Jumat, 30 Desember 2011

Kyai Marogan

Kyai Marogan terlahir dengan nama Masagus H. Abdul Hamid bin Masagus H. Mahmud. Namun bagi masyarakat Palembang, julukan “Kiai Marogan” lebih terkenal dibanding nama lengkapnya. Julukan Kiai Marogan dikarenakan lokasi masjid dan makamnya terletak di Muara sungai Ogan, anak sungai Musi, Kertapati Palembang. Mengenai waktu kelahirannya, tidak ditemukan catatan yang pasti. Ada yang mengatakan, ia lahir sekitar tahun 1811, dan ada pula tahun 1802.


Namun menurut sumber lisan dari zuriatnya, dan dihitung dari tahun wafatnya dalam usia 89 tahun, maka yang tepat adalah ia lahir tahun 1802, dan meninggal dunia pada 17 Rajab 1319 H yang bertepatan dengan 31 Oktober 1901.

Pada waktu Kiai Marogan lahir, kesultanan Palembang sedang dalam peperangan yang sengit dengan pemerintah kolonial Hindia Belanda. Dilahirkan oleh seorang ibu bernama Perawati yang keturunan Cina, dan Ayah yang bernama Masagus H. Mahmud alias Kanang, keturunan priyayi atau ningrat. Dari surat panjang hasil keputusan Mahkamah Agama Saudi Arabia, diketahui silsilah keturunan Masagus H. Mahmud berasal dari sultan-sultan Palembang yang bernama susuhunan Abdurrahman Candi Walang.

Berikut ini adalah silsilah beliau sampai ke Rasulullah:
  • Masagus Haji Abdul Hamid (Kyai Marogan) bin
  • Mgs. H. Mahmud Kanang bin
  • Mgs. Taruddin bin
  • Mgs. Komaruddin bin
  • Pangeran Wiro Kesumo Sukarjo bin
  • Pangeran Suryo Wikramo Kerik bin
  • Pangeran Suryo Wikramo Subakti bin
  • Sultan Abdurrahman Kholifatul Mukminin Sayyidul Imam bin
  • Pangeran Sedo Ing Pasarean (Pangeran Ratu Sultan Jamaluddin Mangkurat VI ) bin
  • Tumenggung Manco Negaro bin
  • Pangeran Adipati Sumedang bin
  • Pangeran Wiro Kesumo Cirebon (Tumenggung Mintik) bin
  • Sayyid Muhammad ‘Ainul Yaqin (Sunan Giri) bin
  • Sayyid Maulana Ishaq (Syeikh Al Umul Islam) bin
  • Sayyid Ibrahim Akbar  bin
  • Sayyid Husain Jamaluddin Al Akbar bin
  • Sayyid Achmad Syah Jalal Umri bin
  • Sayyid Abdullah Azmatkhan bin
  • Sayyid Abdul Malik Azmatkhan bin
  • Sayyid Alwi bin
  • Sayyid Muhammad Shohib Mirbat bin
  • Sayyid Ali Khaliq Qosam bin
  • Sayyid Alwi bin Sayyid Muhammad bin
  • Sayyid Alwi bin Sayyid Abdullah bin
  • Sayyid Ahmad Al Muhajir bin
  • Sayyid Isa Arrumi bin
  • Sayyid Muhammad An Naqib bin
  • Sayyid Ali Al Ridho bin Sayyid Ja’far Shidiq bin
  • Sayyid Muhammad Al Baqir bin
  • Sayyid Ali Zainal Abidin bin
  • Sayyidina Husain bin (Ali bin Abi Tholib dan Fatimah Az Zahro binti “Rasullah SAW” bin Abdul Mutholib).Kiai Marogan (Mgs.H. Abdul Hamid) dan saudaranya Mgs.H Abdul Aziz. terlahir dari perkawinan orangtuanya (Ayah) yang bernama Mgs. H. Mahmud dan (ibu) Perawati (keturunan Cina) adapun saudaranya yang lain (Lain Ibu) bernama Msy.Khadijah dan Msy. Hamidah.
Kiai Marogan hanya memiliki seorang adik yang bernama Masagus KH. Abdul Aziz, yang juga menjadi seorang ulama dengan sebutan Kiai Mudo. Sebutan ini dikarenakan ia lebih muda dari Kiai Marogan. Kiai Mudo lebih dikenal di daerah Muara Enim seperti Gumay, Kertomulyo, Betung, Sukarame, Gelumbang, Lembak dan sekitarnya. Sebagai anak yang lahir dan dibesarkan dari keluarga bangsawan, Kiai Marogan memperoleh pendidikan agama dengan istimewa. Hal ini dikarenakan di dalam lingkungan kesultanan Palembang, agama Islam mempunyai tempat yang terhormat, di mana hubungan antara negara dan agama sangat erat, sebagaimana dibuktikan oleh birokrasi agama di istana Palembang. 

Birokrasi ini dipimpin oleh seorang pegawai dengan gelar Pangeran Penghulu Naga Agama. Di samping itu, Kiai Marogan memperoleh pendidikan langsung dari orang tuanya yang ternyata merupakan seorang ulama besar yang lama belajar di Mekah dibawah bimbingan ulama besar seperti Syekh Abdush Shomad al-Falimbani. Setelah wafat, ayah Kiai Marogan dimakamkan di negeri Aden, Yaman Selatan. Melihat kecerdasan Kiai Marogan dalam menyerap ilmu agama kemudian orang tuanya mengirimkannya ke Mekah untuk belajar mendalami ilmu-ilmu agama.

Kiai Marogan tercatat pernah belajar ilmu-ilmu agama seperti ilmu fiqih, hadits dan tasawuf. Hal ini dapat diperoleh dari isnad-isnad yang ditulis oleh Syekh Yasin al-Fadani, mudir (pimpinan) Madrasah Darul Ulum Mekah.

Dasar-dasar pendidikan agamanya diberikan oleh ayahnya sendiri, Ki. Mgs. H. Mahmud Kanang yang juga sebagai sufi kelana dan wafat di Kota Aden –Yaman, yang makamnya terkenal dengan nama “Kubah al-Jawi”.

Ketika remaja Abdul Hamid belajar berbagai disiplin ilmu agama Islam kepada ulama-ulama besar Palembang waktu itu seperti: Syekh Pangeran Surya Kusuma Muhammad Arsyad (w.1884), Syekh Kemas Muhammad bin Ahmad (w.1837), Syekh Datuk Muhammad Akib (w.1849), dll. Ia berpegang kepada akidah ahlussunnah wal jamaah, bermazhabkan Imam Syafei. Sedang dibidang tasawwuf, ia mengamalkan dan mendapat ijazah Tarekat Sammaniyah dari ayahnya sendiri dan Tarekat Naqsyabandiyah dari para gurunya. Selanjutnya ia meneruskan studinya ke tanah suci, terutama Makkah dan Madinah kepada gurunya Sayid Ahmad Zaini Dahlan, Sayid Ahmad Dimyati dan Syekh Ahmad Khatib Sambas. Sedangkan kawan seperguruannya saat itu antara lain Imam Nawawi Banten (1813-1897), KH. Kholil Bangkalan (1820-1925), KH. Mahfuz Termas (1824-1920), Kgs. Abdullah bin Ma’ruf, dan lain-lain.

Setelah merampungkan studinya di tanah suci, ia berkeinginan untuk hijrah ke Masjidil Aqsa, namun niat tersebut diurungkannya. Karena ia memperoleh petunjuk bahwa negerinya masih sangat memerlukannya, dimana beliau meninggalkan dua anak yatim yang tak lain Masjid Kiai Merogan dan Masjid Lawang Kidul.

Kiai Marogan memiliki dua orang isteri yang bernama Masayu Maznah dan Raden Ayu salmah. Dari pernikahannya ia dikarunia tiga putra putri yaitu Masagus H. Abu Mansyur, Masagus H. Usman, dan Masayu Zuhro. Pada masa mudanya Kiai Marogan dikenal giat berbisnis di bidang saw-mill atau perkayuan. Ia memiliki dua buah pabrik penggergajian kayu. Bakat bisnis mungkin diperoleh dari ibunya yang merupakan keturunan Cina. Berkat sukses dalam bisnis kayu ini memungkinkan Kiai Marogan untuk pulang pergi ke tanah suci dan menjalankan kegiatan penyebaran dakwah di pedalaman Sumatra Selatan. Dari hasil usaha kayu ini juga Kiai Marogan mampu mendirikan sejumlah masjid yang diperuntukkan sebagai pusat pengajian dan dakwah.

Banyak ajaran Kiai Marogan yang masih melekat di sebagian penduduk Palembang, di antaranya adalah sebuah dzikir:

La ilaha Illallahul Malikul Haqqul Mubin Muhammadur Rasulullah Shadiqul Wa’dul Amin,

yang artinya “Tiada Tuhan Selain Allah, Raja Yang Benar dan Nyata, Muhammad adalah Rasulullah Yang Jujur dan Amanah.”

