Sabtu, 31 Desember 2011

Cinta ALLAH Kepada Hamba

Cinta ALLAH kepada hamba-Nya merupakan sesuatu yang tak seorang pun mampu mengetahui nilainya, kecuali mereka yang makrifat kepada ALLAH dengan seluruh sifat yang melekat pada-Nya sebagaimana Dia menyifati Diri-Nya. Tidak pula diketahui kecuali oleh mereka yang mampu merasakan adanya aliran cinta itu pada perasaan, jiwa dan seluruh wujud dirinya.


Para ulama mengatakan “Cinta ALLAH kepada hamba-Nya dimaknai dengan keridhoan-Nya kepada hamba, pujian-Nya kepada mereka dan balasan-Nya atas amal sholeh yang dilakukan dengan balasan yang berlipat ganda.

Telah diriwayatkan oleh Al-Bukhari dalam shohehnya dari hadits Annas bin Malik ra. Berkata : Rasulullah bersabda tatkala meriwayatkan dari Rabbnya. Dari Abu Hurairoh ra berkata : Rasulullah bersabda : ” Sesungguhnya ALLAH Ta’ala berfirman:

‘Barang siapa yang menghinakan wali-Ku maka sungguh telah menantang-Ku untuk berperang, tiada seorang hamba mendekatkan diri kepada-Ku yang lebih Aku cintai dari menunaikan apa-apa yang Aku fardhukan atasnya. Hamba-Ku senantiasa melakukan ibadah nafilah hingga Aku mencintainya. Dan jika Aku mencintainya, Akulah yang menjadi pendengarannya yang ia mendengar dengannya, dan menjadi penglihatannya yang ia melihat dengannya, menjadi tangannya yang ia memegang dengannya, dan menjadi kakinya yang ia berjalan dengannya. Jika dia memohon kepada-Ku niscaya Aku akan memberinya dan jika dia meminta perlindungan kepada-Ku niscaya Aku melindunginya. Aku sama sekali tidak ragu melakukannya sebagaimana keraguan-Ku untuk mencabut nyawa seorang hamba-Ku mukmin yang tidak suka kematian dan Aku pun tidak suka menyakitinya, hanya saja kematiannya adalah sesuatu yang mesti atasnya.’

Kedudukan Cinta Kepada ALLAH dan Rasul-Nya
Dalam kitab “Raudhah Al Mahbub min Kalaam muharrik Al Quluub”, Ibnul Qayyim Al-Jauziyah mengatakan : “Cinta ibarat pohon yang tumbuh di hati. Tonggaknya adalah menghinakan diri di hadapan yang dicintai, batangnya adalah ma’rifat kepada-Nya, sedangkan dahannya adalah rasa takut, daunnya adalah rasa malu, buahnya adalah taat, air yang menyburkannya adalah dzikir kepada-Nya, maka tatkala cinta kehilangan salah satu di antara hal-hal tersebut, hilanglah sifat kesempurnaannya.

Islam adalah agama yang mendasari ajarannya dengan realitas, bukan agama yang didasarkan pada khayalan dan ilusi. Ia tidak menafikan adanya perasaan saling mencintai antar manusia, sebab itu adalah fitrah manusia. Secara naluri kita mencintai istri, keluarga, harta dan tempat tinggal. Akan tetapi tidak sepatutnya sesuatu yang bersifat duniawi ini lebih ia cenderungi dan cintai dibanding ALLAH dan Rasul-Nya. Jika ia lebih mencintainya, berarti tidak sempurna imannya. Ia harus berusaha menyempurnakannya.
Mencintai ALLAH dan Rasul-Nya melebihi dari segalanya adalah jalan menuju keselamatan yang hakiki. ALLAH. Dialah Dzat yang paling berhak untuk dicintai, yang lebih patut menjadi labuhan hati dibandingkan orang tua, anak, bahkan diri sendiri. Inilah maqom tertinggi dari berbagai tingkatan cinta bagi para pencari cinta. Inilah cinta yang menyelamatkan.

“Tatkala seorang bertanya kepada Rasulullah SAW tentang hari kiamat, beliau menjawab dengan sebuah pertanyaan, ‘Apa yang sudah engkau persiapkan untuknya? Orang itu menjawab, ‘Tidak ada lain kecuali bahwa saya mencintai ALLAH dan Rasu-Nya.’ Rasulullah bersabda : ‘Engkau beserta orang yang engkau cintai. ” (HR Bukhari Muslim)

Sungguh cinta kita kepada kedua orang tua, keluarga dan dunia tidak boleh melebihi cinta kita kepada Rasul-Nya, yaitunabi Muhammad SAW. Dari Anas ra., dia berkata bahwa Nabi bersabda :

“Tidak beriman salah seorang dari kalian sehingga aku lebih dicintai daripada orang tuanya, anaknya dan seluruh manusia.” (HR Bukhari dan Muslim)

Kecintaan kita kepada Rasulullah itu mengikuti kecintaan kita kepada ALLAH SWT. Dan ini merupakan buah kecintaan kita kepada-Nya.

“Katakanlah : ‘Jika kamu benar-benar mencintai ALLAH, ikutilah aku, niscaya ALLAH mengasihi dan mengampuni dosa-dosamu.’ ALLAH Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.” (QS Ali Imran : 3)

Tingkatan-tingkatan Cinta

Menurut Abdullah Nasih Ulwan, cinta memiliki tiga tingkatan.
  • Cinta tingkat tertinggi, yaitu cinta kepada Allah dan Rasul-Nya dan berjihad di jalan-Nya 
  • Cinta Tingkat menengah adalah cinta kepada orang tua, anak, saudara, istri/suami dan kerabat
  • Cinta tingkat terendah; ialah cinta yang lebih mengutamakan cinta kepada keluarga, harta dan masalah dunia dari pada mencintai Allah dan Rasul-Nya
Tiga tingkatan cinta itu berdasarkan Firman Allah Pada surat At-Taubah [9]:24
“Katakanlah: “Jika bapa-bapa, anak-anak, saudara-saudara, isteri-isteri, kaum keluargamu, harta kekayaan yang kamu usahakan, perniagaan yang kamu khawatiri kerugiannya, dan tempat tinggal yang kamu sukai, adalah lebih kamu cintai dari Allah dan RasulNya dan dari berjihad di jalan nya, Maka tunggulah sampai Allah mendatangkan keputusan NYA”. dan Allah tidak memberi petunjuk kepada orang-orang yang fasik.”(Qs. At Taubah[9]:24)

Dari ketiga tingkatan cinta tersebut kemudian di sederhanakan lagi menjadi dua bagian cinta. Yaitu cinta kepada sesama makhluk dan cinta kepada Allah swt.

a. Cinta Kepada Makhluk
Cinta kepada sesama makhluk pada hakekatnya harus menjadi personifikasi cinta kepada Allah SWT. Artinya, ketika kita mencintai saudara kita, anak-anak, orang tua, pekerjaan dan yang lainnya, maka cinta-cinta ini harus disandarkan pada kecintaan kita kepada Allah SWT. Sering timbul pertanyaan, bagaimana mencintai seseorang karena kita mencintai karena Allah.

Contoh sederhana yang dapat kita pelajari misalnya; ketika laki-laki mencintai wanita karena Allah maka sang laki-laki harus berlaku jujur, setia, mengasihi dan tidak melakukan sesuatu yang di benci Allah, yaitu bermaksiat.

Ia lebih mendahulukan ridho Allah dari pada orang yang di kasihinya. Ia mampu menahan diri dengan tidak mengikuti hawa nafsunya yang menyebabkan ternoda kemurnian cintanya. Maka itu berarti kita berada pada jalan kecintaan karena Allah SWT.

Dari rasa cinta kita kepada makhluk yang terpenting adalah cinta kita kepada sesama muslim. Inilah cinta yang akan melahirkan bangunan kokoh persaudaraan, hati menjadi lapang, beban terasa ringan, wajah ceria penuh senyuman. Ikatan cinta antara sesama kaum muslimin merupakan salah satu indicator keimanan yang sempurna. Dari Anas Bin Malik r.a. RAsulullah bersabda: “Tidak sempurna iman seseorang diantara kalian, sehingga ia mencintai saudaranya sebagaimana ia mencintai dirinya sendiri”. ( Hr. Shoheh Muslim )
Dalam hadits lain, dari riwayat Abu Hurairah ra. Rasulullah bersabda:

“Di hari kiamat nanti, Allah Swt, berfirman,” Dimanakah orang-orang yang saling mencintai karena keagugan-Ku?. Hari ini mereka Aku naungi dengan perlindungan-Ku, di hari ketika tidak ada perlindungan kecuali perlindungan-Ku.”.

Maksud dari kata keagungan-Ku dalam hadits ini adalah didasari oleh keagungan dan taat kepada Allah, bukan karena landasan kepentingan duniawi atau tujuan-tujuan pribadi yang materialistis.

b. Cinta Kepada Allah SWT
Mencintai Allah adalah cinta dalam tingkatan yang paling tinggi. Mencintai Allah berarti tidak memberi kesempatan kepada jiwa untuk mencintai yang lain. Seperti tergambar dalam sebuah ayat:

“Dan diantara manusia ada orang-orang yang menyembah tandingan-tandingan selain Allah; mereka mencintainya sebagaimana mereka mencintai Allah. Adapun orang-orang yang beriman Amat sangat cintanya kepada Allah. dan jika seandainya orang-orang yang berbuat zalim itu mengetahui ketika mereka melihat siksa (pada hari kiamat), bahwa kekuatan itu kepunyaan Allah semuanya, dan bahwa Allah Amat berat siksaan-Nya (niscaya mereka menyesal)”. Qs. Al-Baqarah [2]:165

Dalam ayat ini di gambarkan bahwa orang yang benar-benar mencintai Allah adalah orang yang tidak punya sesembahan-sesembahan lain yang dapat menandingi cintanya kepada Allah. Dengan kata lain, mencintai Allah adalah karena Allah sendiri bukan karena yang lainnya.

