Dari Abu Hurairah radhiyallahu 'anhu dia berkata, Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda,
كُلُّ سُلاَمَى مِنَ النَّاسِ عَلَيْهِ
صَدَقَةٌ، كُلَّ يَوْمٍ تَطْلُعُ فِيْهِ الشَّمْسُ. قَالَ: تَعْدِلُ بَيْنَ
الإِثْنَيْنِ صَدَقَةٌ، وَتُعِيْنُ الرَّجُلَ فِيْ دَابَّتِهِ
فَتَحْمِلُهُ عَلَيْهَا أَوْ تَرْفَعُ لَهُ عَلَيْهَا مَتَاعَهُ صَدَقَةٌ.
قَالَ: وَالْكَلِمَةُ الطَّيِّبَةُ صَدَقَةٌ، وَكُلُّ خُطْوَةٍ تَمْشِيْهَا
إِلَى الصَّلاَةِ صَدَقَةٌ، وَتُمِيْطُ الأَذَى عَنِ الطَّرِيْقِ
صَدَقَةٌ.
"Setiap persendian manusia wajib dishadaqahi, setiap
hari yang padanya matahari terbit. Beliau bersabda, "Mendamaikan antara
dua orang (yang berselisih) adalah shadaqah, membantu seseorang dalam
masalah kendaraannya lalu menaikkannya ke atas kendaraannya atau
mengangkat barang bawaannya ke atas kendaraannya adalah shadaqah. Beliau
bersabda, "(Mengucapkan) kalimat yang baik adalah shadaqah, setiap
langkah yang dia berjalan menuju masjid untuk shalat adalah shadaqah,
dan menyingkirkan gangguan dari jalan adalah shadaqah." (HR. Al-Bukhariy no.2989 dan Muslim no.1009)
Kedudukan Hadits Ini
Di antara yang diserukan oleh agama Islam adalah berkumpulnya kalimat
dan bersatunya hati di atas Al-Haq dan rasa cinta, maka hadits ini
mempunyai kedudukan yang tinggi dan begitu pentingnya dalam hal
menyerukan kepada sebab-sebab terwujudnya persatuan dan rasa cinta.
Hadits ini menerangkan tentang mendamaikan dua orang yang berselisih,
tolong menolong dalam perkara agama dan dunia, menjaga lisan kecuali
dari perkataan yang baik, melangkahkan kaki menuju masjid untuk shalat
berjama'ah, dan menghilangkan gangguan dari jalan.
Perhatikanlah Diri-Diri Kalian!
Sabda beliau, "Setiap persendian", yang dimaksudkan adalah seluruh tulang dan persendian yang ada pada manusia, yang manusia tersusun darinya.
Susunan tubuh manusia yang berupa persendian-persendian ini termasuk
nikmat Allah yang paling besar yang telah Allah berikan kepadanya,
sebagaimana hal ini menunjukkan atas kekuasaan Allah dan keagungan-Nya,
yang telah menciptakan manusia dengan bentuk seperti ini yang begitu
teratur susunannya, indah bentuknya dan lentur keadaannya (elastis/mudah
digerakkan), dan tidak ada yang mengetahui betapa besarnya nikmat ini
dan keutamaannya kecuali orang yang telah kehilangan nikmat tersebut.
Bersyukur kepada Allah atas Nikmat-Nikmat-Nya
Bentuk manusia dan susunan persendiannya yang begitu teratur, indah dan
elastis termasuk nikmat Allah yang terbesar terhadap Bani Adam, yang
tentunya setiap persendian tersebut butuh untuk disyukuri.
Sungguh Allah telah menyebutkan kepada kita akan nikmat ini dalam banyak
ayat-Nya di dalam kitab-Nya, Allah Ta'ala berfirman yang artinya,
"Hai manusia, apakah yang telah memperdayakan kamu (berbuat durhaka)
terhadap Tuhanmu Yang Maha Pemurah. Yang telah menciptakan kamu lalu
menyempurnakan kejadianmu dan menjadikan (susunan tubuh) mu seimbang,
dalam bentuk apa saja yang Dia kehendaki, Dia menyusun tubuh-mu." (Al-Infithaar:7-9)
"Dan Allah mengeluarkan kalian dari perut ibu kalian dalam keadaan
tidak mengetahui sesuatu pun, dan Dia memberi kalian pendengaran,
penglihatan dan hati, agar kalian bersyukur." (An-Nahl:78)
"Bukankah Kami telah memberikan kepadanya dua buah mata, lidah dan dua buah bibir." (Al-Balad:8-9)
Syukur Ada Dua Macam
Allah 'Azza wa Jalla telah memerintahkan kepada kita agar bersyukur terhadap nikmat-nikmat-Nya, Allah berfirman,
فَكُلُوا مِمَّا رَزَقَكُمُ اللهُ حَلاَلاً طَيِّبًا وَاشْكُرُوا نِعْمَةَ اللهِ إِنْ كُنْتُمْ إِيَّاهُ تَعْبُدُونَ
"Maka
makanlah yang halal lagi baik dari rezki yang telah diberikan Allah
kepada kalian; dan syukurilah nikmat Allah jika kalian hanya kepada-Nya
saja beribadah." (An-Nahl:114)
Allah berfirman yang artinya,
"Dan bersyukurlah kepada-Nya." (Al-'Ankabuut:17)
"Hai orang-orang yang beriman, makanlah di antara rezki yang
baik-baik yang Kami berikan kepada kalian dan bersyukurlah kepada Allah,
jika benar-benar hanya kepada-Nya kalian beribadah." (Al-Baqarah:172)
Adapun bersyukur kepada Allah ada dua macam,
1. Syukur yang wajib, siapa saja yang tidak
melaksanakannya maka dia berdosa, yaitu melaksanakan seluruh
kewajiban-kewajiban baik yang berkaitan dengan ucapan, perbuatan ataupun
harta, dan meninggalkan seluruh apa-apa yang Allah haramkan, maka
barangsiapa yang melaksanakan semuanya ini maka berarti dia telah
bersyukur kepada Allah 'Azza wa Jalla atas nikmat kesehatan,
bentuk tubuh, persendian, anggota badan dan yang lainnya dari
kenikmatan-kenikmatan yang zhahir ataupun yang bathin.
Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda, "Tahanlah dirimu dari (melakukan) kejelekan, karena hal itu termasuk shadaqah!"
(HR. Al-Bukhariy no.6022 dan Muslim no.1008 dari Sa'id bin Abi Burdah
dari bapaknya dari kakeknya). Maka barangsiapa yang meninggalkan
kejelekan (dari melakukan yang haram dan meninggalkan kewajiban) maka
sungguh dia telah bersyukur. Bahkan sebagian 'ulama Salaf mengatakan,
"Syukur adalah meninggalkan kemaksiatan-kemaksiatan."
2. Syukur yang sunnah, yaitu seorang hamba melaksanakan
lebih banyak dari apa yang Allah wajibkan atasnya, seperti bershadaqah
dengan shadaqah yang sunnah, bersungguh-sungguh dalam melaksanakan
shalat-shalat sunnah rawatib, melaksanakan 'umrah, dan melaksanakan
sunnah-sunnah lainnya yang telah dijelaskan oleh syari'at sesuai dengan
kemampuannya. Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam adalah
tauladan dalam masalah ini, demikian juga para shahabat beliau. Bahkan
ada salah seorang di antara mereka dalam satu hari melaksanakan beberapa
amalan sunnah, yang tidak mampu dilakukan oleh kebanyakan orang, dia
berpuasa, bershadaqah, mengikuti jenazah dan menjenguk orang sakit,
semuanya ini dia lakukan dalam satu hari, hal ini sebagaimana dilakukan
oleh Abu Bakr Ash-Shiddiq radhiyallahu 'anhu.
Mendamaikan di antara Manusia yang Berselisih
Sabda Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam, "Mendamaikan antara dua orang (yang berselisih) adalah shadaqah",
ini termasuk shadaqah yang mempunyai keutamaan yang besar, karena
kebaikannya dan manfaatnya akan dirasakan oleh yang lainnya, dan dengan
adanya perdamaian akan bersatulah masyarakat sehingga jadilah masyarakat
tersebut seperti satu jasad yang sehat.
Terdapat nash-nash yang sangat banyak yang menganjurkan perbuatan ini
(mendamaikan manusia yang berselisih) yang mesti disebutkan dan
dijelaskan karena sebagian manusia meremehkan permasalahan mendamaikan
di antara kaum muslimin ketika terjadi perselisihan dan persengketaan.
