Tulisan ini terinspirasi dari kata – kata Sun Tzu, ahli strategi
perang dari China, dia mengungkapkan “Seni berperang adalah menang
tanpa berperang.”
Ketika saya masih menjadi mahasiswa di Jogjakarta,
ada seorang mantan anggota DPRD Jogja menyatakan, “Seni tertinggi
dalam pergaulan di masyarakat adalah komunikasi.
Adu kekuatan fisik sejati adalah mengalahkan, tanpa orang tersebut
merasa kalah,” tambahnya. Beliau mencontohkan, untuk mengalahkan
seorang prajurit berbadan kekar yang memiliki banyak teman, cukup
dengan berkomunikasi dengan komandannya yang berpangkat kapten, maka
Insya Allah prajurit tersebut akan tunduk dan patuh. Baru seorang
kapten saja sang prajurit tangguh sudah bisa ditaklukkan, apalagi jika
tempat kita berkomunikasi adalah dengan seorang jendral. Maka
milikilah kemampuan seorang jendral buat menundukkan ribuan prajurit.
Artinya, punyailah kemampuan seorang pemimpin, maka pengikut yang
berapapun banyaknya akan mengikut, tunduk dan patuh pada kita.
LIMA UNSUR DALAM TUBUH MANUSIA
Mitra
sejati, dalam kehidupan kita bermasyarakat, persoalan kejengkelan
sederhana, ketidaksenangan pada seseorang atau sebuah komunitas yang
akhirnya berujung pada sebuah dendam, merupakan indikasi manusia yang
tidak stabil. Secara psikologis, ada unsur – unsur di tubuhnya yang
mengalami kerusakan, untuk itu perlu diperbaiki.
Unsur tersebut antara lain :
1. Unsur Fisik
Manusia
diciptakan dari segenggam tanah, dalam perspektif Sunnatullah tanah
ini merupakan bentuk lain dari bumi. Di bumi yang maha luas ini
bertentangan dengan unsur langit yang tinggi. Jika di bumi, karena
merasa diri rendah, sifat yang paling kelihatan adalah rasa malas.
Malas berbuat sesuatu, malas untuk mengejar cita – cita, malas
berusaha, malas ber’ibadah dan segala macam bentuk rasa malas yang
timbul dari fisik atau tubuh. Cara melawan rasa malas ini dengan
menggerakkan hati, dikarenakan hati adalah raja, maka ketika hati sudah
bergerak, maka rasa malas yang ditimbulkan oleh fisik tubuh menjadi
hilang. Bergeraklah dengan hati yang bersih, hilangkanlah kemalasan
dalam diri.
2. Unsur psikis
Agar kehidupan di bumi
menjadi semarak, dibutuhkan air yang mengalir, yang menghidupi bumi.
Bahkan masalah air ini menjadi isyu utama di beberapa negeri.
Ketersediaan air menjadi mutlak pada sebuah masyarakat. Dengan
memiliki sumber mata air, bisa timbul sebuah peradaban. Seperti
sejarah pendirian ka’bah, yang nantinya melahirkan pendekar – pendekar
peradaban dalam era Makkah dan Madinah. Bahkan ekspedisi manusia ke
planet – planet lain di luar bumi, bertujuan mencari air untuk
kelangsungan hidup dari generasi ke generasi. Sehingga fenomena air
menjadi isyu global.
Pada tubuh manusia, yang 70% terdiri dari
air (baca: darah), akan bergolak menjadi kacau jika kondisi psikisnya
tidak stabil. Ini diekspresikan dalam bentuk marah. Lihatlah orang
yang sedang marah, selain napasnya yang tidak teratur, darah di
tubuhnya menjadi tidak beraturan dan tidak lancar, sehingga mudah
sekali dipengaruhi. Orang yang sedang marah, mudah sekali disusupi
syetan, untuk menanggulanginya dengan menyalurkannya pada tempat yang
benar atau diam. Seperti di Jepang, ada namanya destroyer room,
ruangan perusak. Di dalam ruangan ini, orang yang lagi marah,
disediakan meja, kursi dan alat – alat yang sengaja buat dihancurkan
sebagai pelampiasan rasa marahnya. Jika kondisi ini kita alami,
sebaiknya mengistirahatkan fisik.
Bahkan benar sekali apa yang ucapkan
Rasulullah Muhammad SAW, jika kita lagi marah, berwudhulah dengan
air, lalu shalatlah. Jika air ketemu dengan air, akan kembali ke
asalnya. Sebuah air sungai yang bergejolak, ketika sampai di lautan
lepas, menjadi tenang, berkumpul pada teman – temannya. Bahkan laut
yang ganas sekalipun, akan takluk di bumi, yang ini bisa kita
analogikan akan tubuh fisik kita yang melakukan gerakan shalat. Jika
masih marah juga, tidurlah, berarti unsur air dan unsur bumi dalam
tubuh kita menjadi diam.
3. Unsur emosi
Dalam bahasa
Quran, emosi ini bermakna nafsu. Di bumi yang mengandung unsur tanah
dan air, sehingga kita sebut tanah air, bisa diperjuangkan jika
memiliki pemicu. Pemicu ini disimbolkan dengan api. Api memiliki
sifat pembakar, baik sebagai cahaya (baca : matahari) atau api sebagai
semangat. Karena tugasnya menyemangati, kedua unsur yaitu tanah dan
air, maka nafsu ini perlu dikendalikan pada tingkatan yang wajar.
Seseorang harulah memiliki ambisi, dengan memiliki ambisi, menjadi
strum pemicu orang berusaha lebih giat lagi. Dalam batasan wajar,
ambisi menjadi positif, tetapi jika over dosis, ambisi menjadi
ambisius, sehingga orang yang terlalu semangat akan menyerang balik
dirinya sendiri. Seperti Iblis laknatullah, karena terlalu berambisi
menjadi makhluq paling mulia, maka menjadi sombong ketika ada makhluq
lain yang menyaingi eksistensinya (baca : Nabi Adam AS, dari tanah),
sehingga bertindak menurutkan nafsu, hingga dikeluarkan dari syurga.
Orang
yang terlalu bersemangat, biasanya menunjukkan rasa takut, takut
kalau – kalau tidak bisa mencapai ambisi tersebut. Sementara cara
meredam rasa takut dengan mengembalikan ke unsur psikis yang terdiri
dari air. Sebagaimana hawa nafsu yang bisa dikekang dengan shaum.
Ketika nafsu, dihukum dengan siksaan panasnya api neraka, yang terjadi
adalah semakin menjadi – jadi ambisinya, pun di siksa dengan dinginya
api neraka, tertawa tawa oleh rasa geli, tetapi ketika disiksa dengan
rasa lapar dan haus, maka ambisi yang terlalu dan merendahkan orang
lain menjadi ciut dan mengemis – ngemis minta ampun. Ketika rasa marah
yang berakibat rasa takut ada pada diri kita, jalan keluar
terbaiknnya dengan bershaum, menahan diri agar kita menjadi orang –
orang yang bertaqwa.
4. Unsur perubahan
Tidak ada yang
statis di dunia ini, semuanya berubah menjadi dinamis kecuali
perubahan. Dengan kata lain, tidak ada kepastian di dunia ini,
kecuali kepastian akan perubahan itu sendiri. Ibarat angin yang terus
berpindah – pindah, maka perubahan akan terus mengalami bentuk.
Hari
ini kita berdiri di puncak kehidupan, kemungkinan esok bisa jadi kita
terduduk pada serendah – rendah kehidupan. Angin perubahan akan bisa
menjadi jinak, ketika di iringi oleh api semangat positif dalam diri
manusia.
Di dalam tubuh manusia, terdapat dua hormon yang bekerja, satu bernama endorphine, yang satu lagi bernama adrenaline. Hormon endorphine
akan bekerja, ketika kita mengalami titik kenikmatan. Orang – orang
yang bertipe ini, baru bergerak dan muncul kreativitasnya ketika di
beri inspeksi/visualisasi kenikmatan. Jika bekerja sebagai seorang
profesional, maka tawaran gaji yang tinggi, kedudukan yang meningkat
menjadi obsesi dirinya. Begitupun dengan visualisasi akhirat, maka tipe
ini harus diasosiasikan dengan visualisasi dimensi syurgawi.
Jika bertipe adrenaline,
kreatifitas dan pergerakannya terjadi ketika diberi tantangan dan
kesukaran. Semakin menantang dan sukar sebuah masalah, semakin
menarik dan kreatif hidupnya. Jika bekerja sebagai seorang pebisnis,
tipe ini akan menaklukkan tantangan yang dihadapinya dengan tetap
tersenyum serta menikmati di tiap kondisi dan keadaan terpahit
sekalipun. Visualisasi akhiratnya adalah diasosiasikan dengan
visualisasi dimensi nerakawi, yang menyakitkan. Semakin sakit
penderitaan, maka semakin nikmatlah hidupnya.
Orang – orang yang
memiliki dimensi kreatifitas ini terkadang hanya sampai pada tingkatan
simpati. Dimana tangga menuju puncak simpati, pertama antipati,
kedua simpati, ketiga empati, dan puncaknya adalah telepati. Antipati
adalah sebuah keadaan yang berlawanan dengan apa yang kita pikir dan
rasakan (no think and not fell as you not think and you not feel),
sementara simpati kebalikan dari antipati, berpikir seperti apa yang
dia pikirkan, dan merasakan seperti apa yang dia rasakan (think as you think, fell as you feel). Sedangkan empati adalah suatu kondisi aksi dari berfikir dan merasakan (think as you think, fell as you feel, and act you want them to act). Terakhir adalah telepati, sebelum dia berfikir dan merasakan, kita lakukan aksi kongkrit (before them think & fell, you act now).
5. Unsur produktivitas
Manusia agar bisa survive
di dunia, haruslah memiliki keturunan sebagai pewaris dari estafeta
kepemimpinannya. Tanpa adanya keturunan, berarti bumi ini akan punah,
karena tidak ada lagi yang menghidupinya. Karena memiliki keturunan
merupakan bagian dari produktivitas dan reproduktivitas seorang manusia
hidup, maka ketika di beri napas kehidupan, haruslah mempunyai nilai –
nilai keberartian atau kesignifikan hidup untuk ber’ibadah kepada
Allah SWT dalam bentuk memperdalam ilmu yang dimiliki sebagai bekal
akhirat. Dengan memiliki ilmu, maka otomatis produktivitas akan
terjadi, ketika produktivitas terjadi maka pencapaian – pencapaian
hakiki sebagai makhluq mulia akan terjadi. Bukan terjebak pada
sanjungan semu, tetapi pada sanjungan abadi dari sang maha abadi,
Allah SWT. Ketika produktivitas ini dipahamai sebagai kemuliaan semu,
maka tunggulah saat kehancuran, ketika kita di sanjung di bumi karena
ada maksud terselubung bukan sanjungan tulus, karena kita memang
pantas mendapatkannya, maka kemuliaan akan menghampiri kita.
Lawanlah setiap sanjungan dengan senyum ketulusan, berikan energi yang berlebih di diri kita buat kemanfaatan buat orang lain.
Mitra
sejati, ketika kita diharuskan berperang, dalam bentuk fisik, lawan
terbesar dari diri kita bukan orang lain yang berada diluar diri kita,
tetapi rasa malas yang menumpuk pada diri kita. Ketika berperang
dalam bentuk psikis, lawan terbesarnya adalah rasa amarah yang sewaktu
– waktu bisa muncul pada saat yang tidak kita kehendaki. Sedangkan
berperang dalam bentuk emosi, melawan rasa takut yang berlebihan, Buat
berperang dengan unsur perubahan, lawanlah rasa antipati dengan
telepati. Terakhir unsur produktivitas, lawanlah sanjungan dengan
senyum ketulusan.
Setelah berperang dengan kelima sifat tadi, memenangkan peperangan tanpa peperangan adalah ciri seorang pejuang sejati.
Wallahu’alam bissawab
Tidak ada komentar:
Posting Komentar