“Maka pernahkah kamu melihat orang yang
menjadikan hawa nafsunya sebagai Ilah (Tuhan)-nya dan Allah membiarkannya sesat
berdasarkan ilmu-Nya dan Allah telah mengunci mati pendengaran dan hatinya dan
meletakkan tutupan atas penglihatannya? Maka siapakah yang akan memberinya
petunjuk sesudah Allah (membiarkannya sesat)? Maka mengapa kamu tidak mengambil
pelajaran?
(QS Al-Jaatsiyah [45] : 23)
Sahabat, orang yang berakal sehat tidak akan
tenggelam dalam penjara materialisme. Mereka sangat memahami bahwa kebahagiaan
bukanlah diukur dari berapa banyak materi yang diperoleh. Sedikit lebih baik
bila disyukuri, daripada banyak tetapi dikufuri. Realita menunjukkan, berapa
banyak orang yang memiliki materi yang melimpah tetapi ia tak merasa bahagia.
Dan berapa banyak orang yang memiliki materi yang sedikit tetapi ia bahagia.
Imam Ali pernah memberi nasihat: “Orang yang serakah adalah tawanan dari
kehinaan yang tak berkesudahan.”
Kita saksikan hari ini, kebanyakan manusia
mengaku “orang modern” ternyata jauh lebih banyak yang mengalami kehampaan
batiniah. Idealnya, orang modern adalah manusia yang berpikir logis untuk
meningkatkan kehidupannya, paham bagaimana cara mencarinya, dan sadar akan
tujuan hidupnya.
Tetapi kenyataannya, kemanusiaannya lebih rendah
dibanding kemajuan berpikir dan teknologi yang telah dicapainya. Bahkan yang
lebih memprihatinkan, kebanyakan manusia modern bukan saja tidak mengerti
tentang tujuan hidupnya, tetapi gaya hidup masyarakat modern (industri) yang
rasional dan sekuler telah mampu memisahkan agama dari keseharian hidup mereka.
Agama menjadi terasing dari kehidupan sosial, terpenjara dalam hati, pasif dan
tidak teraktualisasi dalam kehidupan nyata.
Hal itulah yang kemudian menyebabkan manusia
kehilangan pegangan hidup dalam memimpin dirinya ke arah kebaikan. Manusia
menjadi resah, hampa tujuan dan miskin dalam kekayaan, juga selalu merasa sepi
dalam keramaian.
Dr. Ahmad Mubarak MA dalam “Psikologi Qur’ani”
mengungkapkan: “Dalam perspektif kecerdasan boleh jadi manusia modern lebih
memiliki kecerdasan intelektual, tetapi belum tentu memiliki kecerdasan
emosional, apalagi kecerdasan spiritual. Sebaliknya, masyarakat tradisional
boleh jadi kurang memiliki kecerdasan intelektual, tetapi mungkin lebih tinggi
kecerdasan emosional bahkan kecerdasan spiritualnya dibanding masyarakat
modern. Akibat ketidakseimbangan ini dapat kita jumpai dalam realita kehidupan,
manusia mengalami keguncangan jiwa yang sulit disembuhkan. Mereka terperosok ke
dalam lubang yang dibuatnya sendiri, kehilangan percaya diri, kecemasan yang
tak pernah henti dan kebosanan terhadap realita kehidupan. Sungguh teramat
memprihatinkan, hidup dalam limpahan kemewahan tetapi tidak bisa menikmati
keadaan.
Ada sebuah pepatah menyebutkan: “Kekayaan bukan
milik orang yang mengumpulkannya, tetapi milik orang yang menikmatinya.”.
Manusia modern telah melupakan satu sisi yang membentuk eksistensinya akibat
keasyikannya pada sisi yang lain. Kemajuan industri telah mengoptimalkan
kekuatan mekanisnya tetapi melemahkan rohaninya.
Manusia melengkapi dirinya dengan alat-alat
industri dan ilmu pengetahuan eksperimental dan telah meninggalkan hal-hal yang
baik yang diperlukan jiwanya. Akar-akar kerohanian sedang terbakar di tengah
api hawa nafsu, keterasingan dan kenistaan. Kehampaan spiritual masyarakat
modern telah membawa mereka berada pada kehidupan yang lepas dari nilai-nilai
agama.
Keterikatan mereka akan dunia (materi) telah
membutakan mata batin dan membiarkan dirinya berkelana dalam pencarian material
tanpa batas. Kecintaannya akan materi telah membelenggunya hingga lupa akan
tujuan hidup, fungsi hidup, dan tugas hidupnya sebagai manusia. Akal sehat sudah
tak berfungsi lagi, karena hampir semua gerak hidup tercurah untuk mempercantik
lahiriah dan menafikan (menolak) kebutuhan batiniah.
Penyakit peradaban modern adalah ketertundukan
akal manusia kepada syahwat, tuli terhadap panggilan ruh, mengumbar panggilan
tanah, enggan mengakui bahwa manusia merupakan tiupan ruh Allah dan pandangan
bahwa manusia hanya tumbuh dan hidup dari tanah. Karena pemahaman inilah banyak
manusia terlena.
Terbuai hanya mempercantik lahiriahnya. Mereka
telah menjadi hamba jasad dan materi. Itulah gambaran masyarakat yang terkurung
dalam penjara materialisme.
Semoga Allah selalu memberi cahaya hidayah
kepada kita, sehingga tidak terjebak oleh gemerlapnya pesona dunia.
Allahumma Ya Allah, cukupkanlah aku apa yang
halal dari-Mu, bukan dari yang haram. Dan kayakan aku dengan karunia-Mu, bukan
dengan karunia selain-Mu. (HR At-Tirmidzi dan Nasai)
Penulis : Ustadz Anwar Anshori Mahdum
Tidak ada komentar:
Posting Komentar