Allah berfirman yang artinya,
"Tidak ada kebaikan pada kebanyakan bisikan bisikan mereka, kecuali
bisikan-bisikan dari orang yang menyuruh (manusia) memberi shadaqah,
atau berbuat ma`ruf, atau mengadakan perdamaian di antara manusia. Dan
barangsiapa yang berbuat demikian karena mencari keridhaan Allah, maka
kelak Kami memberi kepadanya pahala yang besar." (An-Nisaa`:114)
Ayat ini menunjukkan bahwasanya tidak ada kebaikan pada kebanyakan
bisikan-bisikan manusia kecuali bisikan-bisikan dari orang yang menyuruh
(manusia) untuk bershadaqah atau berbuat yang ma'ruf atau mengadakan
perdamaian di antara manusia pada perkara-perkara yang terjadi
perselisihan dan pengakuan padanya, dan barangsiapa yang melakukan hal
ini dalam rangka mengharapkan Wajah Allah, maka Allah sediakan baginya
pahala yang besar.
Mengadakan perdamaian di antara para hamba merupakan suatu amalan
pendekatan diri kepada Allah yang dengannya orang-orang yang bertaqwa
mendekatkan diri kepada-Nya, maka di manakah orang-orang yang
bersemangat untuk mendapatkan pahala yang besar ini?
Allah berfirman,
وَإِنِ امْرَأَةٌ خَافَتْ مِنْ بَعْلِهَا
نُشُوزًا أَوْ إِعْرَاضًا فَلاَ جُنَاحَ عَلَيْهِمَا أَنْ يُصْلِحَا
بَيْنَهُمَا صُلْحًا وَالصُّلْحُ خَيْرٌ
"Dan jika seorang wanita
khawatir akan nusyuz atau sikap tidak acuh dari suaminya, maka tidak
mengapa bagi keduanya mengadakan perdamaian yang sebenar-benarnya, dan
perdamaian itu lebih baik (bagi mereka)." (An-Nisaa`:128)
Ayat ini menunjukkan bahwa perdamaian di antara suami-istri adalah lebih
baik daripada perceraian, karena perceraian itu mengakibatkan
kemudharatan yang sangat banyak, karena itulah maka boleh bagi seorang
istri untuk melepaskan haknya atau sebagian haknya dari nafaqah
(belanja) atau hak-hak yang lainnya apabila dikhawatirkan suaminya lari
darinya atau berpaling darinya, dan hendaklah seorang suami menerimanya.
Allah berfirman yang artinya,
"Sebab itu bertaqwalah kepada Allah dan perbaikilah perhubungan di antara sesama kalian." (Al-Anfaal:1)
Ayat ini memerintahkan untuk melakukan perdamaian di antara kaum
muslimin yang berselisih dan melarang saling berbuat zhalim, berselisih
dan bersengketa.
Allah berfirman yang artinya,
"Dan jika ada dua golongan dari orang-orang mukmin berperang maka
damaikanlah antara keduanya. Jika salah satu dari kedua golongan itu
berbuat aniaya terhadap golongan yang lain maka perangilah golongan yang
berbuat aniaya itu sehingga golongan itu kembali kepada perintah Allah;
jika golongan itu telah kembali (kepada perintah Allah), maka
damaikanlah antara keduanya dengan adil dan berlaku adillah.
Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang berlaku adil." (Al-Hujuraat:9)
Ayat ini menerangkan tentang perintah untuk mendamaikan di antara kaum muslimin ketika terjadi perselisihan dan peperangan.
Dari Abu Bakrah radhiyallahu 'anhu bahwasanya pada suatu hari
Rasulullah berkhuthbah di atas mimbar dan bersama beliau ada Al-Hasan
bin 'Ali (cucu beliau), maka sekali waktu beliau memandang kepadanya dan
kali yang lain beliau memandang kepada manusia, lalu beliau bersabda,
إِنَّ ابْنِيْ هَذَا سَيِّدٌ، وَلَعَلَّ اللهَ أَنْ يُصْلِحَ بِهِ بَيْنَ فِئَتَيْنِ عَظِيْمَتَيْنِ مِنَ الْمُسْلِمِيْنَ
"Sesungguhnya
anakku ini adalah pemimpin, dan semoga Allah mendamaikan di antara dua
pasukan besar dari kaum muslimin dengan perantaraannya." (HR. Al-Bukhariy Kitaabu Ash-haabin Nabiy 4/216)
Dan terbuktilah apa yang beliau sabdakan, maka Allah mendamaikan melalui
perantaraannya antara penduduk 'Iraq dan Syam setelah terjadi
peperangan yang sangat panjang.
Di dalam hadits ini terdapat isyarat yang agung dalam masalah anjuran
untuk mendamaikan di antara kaum muslimin walaupun seseorang harus
melepaskan sebagian hak-haknya, karena itulah Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam memuji Al-Hasan radhiyallahu 'anhu
yang telah menyerahkan kekhilafahannya kepada Mu'awiyah sehingga
terjadilah perdamaian di antara kaum muslimin dan bahkan para 'ulama
menyatakan bahwa setelah perdamaian itu terjadilah apa yang dinamakan
dengan 'aamul jamaa'ah (tahun persatuan).
Dari 'A`isyah radhiyallaahu 'anhaa, bahwasanya Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam
mendengar suara perselisihan dua orang di depan pintu yang tinggi suara
keduanya, salah satu dari keduanya meminta kepada yang lainnya agar
membebaskan sebagian hutangnya dan bersikap lembut, akan tetapi orang
yang diminta tersebut berkata, "Demi Allah, saya tidak akan
melakukannya." Maka Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam keluar menuju kepada dua orang tersebut seraya bersabda, "Siapa yang bersumpah atas nama Allah bahwa dia tidak akan berbuat kebaikan?"
Maka dia menjawab, "Saya Ya Rasulullah." Maka Rasulullah menganjurkan
kepadanya agar melakukan salah satu dari yang paling dia sukai. (Yakni
kalaulah dia tidak mau membebaskan sebagian hutang temannya tersebut
maka hendaklah dia bersikap lembut dan jangan berkata yang kasar,
pent.). (HR. Al-Bukhariy no.2705 dan Muslim no.1557)
Yang menjadi dalil dalam hadits ini adalah keluarnya Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam untuk mendamaikan keduanya, dan perbuatan beliau menunjukkan atas perkara yang dianjurkan.
Berkata Al-Imam Al-Bukhariy di dalam Shahiih-nya, "Bab Ucapan Imam kepada shahabat-shahabatnya: Pergilah kalian bersama kami untuk mengadakan perdamaian", kemudian dia membawakan riwayat berikut: Dari Sahl bin Sa'd radhiyallahu 'anhu, bahwasanya penduduk Quba` berperang sampai mereka saling melempar dengan batu, maka hal ini pun dikhabarkan kepada Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam, maka beliau bersabda, "Pergilah kalian bersama kami untuk mendamaikan mereka."
Dari Ummu Kultsum bintu 'Uqbah bin Abi Mu'aith radhiyallaahu 'anhaa berkata, saya mendengar Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda, "Bukanlah
dikatakan berdusta orang yang mendamaikan di antara manusia lalu
mengatakan perkataaan yang baik untuk tujuan mendamaikan (walaupun
perkataan tersebut tidak sesuai dengan kenyataan)." (HR. Al-Bukhariy no.2692 dan Muslim no.2605)
Di dalam riwayat Muslim terdapat tambahan: Dia (Ummu Kultsum) berkata, "Aku tidak pernah mendengar Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam
memberikan keringanan pada sesuatu yang diucapkan manusia dari
kedustaan kecuali pada tiga hal: pada peperangan; mendamaikan di antara
manusia; dan pembicaraan seorang suami kepada istrinya dan pembicaraan
seorang istri kepada suaminya."
Hadits ini menunjukkan atas disyari'atkannya mendamaikan di antara
manusia, sebagaimana juga hadits ini menunjukkan atas bolehnya berdusta
dengan tujuan perdamaian.
Berkata Al-Qurthubiy, "Sekelompok 'ulama berpendapat bolehnya berdusta
untuk tujuan perdamaian", dan mereka menyatakan, "Dusta yang tercela itu
hanyalah dalam perkara yang padanya ada kemudharatan atau yang tidak
ada maslahat padanya." (Fathul Baarii 6/228)
Berkata Al-Imam Al-Bukhariy di dalam Shahiih-nya, "Bab Tidak Dinamakan Dusta Orang yang Mendamaikan di antara Manusia."
Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda, "Setiap persendian manusia wajib di shadaqahi, setiap hari yang padanya matahari terbit. Beliau bersabda, "Mendamaikan antara dua orang (yang berselisih) adalah shadaqah. Membantu seseorang dalam masalah kendaraannya lalu menaikannya ke atas kendaraannya atau mengangkat barang bawaannya ke atas kendaraannya adalah shadaqah." Beliau bersabda, "(Mengucapkan) kalimat yang baik adalah shadaqah. Setiap langkah yang dia berjalan menuju masjid untuk shalat adalah shadaqah. Dan menyingkirkan gangguan dari jalan adalah shadaqah." (HR. Al-Bukhariy no.2989 dan Muslim no.1009 dari Abu Hurairah radhiyallahu 'anhu)
Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda, "Setiap persendian manusia wajib di shadaqahi, setiap hari yang padanya matahari terbit. Beliau bersabda, "Mendamaikan antara dua orang (yang berselisih) adalah shadaqah. Membantu seseorang dalam masalah kendaraannya lalu menaikannya ke atas kendaraannya atau mengangkat barang bawaannya ke atas kendaraannya adalah shadaqah." Beliau bersabda, "(Mengucapkan) kalimat yang baik adalah shadaqah. Setiap langkah yang dia berjalan menuju masjid untuk shalat adalah shadaqah. Dan menyingkirkan gangguan dari jalan adalah shadaqah." (HR. Al-Bukhariy no.2989 dan Muslim no.1009 dari Abu Hurairah radhiyallahu 'anhu)
Setiap anggota badan dan persendian manusia harus dishadaqahi. Ada yang sifatnya wajib yaitu menggunakan anggota badan dan persendian tersebut untuk ketaatan kepada Allah. Seperti untuk melaksanakan shalat lima waktu, mengeluarkan zakat, shaum di bulan Ramadhan, haji ke Baitullah bagi yang mampu, berjihad fii sabiilillaah, dan lain-lainnya dari kewajiban-kewajiban. Dan ada yang sifatnya mustahab (sunnah) yaitu melaksanakan apa-apa yang Allah dan Rasul-Nya sunnahkan kepada kita. Seperti bershadaqah dengan harta, menolong orang yang memerlukan bantuan dan yang kesusahan, menyingkirkan gangguan dari jalan, dan lain-lainnya dari amalan-amalan sunnah.
Dan hal ini kita lakukan setiap hari di mana matahari terbit waktu itu. Setiap hari anggota badan dan persendian-persendian tersebut harus dishadaqahi sebagai rasa syukur kepada Allah atas nikmat kesehatan, umur, dan nikmat-nikmat lainnya yang lahir maupun yang bathin.
Shadaqah yang dimaksudkan bukan hanya dengan harta semata akan tetapi bermacam-macam. Seperti mendamaikan dua orang yang berselisih dengan adil, bahkan hal ini termasuk shadaqah yang paling utama.
Tolong Menolong dalam Kebaikan
Sabda Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam, "Dan membantu seseorang dalam masalah kendaraannya lalu menaikannya ke atas kendaraannya atau mengangkat barang bawaannya ke atas kendaraannya adalah shadaqah."
Ini termasuk shadaqah yang disyari'atkan dalam rangka mensyukuri nikmat anggota badan dan persendian. Maka membantu seorang muslim untuk naik ke atas kendaraannya apabila dia tidak mampu naik atau membantunya dalam membawa barang bawaannya ke atas kendaraannya adalah termasuk shadaqah. Dan ini termasuk kebaikan sedangkan Allah mencintai orang-orang yang berbuat kebaikan.
Demikianlah seorang muslim akan diberi pahala atas segala hal yang dia lakukan dalam rangka membantu saudara-saudaranya kaum muslimin. Karena Allah 'Azza wa Jalla telah memerintahkan kita agar tolong menolong.
Allah berfirman,
َتَعَاوَنُوا عَلَى الْبِرِّ وَالتَّقْوَى
"Dan tolong menolonglah kalian dalam (mengerjakan) kebajikan dan taqwa." (Al-Maa`idah:2)
Wallaahu A'lam. Diambil dari Qawaa'id wa Fawaa`id minal Arba'iin An-Nawawiyyah hal.229-234 dengan beberapa tambahan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar