Ayat-ayat tentang Sabar
Allah Ta'ala berfirman:
يَاأَيُّهَا الَّذِينَ ءَامَنُوا اصْبِرُوا وَصَابِرُوا وَرَابِطُوا وَاتَّقُوا اللَّهَ لَعَلَّكُمْ تُفْلِحُونَ
"Hai
orang-orang yang beriman, bersabarlah kalian dan kuatkanlah kesabaran
kalian dan tetaplah bersiap siaga (di perbatasan negeri kalian) dan
bertakwalah kepada Allah supaya kalian beruntung." (Aali 'Imraan:200)
Dan Allah Ta'ala berfirman:
وَلَنَبْلُوَنَّكُمْ بِشَيْءٍ مِنَ الْخَوْفِ
وَالْجُوعِ وَنَقْصٍ مِنَ الأَمْوَالِ وَالأَنْفُسِ وَالثَّمَرَاتِ
وَبَشِّرِ الصَّابِرِينَ
"Dan sungguh akan Kami berikan cobaan
kepada kalian, dengan sedikit ketakutan, kelaparan, kekurangan harta,
jiwa dan buah-buahan. Dan berikanlah berita gembira kepada orang-orang
yang sabar." (Al-Baqarah:155)
Dan Allah Ta'ala berfirman:
إِنَّمَا يُوَفَّى الصَّابِرُونَ أَجْرَهُمْ بِغَيْرِ حِسَابٍ
"Sesungguhnya hanya orang-orang yang bersabarlah yang dicukupkan pahala mereka tanpa batas." (Az-Zumar:10)
Dan Allah Ta'ala berfirman:
وَلَمَنْ صَبَرَ وَغَفَرَ إِنَّ ذَلِكَ لَمِنْ عَزْمِ الأُمُورِ
"Tetapi
orang yang bersabar dan mema`afkan sesungguhnya (perbuatan) yang
demikian itu termasuk hal-hal yang diutamakan." (Asy-Syuuraa:43)
Dan Allah Ta'ala berfirman:
يَاأَيُّهَا الَّذِينَ ءَامَنُوا اسْتَعِينُوا بِالصَّبْرِ وَالصَّلاَةِ إِنَّ اللَّهَ مَعَ الصَّابِرِينَ
"Hai
orang-orang yang beriman, mintalah pertolongan (kepada Allah) dengan
sabar dan (mengerjakan) shalat, sesungguhnya Allah beserta orang-orang
yang sabar." (Al-Baqarah:153)
Dan Allah Ta'ala berfirman:
وَلَنَبْلُوَنَّكُمْ حَتَّى نَعْلَمَ الْمُجَاهِدِينَ مِنْكُمْ وَالصَّابِرِينَ
"Dan
sesungguhnya Kami benar-benar akan menguji kalian agar Kami mengetahui
orang-orang yang berjihad dan bersabar di antara kalian." (Muhammad:31)
Dan ayat-ayat yang memerintahkan sabar dan menerangkan keutamaannya sangat banyak dan dikenal.
Pengertian dan Jenis-jenis Sabar
Ash-Shabr (sabar) secara bahasa artinya al-habsu (menahan), dan di
antara yang menunjukkan pengertiannya secara bahasa adalah ucapan:
"qutila shabran" yaitu dia terbunuh dalam keadaan ditahan dan ditawan.
Sedangkan secara syari'at adalah menahan diri atas tiga perkara: yang
pertama: (sabar) dalam mentaati Allah, yang kedua: (sabar) dari hal-hal
yang Allah haramkan, dan yang ketiga: (sabar) terhadap taqdir Allah yang
menyakitkan.
Inilah macam-macam sabar yang telah disebutkan oleh para 'ulama.
Jenis sabar yang pertama: yaitu hendaknya manusia bersabar
terhadap ketaatan kepada Allah, karena sesungguhnya ketaatan itu adalah
sesuatu yang berat bagi jiwa dan sulit bagi manusia. Memang demikianlah
kadang-kadang ketaatan itu menjadi berat atas badan sehingga seseorang
merasakan adanya sesuatu dari kelemahan dan keletihan ketika
melaksanakannya. Demikian juga padanya ada masyaqqah (sesuatu yang
berat) dari sisi harta seperti masalah zakat dan masalah haji.
Yang penting, bahwasanya ketaatan-ketaatan itu padanya ada sesuatu dari
masyaqqah bagi jiwa dan badan, sehingga butuh kepada kesabaran dan
kesiapan menanggung bebannya,
Allah berfirman:
يَاأَيُّهَا الَّذِينَ ءَامَنُوا اصْبِرُوا وَصَابِرُوا وَرَابِطُوا وَاتَّقُوا اللَّهَ لَعَلَّكُمْ تُفْلِحُونَ
"Hai
orang-orang yang beriman, bersabarlah kalian dan kuatkanlah kesabaran
kalian dan tetaplah bersiap siaga (di perbatasan negeri kalian) dan
bertakwalah kepada Allah supaya kalian beruntung." (Aali 'Imraan:200)
Allah juga berfirman
وَأْمُرْ أَهْلَكَ بِالصَّلاَةِ وَاصْطَبِرْ عَلَيْهَا
"Dan perintahkanlah kepada keluargamu mendirikan shalat dan bersabarlah kamu dalam mengerjakannya." (Thaahaa:132)
إِنَّا نَحْنُ نَزَّلْنَا عَلَيْكَ الْقُرْءَانَ تَنْزِيلاً(23) فَاصْبِرْ لِحُكْمِ رَبِّكَ
"Sesungguhnya
Kami telah menurunkan Al Qur'an kepadamu (hai Muhammad) dengan
berangsur-angsur. Maka bersabarlah kamu untuk (melaksanakan) ketetapan
Tuhanmu." (Al-Insaan:23-24)
Ayat ini menerangkan tentang sabar dalam melaksanakan perintah-perintah,
karena sesungguhnya Al-Qur`an itu turun kepadanya agar beliau
(Rasulullah) menyampaikannya (kepada manusia), maka jadilah beliau orang
yang diperintahkan untuk bersabar dalam melaksanakan ketaatan.
Dan Allah Ta'ala berfirman:
وَاصْبِرْ نَفْسَكَ مَعَ الَّذِينَ يَدْعُونَ رَبَّهُمْ بِالْغَدَاةِ وَالْعَشِيِّ يُرِيدُونَ وَجْهَهُ
"Dan
bersabarlah kamu bersama-sama dengan orang-orang yang menyeru Tuhannya
di pagi dan senja hari dengan mengharap keridhaan-Nya." (Al-Kahfi:28)
Ini adalah sabar dalam melaksanakan ketaatan kepada Allah.
Jenis sabar yang kedua: yaitu bersabar dari hal-hal yang
Allah haramkan sehingga seseorang menahan jiwanya dari apa-apa yang
Allah haramkan kepadanya, karena sesungguhnya jiwa yang cenderung kepada
kejelekan itu akan menyeru kepada kejelekan, maka manusia perlu untuk
mengekang dan mengendalikan dirinya, seperti berdusta, menipu dalam
bermuamalah, memakan harta dengan cara yang bathil, dengan riba dan yang
lainnya, berbuat zina, minum khamr, mencuri dan lain-lainnya dari
kemaksiatan-kemaksiatan yang sangat banyak.
Maka kita harus menahan diri kita dari hal-hal tadi jangan sampai
mengerjakannya dan ini tentunya perlu kesabaran dan butuh pengendalian
jiwa dan hawa nafsu.
Di antara contoh dari jenis sabar yang kedua ini adalah sabarnya Nabi
Yusuf 'alaihis salaam dari ajakan istrinya Al-'Aziiz (raja Mesir) ketika
dia mengajak (zina) kepadanya di tempat milik dia, yang padanya ada
kemuliaan dan kekuatan serta kekuasaan atas Nabi Yusuf, dan bersamaan
dengan itu Nabi Yusuf bersabar dan berkata:
قَالَ رَبِّ السِّجْنُ أَحَبُّ إِلَيَّ مِمَّا
يَدْعُونَنِي إِلَيْهِ وَإِلاَّ تَصْرِفْ عَنِّي كَيْدَهُنَّ أَصْبُ
إِلَيْهِنَّ وَأَكُنْ مِنَ الْجَاهِلِينَ
"Yusuf berkata: "Wahai
Tuhanku, penjara lebih aku sukai daripada memenuhi ajakan mereka
kepadaku. Dan jika tidak Engkau hindarkan daripadaku tipu daya mereka,
tentu aku akan cenderung untuk (memenuhi keinginan mereka) dan tentulah
aku termasuk orang-orang yang bodoh." (Yuusuf:33)
Maka ini adalah kesabaran dari kemaksiatan kepada Allah.
Jenis sabar yang ketiga: yaitu sabar terhadap taqdir Allah yang menyakitkan (menurut pandangan manusia).
Karena sesungguhnya taqdir Allah 'Azza wa Jalla terhadap manusia itu ada
yang bersifat menyenangkan dan ada yang bersifat menyakitkan.
Taqdir yang bersifat menyenangkan: maka butuh rasa syukur, sedangkan
syukur itu sendiri termasuk dari ketaatan, sehingga sabar baginya
termasuk dari jenis yang pertama (yaitu sabar dalam melaksanakan
ketaatan kepada Allah). Adapun taqdir yang bersifat menyakitkan: yaitu
yang tidak menyenangkan manusia, seperti seseorang yang diuji pada
badannya dengan adanya rasa sakit atau yang lainnya, diuji pada hartanya
–yaitu kehilangan harta-, diuji pada keluarganya dengan kehilangan
salah seorang keluarganya ataupun yang lainnya dan diuji di
masyarakatnya dengan difitnah, direndahkan ataupun yang sejenisnya.
Yang penting bahwasanya macam-macam ujian itu sangat banyak yang butuh
akan adanya kesabaran dan kesiapan menanggung bebannya, maka seseorang
harus menahan jiwanya dari apa-apa yang diharamkan kepadanya dari
menampakkan keluh kesah dengan lisan atau dengan hati atau dengan
anggota badan.
Allah berfirman:
فَاصْبِرْ لِحُكْمِ رَبِّكَ
"Maka bersabarlah kamu untuk (melaksanakan) ketetapan Tuhanmu." (Al-Insaan:24)
Maka masuk dalam ayat ini yaitu hukum Allah yang bersifat taqdir.
Dan di antara ayat yang menjelaskan jenis sabar ini adalah firman Allah:
فَاصْبِرْ كَمَا صَبَرَ أُولُو الْعَزْمِ مِنَ الرُّسُلِ وَلَا تَسْتَعْجِلْ لَهُمْ
"Maka
bersabarlah kamu seperti orang-orang yang mempunyai keteguhan hati dari
rasul-rasul telah bersabar dan janganlah kamu meminta disegerakan
(azab) bagi mereka." (Al-Ahqaaf:35)
Ayat ini menerangkan tentang kesabaran para rasul dalam menyampaikan risalah dan dalam menghadapi gangguan kaumnya.
Dan juga di antara jenis sabar ini adalah ucapan Rasulullah kepada utusan salah seorang putri beliau:
مُرْهَا فَلْتَصْبِرْ وَلْتَحْتَسِبْ
"Perintahkanlah
kepadanya, hendaklah bersabar dan mengharap pahala kepada Allah (dalam
menghadapi musibah tersebut)." (HR. Al-Bukhariy no.1284 dan Muslim
no.923)
Keadaan Manusia Ketika Menghadapi Musibah
Sesungguhnya manusia di dalam menghadapi dan menyelesaikan musibah ada empat keadaan:
Keadaan pertama: marah
Keadaan kedua: bersabar
Keadaan ketiga: ridha
Dan keadaan keempat: bersyukur.
Inilah empat keadaan manusia ketika ditimpa suatu musibah.
Adapun keadaan pertama: yaitu marah baik dengan hatinya, lisannya ataupun anggota badannya.
Adapun marah dengan hatinya yaitu dalam hatinya ada sesuatu terhadap
Rabbnya dari kemarahan, perasaan jelek atau buruk sangka kepada Allah -
dan kita berlindung kepada Allah dari hal ini- dan yang sejenisnya
bahkan dia merasakan bahwa seakan-akan Allah telah menzhaliminya dengan
musibah ini.
Adapun dengan lisan, seperti menyeru dengan kecelakaan dan kebinasaan,
seperti mengatakan: "Duhai celaka, duhai binasa!", atau dengan mencela
masa (waktu), yang berarti dia menyakiti Allah 'Azza wa Jalla dan yang
sejenisnya.
Adapun marah dengan anggota badan seperti menampar pipinya, memukul
kepalanya, menjambak rambutnya atau merobek bajunya dan yang sejenis
dengan ini.
Inilah keadaan orang yang marah yang merupakan keadaannya orang-orang
yang berkeluh kesah yang mereka ini diharamkan dari pahala dan tidak
akan selamat (terbebas) dari musibah bahkan mereka ini mendapat dosa,
maka jadilah mereka orang-orang yang mendapatkan dua musibah: musibah
dalam agama dengan marah dan musibah dalam masalah dunia dengan
mendapatkan apa-apa yang tidak menyenangkan.