Hal yang paling mudah dipahami oleh akal pikiran mengapa kita hanya patut mencintai Allah adalah karena anugerah nikmat yang telah di berikan Allah kepada kita. Kenikmatan yang seluruh manusia tenggelam di kedalaman samuderanya, yang mengiringi manusia bersama hirupan napas dan detak jantungnya, yang menyertainya di setiap tempat dan waktu, yang bersama keluasan dan keabadian-Nya semata bersumber dari Dzat Allah Swt.
Rasulullah bersabda:

“Cintailah Allah karena nikmat yang di anugerahkan kepada kalian, cintailah aku karena cinta kalian kepada-Nya, dan cintailah ahlulbaitku karena cinta kalian kepadaku” (Hr. Tirmidzi dan Hakim)

Cinta Adalah Fitrah Insani

Cinta adalah Fitrah manusia yang murni, tak dapat dipisahkan dengan kehidupan, ia selalu dibutuhkan. Jika seseorang ingin menikmatinya dengan cara yang terhormat dan mulia suci dan penuh taqwa tentu ia akan mempergunakan cinta itu untuk mencapai keinginan yang suci dan mulia pula. Cinta adalah suci. Karena ia berasal berasal dari yang Maha Suci, yakni Allah SWT.

Hadirnya cinta pada diri seseorang itu sebanding dengan kehadiran manusia dimuka bumi ini. Muhammad Ibnu Daud Azh-Zhahir mengatakan; “Cinta merupakan cermin bagi seseorang yang sedang jatuh cinta untuk mengetahui watak dan kelemah lembutan dirinya dalam citra kekasihnya. Karena sebenarnya ia tidak jatuh cinta kecuali terhadap dirinya sendiri. Kecenderungan manusia pada keindahan adalah fitrah, tetapi juga merupakan ujian bagi manusia.

“Dijadikan indah pada (pandangan) manusia kecintaan kepada apa-apa yang diingini, Yaitu: wanita-wanita, anakanak, harta yang banyak dari jenis emas, perak, kuda pilihan, binatang-binatang ternak[186] dan sawah ladang. Itulah kesenangan hidup di dunia, dan di sisi Allah-lah tempat kembali yang baik (surga).”[Qs. Ali Imran (3):14]

Dan Firman Allah lainnya:
Disitulah diuji orang-orang mukmin dan digoncangkan (hatinya) dengan goncangan yang sangat.(Qs. Al Ahzab[33]: 11)

Ibnu Qayyim Al-jauzi mengungkapkan ; Dalam rasa cinta melibatkan sampai 50 tingkat perasaan. Dari kondisi yang membahagiakan, sampai pada menyedihkan. dari adanya kerinduan sampai keinginan untuk selalu mencurahkan kasih sayang. Dan dari cinta buta yang memperdayakan sampai cinta tertinggi yang melahirkan penghambaan. Ibnu Qayyim Berkata: Mahabbah (cinta) yang bermanfaat itu terbagi tiga yaitu:
  1. Mahabbatullah (cinta kepada Allah), ia adalah sumber segala cinta, dan merupakan dasar iman dan tauhid. 
  2. Mahabbah Fillah (cinta karena Allah) dan 
  3. Mahabbah (cinta) kepada sesuatu yang dapat membantu kita semakin taat kepada Allah dan mejauhi laragannya.
Dua yang terakhir ini adalah penyerta cinta ini Kemudian Mahabbah (cinta) yang membahayakan terbagi tiga pula, Yaitu:
  1. Al-Mahabbah ma’ Allah (mencintai sesuatu disamping mencintai Allah), ini adalah sumber kemusyrikan dan merupakan cinta yang tercela. 
  2. Mahabbah terhadap perkara yang dibenci Allah dan 
  3. Mahabbah yang dapat memangkas cinta seseorang kepada Allah atau menguranginya.
Sedangkan dua yang terakhir ini adalah penyerta cinta ini. Abdullah Nashih Ulwan dalam ‘Al-Islam Wal Hub’ menulis tentang cinta. Ia katakan, Cinta adalah perasaan jiwa dan gejolak hati yang mendorong seseorang untuk mencintai kekasihnya dengan penuh gairah, lembut, dan kasih sayang.

Penulis : Ustadz Anwar Anshori Mahdum

Tidak ada komentar:

Posting Komentar