Dzikir yang diamalkan oleh Kiai Marogan di atas, ternyata sumbernya di dalam hadits. Dari Sayyidina Ali Ra Karramallahu wajhahu berkata, Rasulullah saw bersabda: “Barangsiapa setiap hari membaca 100 x Lailahaillah al-Maliku al-Haqqu al-Mubin, maka ia akan aman dari kefakiran, jadi kaya, tenang di alam kubur, dan mengetuk pintu surga.

Konon, amalan zikir ini dibaca oleh Kiai Marogan dan murid-muridnya dalam perjalanan di atas perahu. Sambil mengayuh perahu, beliau menyuruh murid-muridnya mengucapkan zikir tersebut berulang-ulang sepanjang perjalanan dengan suara lantang. Zikir ini dapat menjadi tanda dan ciri khas penduduk apabila ingin mengetahui Kiai Marogan melewati daerahnya. Amalan zikir ini ternyata sampai sekarang masih dibaca oleh Wong Palembang, khususnya kaum Ibu-ibu ketika menggendong anak bayi untuk menimang atau menidurkan anaknya dengan irama yang khas dan berulang-ulang. Dan dzikir ini juga dipakai oleh penduduk untuk mengantarkan mayit sambil mengusung keranda sampai ke pemakaman.

Di antara keramat Kyai Marogan ketika masih hidup dan masih diingat sampai sekarang oleh wong Palembang, yaitu: 1. Ikan dalam Buah Kelapa, 2. Dapat Menahan Perahu Agar Tak Karam, 3. Ikan Mati Hidup Kembali, dll.

Dalam berdakwah Kiai Marogan menitikberatkan pada sikap zuhud dan kesufian dengan memperkuat keimanan. Hal ini dikarenakan pengaruh dari ajaran tarekat yang ia amalkan.Di dalam buku, Kitab Kuning, Pesantren dan Tarekat, Martin van Bruinessen memasukkan nama Kyai Marogan (Masagus H. Abdul Hamid) sebagai salah seorang guru dari tarekat TSammaniyah. Ia mempelajari tarekat TSammaniyah dari orang tuanya sendiri, yang berguru kepada Syekh Muhammad Aqib dan Syekh Abdush Shomad Al-Falimbani.Menurut istilah di dalam ilmu tasawuf, tarekat ialah perjalanan khusus bagi para sufi yang menempuh jalan menuju Allah swt.Perjalanan mengikuti jalur yang ada melalui tahap dan seluk beluknya.

Dan tujuan dari tarekat adalah menciptakan moral yang mulia. Sebagaimana diketahui bahwa di daerah Palembang sejak masa kesultanan Palembang tarekat Sammaniyah telah menyebar secara luas dibawa oleh Syekh Abdush Shomad Al-Falimbani murid dari pendirinya Syekh Muhammad Abdul Karim Samman. Hampir seluruh masjid tua di Palembang, membaca ratib Samman yaitu bacaan yang meliputi syahadat, surah al-Qur’an dan bacaan zikir yang disertai gerak dan sikap yang khas tarekat Samman.Tidak ditemukan kitab yang dapat diidentifikasi sebagai karya Kiai Marogan. Meskipun menurut penuturan dari zuriyatnya bahwa Kiai Marogan pernah menulis kitab tasawuf. Akan tetapi, yang dapat diketahui adalah Kiai Marogan meninggalkan beberapa bangunan masjid yang besar dan bersejarah. Yaitu masjid Jami’ Muara Ogan di Kertapati Palembang dan masjid Lawang Kidul di 5 Ilir Palembang.

Menurut cicitnya, Masagus H. Abdul Karim Dung, selain kedua masjid di atas, Kiai Marogan juga membangun beberapa masjid lagi seperti masjid di dusun Pedu Pedalaman OKI, masjid di dusun Ulak Kerbau Lama Pegagan Ilir OKI, Mushalla di 5 Ulu Laut Palembang, masjid Sungai Rotan Jejawi, masjid Talang Pangeran Pemulutan. Namun, pernyataan dari cicitnya ini belum dapat dibuktikan secara empiris, perlu dilakukan penelitian dan peninjauan lebih lanjut. Sedangkan kedua masjid yaitu masjid Jami’ Muara Ogan dan masjid Lawang Kidul yang berada di kota Palembang, dapat dibuktikan melalui surat Nazar Munjaz atau surat Wakaf yang ditandatangani oleh Kiai Marogan langsung.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar