“Dan bersabarlah dalam menunggu ketetapan
Rabb-mu, maka sesungguhnya kamu berada dalam penglihatan Kami, dan bertasbihlah
padanya pada beberapa saat di malam hari dan di waktu terbenam bintang-bintang
(di waktu fajar).” (QS Ath-thuur [52] : 48-49)
Dalam dekapan masalah yang begitu berat menghimpit,
terkadang hati kecil sering lirih berujar,”Ya Allah hanya untuk inikah Engkau
menciptakan aku, entah berapa kali pintaku terucap diiringi linangan air mata
yang kerap mengalir. Entah sudah berapa kali diri ini berharap akan datangnya
perubahan dalam perbaikan, tetapi mengapa belum juga Engkau bukakan pintu
kemudahan, sehingga aku dapat merasakan seperti yang dirasakan orang lain.
Apalah artinya aku hidup jika selalu didera
kemalangan yang berkepanjangan.” Mungkin ungkapan itu terlontar karena kita belum
membaca nasihat Rasulullah saw ketika kita ditimpa musibah. Sebuah hadits yang
diriwayatkan oleh Bukhari dan Muslim dimana Rasulullah bersabda,”Janganlah
seseorang dari kamu mengharapkan mati disebabkan oleh penderitaan yang menimpa
dirinya, maka apabila keadaan memaksa, maka berdoalah: “Ya Allah lanjutkanlah
hidupku ini selama hidup ini lebih baik bagiku. Dan segera matikan diriku ini
apabila mati itu lebih baik bagiku.” (Mutafaqun ‘alaih).
Sahabat, jika kita merasa kemiskinan, kesulitan
hidup, susahnya mencari nafkah, dan belum datangnya jodoh adalah musibah, maka
sesungguhnya kekayaan, kemewahan, kebersamaan, bahkan kepopuleran adalah
musibah bagi orang-orang yang tidak mampu menjaganya. Bahkan semua itu adalah
pintu datangnya kehinaan bagi mereka yang tak mampu bersabar dalam kenikmatan.
Renungkanlah firman Allah di atas! Semoga Allah membukakan pintu hati kita agar mampu menemukan hikmah di balik setiap musibah yang datang. Ketahuilah, di balik setiap musibah yang menyakitkan jika kita bersabar dan bersyukur, tersimpan kebaikan yang begitu banyak.
Renungkanlah firman Allah di atas! Semoga Allah membukakan pintu hati kita agar mampu menemukan hikmah di balik setiap musibah yang datang. Ketahuilah, di balik setiap musibah yang menyakitkan jika kita bersabar dan bersyukur, tersimpan kebaikan yang begitu banyak.
Sesungguhnya jika saja kita mau membandingkan
tentang musibah yang kita derita dengan pemberian Allah yang tak terhingga,
pasti hati kita diselimuti pujian kepada-Nya, dan mulut kita tak henti-hentinya
melantunkan syukur. Bahkan jika kita membuka mata batin kita untuk menatap
ke-Maha Besar-an Allah, sungguh kita malu kepada Allah, karena hanya ketika
musibah datang kita mengemis kasih-Nya. Berharap agar Dia merubah penderitaan
kita menjadi kebahagiaan.
Tetapi ketika kebahagiaan itu telah kita raih,
tidak jarang kita memperlihatkan ketidaksyukuran kita. Terkadang betapa kita
telah menjadi manusia yang tak tahu membalas budi. Sahabat, kehidupan yang kita
jalani adalah proses perjuangan yang tak pernah henti.
Ada saat dimana kebahagiaan begitu akrab
menemani, tetapi di saat yang lain penderitaan begitu senang bersemayam di
dalam hati. Sungguh dua keadaan ini memerlukan kekuatan agar kita tetap
bertahan pada kebenaran. Jika kita tidak memiliki kekuatan maka bukan saja
kehidupan akan terasa menyulitkan, tetapi hari demi hari akan selalu dihinggapi
rasa ketakutan.
Bicara tentang kebahagiaan, siapa yang tidak
mengharapkannya? Semua kita pasti selalu merindukan saat-saat seperti itu
datang. Tetapi di mana kita temukan kebahagiaan? Di rumah yang mewahkah? Atau
saat kita merasakan berkecukupan? Tetapi adakah manusia yang merasa cukup?
Jangankan kita yang selalu berada dalam kekurangan setiap saat, orang-orang
yang sudah bergelimang kemewahan pun ternyata masih merasa kekurangan dan terus
mengejar dan mencarinya.
Apakah mereka bahagia dengan apa yang sudah dimilikinya? Ternyata tidak. Karena tidak sedikit di antara mereka justru selalu dihantui rasa ketakutan dan kekhawatiran. Bahkan ada yang sibuk mengumpulkan harta, sampai tak sempat menikmatinya. Benarlah apa yang diungkapkan oleh para bijak: “Bahwa kekayaan itu bukan milik orang yang mengumpulkannya, tetapi milik orang yang menikmatinya.” Itulah kenyataan yang kita saksikan.
Apakah mereka bahagia dengan apa yang sudah dimilikinya? Ternyata tidak. Karena tidak sedikit di antara mereka justru selalu dihantui rasa ketakutan dan kekhawatiran. Bahkan ada yang sibuk mengumpulkan harta, sampai tak sempat menikmatinya. Benarlah apa yang diungkapkan oleh para bijak: “Bahwa kekayaan itu bukan milik orang yang mengumpulkannya, tetapi milik orang yang menikmatinya.” Itulah kenyataan yang kita saksikan.
Jika orang miskin khawatir dan takut menatap masa
depan yang begitu memberatkan, sementara orang kaya khawatir dan takut, bahkan
bingung ke mana harta mereka akan dihabiskan. Lantas, apa yang dapat kita
katakan untuk mereka yang hidupnya tak pernah puas dengan keadaan. Ada apa
sesungguhnya dengan makhluk yang bernama manusia ini? Diberi nikmat dia tak
pandai bersyukur, diberi cobaan keyakinan hidupnya semakin kabur. Sungguh,
kebanyakan kita memang tidak tahu berterima kasih kepada Dzat Yang Maha
Memberi.
Janganlah bersedih dengan apa yang telah tiada. Janganlah
gelisah dengan sesuatu yang belum ada. Jangan merasa terhina karena deraan
kemiskinan. Jangan merasa sepi dalam kesendirian. Dan jangan merasa papa dalam
ketiadaan. Sebab perasaan-perasaan seperti ini hanya akan menumpulkan mata
batin kita tentang ke-Maha Besar-an Allah. Bersandarlah kepada-Nya. Adukan
nasib diri dengan penuh ketawadhuan. Introspeksilah, mungkin penyebab semua ini
sesungguhnya lahir dari kesalahan diri yang begitu banyak melanggar larangan.
Penulis : Ustadz Anwar Anshori Mahdum
Tidak ada komentar:
Posting Komentar