Maka ketika ia datang ke tempat api itu ia dipanggil: “Hai Musa.
Sesungguhnya Aku inilah Tuhanmu, maka tanggalkanlah kedua terompahmu; sesungguhnya kamu berada dilembah yang suci, Thuwa.
Dan Aku telah memilih kamu, maka dengarkanlah apa yang akan diwahyukan (kepadamu).
Sesungguhnya
Aku ini adalah Allah, tidak ada Tuhan (yang hak) selain Aku, maka
mengabdilah kepada-Ku dan dirikanlah shalat untuk mengingat Aku.
Diriwayatkan pada waktu itu Nabi Musa as, melihat sebuah cahaya api dari
kejauhan lalu dia berpesan kepada keluarganya untuk menunggunya karena
ia akan pergi ketempat itu untuk mengambilnya untuk di jadikan penerang
jalan. Walhasil itulah awal pengangkatan dirinya menjadi seorang Rosul.
Dari kisah Nabi Musa as, yang tercantum dalam Al-Qur’anul Kariim tentang
pengangkatan dirinya menjadi seorang Rosul memiliki Makna yang sangat
luas sekali dan memberikan pelajaran kepada kita sebagai umat Nabi
Muhammad Rosulullah Saw. Diantaranya :
1. Tentang Makna “tanggalkanlah kedua terompah”
2. Tentang Makna lembah yang suci, “Thuwa”
3. Tentang Makna “Pengabdian kepada Tuhan”
4. Tentang Makna “mendirikan Sholat” dikaitkan dengan “Mengingat Tuhan”
Di dalam makna Ayat yang tercantum dalam Surah Thaahaa : 11-14 tsb,
tentu mengandung segudang rahasia yang kesemuanya itu menuju kepada
Kesempurna’an dari pada Amal Ibadah seseorang dan yang lebih utama
adalah kesempurna’an di dalam ber Ma’rifat kepada Allah Swt.
Semoga dengan Firman Allah Swt tsb, memberikan kita suatu pelajaran
yang mencerahkan untuk saling berbagi Ilmu Pengetahuan tentang jalan
menuju kesempurna’an Hidup dalam Amal Ibadah dan dalam ber Ma’rifat
kepada Allah Swt.
Bagi Saudara-saudaraku semuanya di Pondok Pengembara Jiwa ini, di
persilahkan untuk memberikan masukkannya yang mencerahkan berdasarkan
Pengetahuan Ilmu yang sudah di dapat dan di ketahui sehingga
saudara-saudara kita yang lain bisa saling memetik Hikmah di dalam
Uraian saudara-saudaraku semuanya.
Maha Benar Allah dengan segala Firman-Nya.
TEROMPAH
Yang terikut dalam diri yang secara fitrah terrasakan kotor (membawa
najis) sehingga tidak saya bawa pada saat shalat adalah “terompah”.
Sedangkan secara batin ketika menghadap Allah diri harus menanggalkan
semua yang terkait dengan dunia (tanah/bumi), sehingga hati yang bersih
dan ikhlas sajalah yang layak dihadapkan kepada Allah SWT.
LEMBAH SUCI “THUWA”
Di tempat yang suci tidak diijinkan segala najis hadir. Pertemuan dengan
Allah bukan saja dilakukan dengan zahir & batin yang suci namun
juga selayaknya pada tempat yang suci pula. Dari sisi batinnya, lembah
yang suci bisa diartikan sebagai hati/qalb tempat/wadah bersemayamnya
jiwa. Sehingga, kesucian qalb harus menyertai jiwa.
Mengabdi (menghamba) kepada Tuhan
Sebelum perintah agar Nabi Musa mengabdi/menghamba Allah meminta
kesaksian Nabi Musa bahwa Allah adalah Tuhan dan tidak ada Tuhan (yang
Hak) selain Allah.
Perintah penghambaan ini juga berarti kesaksian Nabi Musa bahwa beliau
hanyalah seorang hamba yang wajib menghamba/mengabdi kepada Tuhan
(Penguasa/Pemilik). Sehingga kesaksian ini sekaligus mengahncurkan
ke-aku-an beliau, sekaligus beliau bersaksi bahwa beliau hanyalah milik
Allah.
Mendirikan shalat untuk Mengingat Allah
Setelah jelas semua dimana posisi/kedudukan Allah & posisi/kedudukan
Beliau, maka beliau sudah bisa melakukan shalat, krn shalat yang sudah
melalui tahap penyaksian atas Allah yang Esa dan penyaksian atas
kedudukan kita hanya sebagai hamba akan membawa pada pintu shalat yang
sempurna. Dan kesempurnaan shalat tsb menjadi lengkap dengan kejelasan
dari tujuan/akibat dari shalat itu sendiri yaitu untuk mengingat Allah.
Mengingat berarti terhubung, terhubung berarti dekat. Terhubung hanya
bisa tercapai ketika muncul “kesamaan2″, kesamaan2 hanya bisa tercapai
ketika ada pengenalan atas sifat yang ingin didekati/dihubungi.
Mengenali tidak bermakna ketika belum dilengkapi dengan kesaksian atas
yang dikenali.
Laa haula walaa quwwata illa billah.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar