“Hai orang-orang yang beriman, janganlah
harta-hartamu dan anak-anakmu melalaikan kamu dari mengingat Allah. Barangsiapa
yang membuat demikian maka mereka itulah orang-orang yang rugi.”
(QS Al-Munaafiquun [63] : 9)
Tidak dapat kita bantah bahwa harta merupakan
salah satu pangkal kehidupan. Dasar asasi bagi segala rupa pekerjaan dan
penegak keutuhan rumah tangga. Di dalam cara mencarinya hendaklah tetap
berpegang pada prinsip kebenaran agar kita tidak jatuh pada kesesatan, hati dan
aqidah tetap terbentengi dengan kebaikan. Sadarilah, harta benda, kedudukan dan
kesempatan yang kita miliki adalah amanat Allah yang wajib kita pelihara dan
kita tunaikan dengan baik.
Muhammad Mahdi An-Naraqi dalam “Jami’us Sa’adah”
menulis: “Penyakit dunia yang paling parah yang berkaitan dengan potensi
syahwat adalah harta.” Karena itu orang yang rakus membutuhkan harta dan tidak
merasa puas suatu ketika ia akan mencapai tingkat kefakiran dan tingkat
pelampauan batas, yang akibatnya akan sangat merugikan. Ia tidak dapat
memisahkan antara faidah dan penyakit. Bahkan ia tak mampu membedakan antara kebaikan
dan keburukannya, sehingga ketika kehilangan hartanya, ia menduduki sifat
kefakiran, dan ketika mendapatkannya ia menduduki sifat kaya.
Dengan dua keadaan ini ia mendapat ujian.
Al-Qur’an dan Sunnah menjelaskan tentang tercelanya harta serta kehinaan
mencintainya secara berlebihan: “Hai orang-orang yang beriman, janganlah
harta-hartamu dan anak-anakmu melalaikan kamu dari mengingat Allah. Barangsiapa
yang membuat demikian maka mereka itulah orang-orang yang rugi.” (QS
Al-Munaafiquun [63] : 9). Dalam ayat yang lain Allah mengingatkan: “Dan
ketahuilah, bahwa hartamu dan anak-anakmu itu hanya sebagai cobaan dan
sesungguhnya di sisi Allah-lah pahala yang besar.” (QS Al-Anfaal [8] : 28).
Tepat apa yang dikatakan oleh seorang bijak:
“Harta itu seperti ular yang di dalamnya ada racun penawar. Yang berbahaya
adalah racunnya dan yang berfaidah adalah penawarnya. Barangsiapa yang
mengetahui keduanya akan dapat menyelamatkan diri dari keburukannya dan dapat
mengambil manfaat serta kebaikannya. Manusia baik secara pribadi, keluarga,
ataupun masyarakat, walaupun dapat meraih apa yang diinginkannya tetapi ketika
cara mendapatkannya tidak sesuai dengan apa yang Allah syariatkan, maka pasti
akan mengalami kehancuran. Jiwa tidak merasa terpuaskan. Hidup selalu dihantui rasa
takut yang menggelisahkan. Itulah orang-orang yang menjadikan harta dunia
sebagai Tuhan.
Allah menegaskan dalam firman-Nya: “Maka
pernahkah kamu melihat orang yang menjadikan hawa nafsunya sebagai Ilah
(Tuhan)-nya dan Allah membiarkannya sesat berdasarkan ilmu-Nya dan Allah telah
mengunci mati pendengaran dan hatinya dan meletakkan tutupan atas
penglihatannya? Maka siapakah yang akan memberinya petunjuk sesudah Allah
(membiarkannya sesat)? Maka mengapa kamu tidak mengambil pelajaran? (QS Al-
Jaatsiyah [45] : 23).
Ketahuilah sahabat, bila kita secara individu
maupun masyarakat terlalu berlebihan memberikan prioritas pada urusan materi
(harta), tidak mungkin cenderung kepada moralitas yang menuntut ketaatan
sepenuhnya pada hukum-hukum kehidupan yang telah digariskan. Orang yang
mengesampingkan segala urusan selain uang dan uang dalam perjuangan
hari-harinya, tidak dapat berpegang pada etika keadilan dan kebenaran, dan
cenderung pada kesalahan. Catatlah dalam hati bahwa cinta dunia adalah pangkal
segala kesalahan. Buah dari kecintaan yang berlebihan terhadap harta (dunia)
akan membawa pelakunya pada beberapa keadaan, di antaranya adalah:
1. Mencintainya akan mengakibatkan
mengagungkannya.
2. Mencintainya akan menyibukkan kehidupannya,
hingga lalai terhadap kewajibannya.
3. Pecinta dunia akan mendapat azab yang berat
dan disiksa di tiga negeri, yaitu: di alam dunia ia diazab dengan kerja keras
untuk mendapatkannya; di alam barzakh ia diazab dengan perpisahan dari apa yang
dicintainya; dan di alam akhirat ia akan diazab untuk mempertanggungjawabkan
tentang dunia yang dimilikinya.
Hanya kepada Allah sajalah kita mohon
perlindungan. Dia-lah yang tidak ada kekuasaan melebihi kekuasaan- Nya. Tidak
ada yang mampu menghancurkan apa yang telah dibangun-Nya. Tidak ada sesuatu pun
yang mampu memberi petunjuk bagi siapa yang telah disesatkan-Nya.
Kepada-Nya-lah kembali segala apa yang diciptakan-Nya.
Ya Allah pemilik seruan yang sempurna, peneguh
hati yang kerap terlena. Janganlah Engkau biarkan hati kami terlena oleh rayuan
dunia yang fana. Mudahkan diri ini untuk selalu mensyukuri setiap kenikmatan
yang kami terima. Hindarkan diri kami Ya Rabb dari orang-orang yang selalu
berbuat durjana. Kuatkan diri kami untuk selalu melakukan perbuatan yang mulia.
Janganlah Engkau campakkan kami menjadi hamba-hamba yang terhina.
Penulis : Ustadz Anwar Anshori Mahdum
Tidak ada komentar:
Posting Komentar