkar
(inna shalaata tanha anil fahsyai wal munkar). Pejabat menemui penjahat dalam
bentuk melawan hukum adalah perbuatan mungkar dan perbuatan keji.
Makna zakat, di samping melakukan perintah Allah, adalah untuk membantu
orang-orang yang tak punya, orang-orang miskin, dan lainnya yang menimbulkan
kepedulian sosial yang Islami. Begitu juga halnya berpuasa, telah banyak
ditulis secara ilmiah betapa efek puasa itu baik untuk kesehatan, mengendalikan
gula darah, mengurangi lemak jahat, memperkuat mesin pencernaan, membuat awet
muda, dan sebagainya. Orang yang berpuasa dapat merasakan bagaimana rasa lapar
seperti yang sering dirasakan oleh orang yang tak punya. Menjalankan ibadah
puasa dapat meningkatkan ketakwaan kepada Allah dan menumbuhkan kepedulian
kepada sesama.
Khusus ibadah qurban, juga mempunyai nilai ilahiah dan insaniah. Ibadah
qurban merupakan perintah Allah mengikuti jejak perjalanan sejarah Nabi Ibrahim
AS. Melalui mimpi yang berupa wahyu, Nabi Ibrahim diperintah oleh Allah
“mengorbankan” anaknya, Ismail, untuk menguji keimanannya.
Namun, ketika pisau didekatkan ke leher Ismail, dengan kekuasaan Allah
diganti dengan domba. Akhirnya, dombalah yang tersembelih dan Ismail selamat.
Surat Al-Kautsar (nikmat yang banyak) yang terdiri atas tiga ayat,
tergolong surat yang diturunkan di Mekah, yang pokok isinya menyatakan bahwa
Allah SWT telah melimpahkan nikmat yang banyak. Karena itu, bershalatlah dan
berqurbanlah sebagai tanda bersyukur atas nikmat yang telah dilimpahkan-Nya.
Orang-orang yang membenci Rasulullah akan terputus nikmat Allah baginya.
Dalam Islam tidak sempurna iman seseorang sebelum ia mencintai atau
menyayangi saudara-saudaranya sebagaimana ia menyayangi dirinya sendiri. Bagi
umat Islam yang berpunya, sesuai perintah Allah SWT, ia harus berqurban,
menyembelih hewan qurban untuk dibagi-bagikan kepada fakir miskin, para mualaf
dan sebagainya, sesuai dengan ketentuan dari Allah (Surat At-Taubah ayat 60).
Ibadah qurban mempunyai dimensi-dimensi yang dalam. Di samping punya makna hubungan
dengan Allah (hablum minallah), juga mengandung hablum minnanaas, yaitu
kepedulian dalam hubungan dengan manusia. Ibadah qurban menumbuhkan
kesetiakawanan, solidaritas sosial, dan kepedulian kepada sesama. Dengan
demikian, teraplikasi sosialisme Islam yang dilindungi Allah dan rahmatan lil
‘alamin.
Banyak orang Islam yang kaya, mampu untuk berqurban, tetapi mereka tidak
berqurban. Hal ini sangat memprihatinkan. Sekarang kita menyaksikan banyak
terjadi krisis kepercayaan, yang bermula dari krisis diri. Ini dapat
mengakibatkan krisis ideologi, krisis agama, dan ini mempengaruhi pandangan
hidup yang menjurus pada krisis karakter.
Terjadinya korupsi, merajalelanya “markus”, tawar-menawar perkara, pejabat
menemui penjahat yang berskala melanggar hukum, ini sungguh menyedikan kita
semua. Masalah ini terjadi karena krisis kepercayaan, karena ketiadaan semangat
untuk berkorban bagi kepentingan yang lebih besar: kepentingan bangsa dan tanah
air. Sofyan Saad
Tidak ada komentar:
Posting Komentar