Adapun keadaan kedua: yaitu bersabar terhadap musibah
dengan menahan dirinya (dari hal-hal yang diharamkan), dalam keadaan dia
membenci musibah dan tidak menyukainya dan tidak menyukai musibah itu
terjadi akan tetapi dia bersabar (menahan) dirinya sehingga tidak keluar
dari lisannya sesuatu yang dibenci Allah dan tidak melakukan dengan
anggota badannya sesuatu yang dimurkai Allah serta tidak ada dalam
hatinya sesuatu (berprasangka buruk) kepada Allah selama-lamanya, dia
tetap bersabar walaupun tidak menyukai musibah tersebut.
Adapun keadaan ketiga: yaitu ridha, di mana keadaan
seseorang yang ridha itu adalah dadanya lapang dengan musibah ini dan
ridha dengannya dengan ridha yang sempurna dan seakan-akan dia tidak
terkena musibah tersebut.
Adapun keadaan keempat: bersyukur, yaitu dia bersyukur
kepada Allah atas musibah tersebut, dan adalah keadaannya Rasulullah
apabila melihat sesuatu yang tidak disukainya, beliau mengatakan:
الْحَمْدُ للهِ عَلَى كُلِّ حَالٍ
"Segala puji bagi Allah dalam setiap keadaan."
Maka dia bersyukur kepada Allah dari sisi bahwasanya Allah akan
memberikan kepadanya pahala terhadap musibah ini lebih banyak dari
apa-apa yang menimpanya.
Dan karena inilah disebutkan dari sebagian ahli ibadah bahwasanya
jarinya terluka lalu dia memuji Allah terhadap musibah tersebut, maka
orang-orang berkata: "Bagaimana engkau memuji Allah dalam keadaan
tanganmu terluka?" Maka dia menjawab: "Sesungguhnya manisnya pahala dari
musibah ini telah menjadikanku lupa terhadap pahitnya rasa sakitnya."
Tingkatan Sabar
Sabar itu ada tiga macam, yang paling tingginya adalah sabar dalam
melaksanakan ketaatan kepada Allah, kemudian sabar dalam meninggalkan
kemaksiatan kepada Allah, kemudian sabar terhadap taqdir Allah. Dan
susunan ini ditinjau dari sisi sabar itu sendiri bukan dari sisi orang
yang melaksanakan kesabaran, karena kadang-kadang sabar terhadap maksiat
lebih berat bagi seseorang daripada sabar terhadap ketaatan, apabila
seseorang diuji contohnya dengan seorang wanita yang cantik yang
mengajaknya berbuat zina di tempat yang sunyi yang tidak ada yang
melihatnya kecuali Allah, dalam keadan dia adalah seorang pemuda yang
mempunyai syahwat (yang tinggi), maka sabar dari maksiat seperti ini
lebih berat bagi jiwa. Bahkan kadang-kadang seseorang melakukan shalat
seratus raka'at itu lebih ringan daripada menghindari maksiat seperti
ini.
Dan terkadang seseorang ditimpa suatu musibah, yang kesabarannya dalam
menghadapi musibah ini lebih berat daripada melaksanakan suatu ketaatan,
seperti seseorang kehilangan kerabatnya atau temannya ataupun istrinya.
Maka engkau akan dapati orang ini berusaha untuk sabar terhadap musibah
ini sebagai suatu kesulitan yang besar.
Akan tetapi ditinjau dari kesabaran itu sendiri maka tingkatan sabar
yang tertinggi adalah sabar dalam ketaatan, karena mengandung ilzaaman
(keharusan) dan fi'lan (perbuatan). Maka shalat itu mengharuskan dirimu
lalu kamu shalat, demikian pula shaum dan haji… Maka padanya ada
keharusan, perbuatan dan gerakan yang padanya terdapat satu macam dari
kepayahan dan keletihan.
Kemudian tingkatan kedua adalah sabar dari kemaksiatan karena padanya
hanya ada penahanan diri yakni keharusan bagi jiwa untuk
meninggalkannya.
Adapun tingkatan ketiga, sabar terhadap taqdir, maka sebabnya bukanlah
dari usaha seorang hamba, maka hal ini bukanlah melakukan sesuatu
ataupun meninggalkan sesuatu, akan tetapi semata-mata dari taqdir Allah.
Allahlah yang memberi taufiq.
Diringkas dari Al-Qaulul Mufiid dan Syarh Riyaadhush Shaalihiin.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar