Sabtu, 31 Desember 2011

Terkurung Dalam Penjara Matrealisme

“Hai orang-orang yang beriman, janganlah harta-hartamu dan anak-anakmu melalaikan kamu dari mengingat Allah. Barangsiapa yang membuat demikian maka mereka itulah orang-orang yang rugi.” (QS AL-Munaafiquun [63] : 9)

Sahabat, pengalaman sejarah menunjukkan bahwa manusia selalu dihinggapi dengan kemauan untuk hidup yang mendorong banyak manusia untuk meraihnya. Bahkan para pemikir humanisme barat sekitar abad ke-19 dan awal abad ke-20 berani menyatakan,”Singkirkan Tuhan dari kaidah moral, dan gantikan dengan kata hati, sebab manusia adalah makhluk yang punya kata hati yang melawan moral bawaan.”
Karena itu agama hanya dijadikan komoditas, sebuah kepentingan bagi pemenuhan hidup manusia. Agama kemudian ditundukkan untuk pemuasan kebutuhan material semata.

Setiap orang di dunia ini berusaha mencapai kebahagiaan dan ketentraman. Siang malam berjuang menggapai impian ini dalam kehidupan yang tampak seperti gelanggang peperangan. Sayang, banyak orang yang memiliki kemampuan untuk menjalani kehidupan yang bahagia. Tetapi membiarkan beberapa faktor mempermainkan jiwanya sendiri dalam kesusahan dan keresahan. Sebagai akibatnya, orang ini menjadi korban impian khayali bahwa hidup bahagia tak lain dari khayalan semata, dan bahwa kesudahan manusia hanyalah bagaikan jerami yang dipermainkan gelombang kepahitan khayali yang berakhir di liang kubur kemalangan. Banyak di antara kita yang senang dengan kehidupan dunia, sehingga lupa bahwa ada kehidupan setelah dunia, yaitu akhirat. Mereka yang sedang terkurung dalam penjara materi sesungguhnya memahami bahwa kesenangan dunia ini bila dipakai akan berkurang dan bila dibiarkan akan hilang. Bahkan mereka pun sering menyaksikan atau mungkin merasakan, semakin banyak dunia yang didapat dan dimiliki makan akan semakin berat mempertanggungjawabkannya. Semakin kuat kita mengejarnya maka akan semakin lelah dibuatnya.

Sahabat, dunia ini laksana pedang bermata dua. Jika kita piawai memainkannya maka kita akan selamat. Tetapi jika kita tidak mampu memainkannya maka kita akan binasa. Ketahuilah, sekalipun kehidupan dunia ini tampak begitu indah dan mempesona tetapi ketajamannya jauh melebihi ketajaman sebilah pedang.

Jika ketajaman pedang hanya mampu memotong dan mencabik-cabik tubuh kita, tetapi ketajaman dunia bukan hanya memotong tubuh tetapi ia akan membabat habis tubuh, menyayat hati, jantung, otak, dan seluruh anggota tubuh kita. Ini belum selesai, ia akan menyayat-nyayat tubuh dan hati kita dalam waktu yang tak terbatas. Syaikh Ahmad Athaillah dalam kitab “Al-Hikam” mengungkapkan, ”Sesungguhnya bangunan wujud (dunia) ini akan rusak sendi-sendinya, dan akan musnah semua kemuliaan (kebesarannya).” Itulah dunia, tidak kekal karena memang sifatnya fana, yakni sementara dan cepat rusak juga membosankan. Kalau sudah tidak suka dibuang menjadi barang yang tidak berharga.

Itulah dunia. Ketahuilah, semua yang ada di alam ini adalah tontonan. Datang lalu pergi, disukai lalu dibenci. Tidak ada yang kekal di muka bumi ini. Oleh karena itu, seutama-utamanya manusia ialah orang yang memilih kekekalan daripada kefanaan, memilih yang abadi daripada yang musnah. Itulah orang yang tidak tertipu oleh keindahan duniawi, sehingga tidak terkurung dalam penjara materi yang menghancurkannya.

Ya Rabbi, kami memohon kepada-Mu. Mudahkan segala urusan yang selalu mendatangkan kebaikan. Berikan kami kemampuan yang dapat menghadirkan keridhaan-Mu. Lapangkanlah dada kami untuk selalu menerima segala aturan-Mu. Wahai Dzat yang segala kekuatan ada pada-Mu. Tidak ada kemudahan kecuali Engkau telah menjadikannya mudah.
Penulis : Ustadz Anwar Anshori Mahdum

Dunia Indah Menipu
“Tiap-tiap yang berjiwa akan merasakan mati. Dan sesungguhnya pada hari kiamat sajalah disempurnakan pahalamu. Barangsiapa dijauhkan dari neraka dan dimasukkan ke dalam surga maka sungguh ia telah beruntung. Kehidupan dunia itu tidak lain hanyalah kesenangan yang memperdayakan.”(QS Ali ‘Imraan [3] : 185)

“Tiap-tiap yang berjiwa akan merasakan mati. Dan sesungguhnya pada hari kiamat sajalah disempurnakan pahalamu. Barangsiapa dijauhkan dari neraka dan dimasukkan ke dalam surga maka sungguh ia telah beruntung. Kehidupan dunia itu tidak lain hanyalah kesenangan yang memperdayakan.”(QS Ali ‘Imraan [3] : 185)
Sahabat, menyelami kebenaran ayat Allah yang mulia ini nampaknya sesuai benar dengan realitas saat ini. Kepalsuan dunia yang mempesona sering membuat kita tertipu oleh keindahan dan keelokannya. Tertipu (ghurur) oleh kepalsuan dunia telah menjadi penyakit yang mampu membutakan nurani. Kita sering tertipu oleh penglihatan lahir dan membiarkan diri dibohongi oleh kemauan hawa nafsu. Bertanyalah dalam hati, relakah kita menghancurkan diri hanya demi sebuah kebahagiaan sesaat? Padahal Allah menjanjikan tempat yang lebih indah dari segala keindahan, hidup yang lebih kekal dari segala kekekalan.

Tidak sadarkah kita bahwa kehidupan pasca dunia teramat panjang dan tidak dapat diukur dengan hitungan waktu manusia? Astaghfirulaah, rasanya berat nian pertanggungjawaban kita kelak di hadapan Allah.

Marilah kita buka lembaran mulia firman Allah. Kita selami lautan ilmu yang tak terbatas. Kita akan menemukan sebuah kebenaran yang hakiki, juga sebuah informasi yang pasti. Bahwa di sekian banyak ayat, begitu jelas Allah berfirman tentang keberadaan dunia dan sifatsifat yang terdapat di dalamnya.

Renungkanlah:
• Dunia adalah mata’ (kesenangan yang menipu). Ketertipuan kita terhadap dunia terjadi manakala kita beralih sikap dari menjadikan dunia sebagai sarana menjadi tujuan. Dari pelengkap menjadi utama, dan dari beribadah menjadi demi bendabenda. Allah berfirman,”Dijadikan indah pada (pandangan) manusia kecintaan kepada apa-apa yang diingini, yaitu: wanita-wanita, anak-anak, harta yang banyak dari jenis emas, perak, kuda pilihan, binatang-binatang ternak dan sawah ladang. Itulah kesenangan hidup di dunia; dan di sisi Allah-lah tempat kembali yang baik (surga).” (QS Ali ‘Imraan [3] : 14)

• Dunia adalah la’ib (main-main) dan laghwu (senda gurau). Dunia bagai panggung sandiwara dimana kita hanya memainkan peran yang ditugaskan sang sutradara. Sutradara kehidupan adalah Allah. Manusia menyusuri relung-relung ketentuan Allah dalam upaya-upaya yang dikerjakannya. Oleh karena itu tertipulah manusia yang menganggap upayanya di dunia sebagai satu-satunya faktor yang menentukan hari depannya. Allah berfirman,”Dan tiadalah kehidupan dunia ini selain dari main-main dan sendau gurau belaka. Dan sungguh kampung akhirat itu lebih baik bagi orang-orang yang bertaqwa. Maka tidaklah kamu memahaminya?” (QS Al-An’aam [6]: 32)
• Dunia ini qalil (kecil). Allah Menciptakan alam raya ini lengkap dengan atribut yang ada di dalamnya. Mulai dari gugusan bintang-bintang yang tampak begitu kecil sampai pada planet-planet yang ada di dalamnya. Dunia adalah salah satu dari planet yang Allah Ciptakan. Bahkan dunia ini bagaikan debu kecil yang berterbangan di langit yang maha luas ini. Di tempat yang kecil inilah kita berada di dalamnya, hidup dan berkembang. Oleh karenanya, betapa kerdilnya kita menganggap bahwa kenikmatan dunia ini besar, seakan tidak ada yang lain yang mampu memberikan kenikmatan itu.

Allah SWT berfirman,”… Katakanlah: “Kesenangan di dunia ini hanya kecil (sebentar) dan akhirat itu lebih baik untuk orang-orang yang bertaqwa dan kamu tidak akan dianiaya sedikitpun.”” (QS An-Nisaa’ [4] : 77)

Benar, bahwa manusia memerlukan fasilitas dunia untuk mampu bertahan hidup. Bahkan Allah mengharuskan kita untuk mencari apa yang telah dianugerahkan-Nya agar kita mendapatkan kebahagiaan hidup. Tetapi harus diingat bahwa proses pencarian kita tentang sarana kehidupan ini harus berorientasi pada kepentingan akhirat: “Dan carilah pada apa yang telah dianugerahkan Allah kepadamu (kebahagiaan) negeri akhirat, dan janganlah kamu melupakan bahagianmu dari (kenikmatan) duniawi …” (Al-Qashash [28] : 77)

Allahumma, Ya Allah, adalah taufiq-Mu jua yang dapat mengantarkan kami menuju ampunan-Mu. Sinarilah langkah kami dengan kebenaran firman-Mu, teguhkan jiwa kami untuk selalu meneladani sunnah Rasul-Mu. Jadikanlah dunia ini sebagai tempat segala kebaikan, bukan tempat untuk menambah keburukan. Engkau-lah Maha Pemberi Ampunan.


Allah Adalah Sumber Kekuatan
“Dan Dia-lah Yang Menciptakan langit dan bumi dengan benar. Dan benarlah perkataan-Nya di waktu Dia mengatakan: “Jadilah, lalu jadilah”, dan ditangan-Nya-lah segala kekuasaan di waktu sangkakala ditiup. Dia mengetahui yang ghaib dan yang tampak. Dan Dia-lah Yang Maha Bijaksana lagi Maha Mengetahui.” (QS Al-An’aam [6] : 73)

Sahabat, kita tercipta dengan diberikan berbagai kelebihan dan kesempurnaan. Tetapi sebagai hamba Allah, kita juga memiliki berbagai kelemahan dan kekurangan. Di samping potensi untuk berbuat kebaikan, pada diri kita juga terdapat potensi yang menjerumuskan ke lembah kehinaan. Di satu sisi kita memiliki fitrah berketuhanan, itulah yang menyebabkan kita rindu untuk mendekatkan (taqarrub) diri kita kepada Allah. Namun pada sisi yang lain, kita juga memiliki hawa nafsu yang cenderung suka mengejar kenikmatan sesaat yang sifatnya rendah yang jika kita turuti akan menjatuhkan kita dari Allah. Hanya Allah tempat segala kesempurnaan dan kebaikan. Sebab memang Dia-lah segala apapun bermula dan berakhir. Dia-lah Yang Maha Terpuji, yang tak ada satupun membandingi ke-Terpujian-Nya. Dia-lah sumber kekuatan yang segala kekuatan apapun bersumber dari kekuatan-Nya. Laa haulaa walaa quwwata illaa billaahil-‘aliyyil-‘azhiim.

Kehidupan kita adalah proses perjuangan yang tak pernah henti. Ada saat dimana kebahagiaan begitu akrab menemani, namun di saat yang lain penderitaan begitu senang bersemayam di dalam hati. Sungguh, dua keadaan ini memerlukan kekuatan agar kita tetap bertahan pada kebenaran. Jika kita tidak memiliki kekuatan iman, maka bukan saja kehidupan akan terasa menyulitkan, tetapi hari demi hari akan selalu dihinggapi rasa ketakutan. Ketahuilah, saat dimana kita hidup hari ini adalah kehidupan yang sarat dengan kekhawatiran, kebimbangan dan ketakutan. Jangankan orang-orang yang memang setiap saat selalu dihantam badai kemiskinan dan kenestapaan, orang-orang yang sedang bergelimang kemewahan pun selalu dihantui rasa kekhawatiran dan kecemasan. Keduanya merasakan hal yang sama.

Orang miskin khawatir dan takut menatap masa depan yang menurutnya begitu memberatkan, sementara orang kaya khawatir dan takut bahkan bingung kemana harta mereka akan diselamatkan. Apa yang dapat kita katakan untuk mereka yang hidupnya tak pernah puas dengan keadaan? Ada apa sesungguhnya dengan makhluk yang bernama manusia ini? Diberi nikmat, dia tak pandai bersyukur. Diberi cobaan, keyakinan hidupnya semakin kabur. Sungguh, kebanyakan kita memang tidak tahu berterima kasih kepada Dzat Yang Maha Memberi.

Marilah kita renungkan dengan hati yang jernih, bahwa kita ada bukanlah sekedar ada. Keberadaan diri kita karena ada yang mengadakannya. Oleh karenanya, keberadaan kita harus menghadirkan kesadaran bahwa ada sumber kekuatan yang mampu Mengadakan kita, dan Dia tidak mengada-ada dalam menciptakan keberadaan makhluk-Nya. Dia-lah Allah SWT, Sang Pemberi Nikmat yang rahmat-Nya lebih luas daripada murka-Nya. Jika hati merasa dekat kepada Allah Yang Maha Kuat dan Maha Segalanya, akan menghadirkan ketenangan dan membuat jiwa selalu merasakan adanya perlindungan dan tempat bergantung.

Insya Allah, bila kita serahkan hidup ini dengan berbagai persoalannya kepada Allah dengan keyakinan yang mutlak hanya kepada-Nya, akan membuat hati menjadi tegar dalam menghadapi problem dan tantangan kehidupan. Sadarilah, kita adalah hamba yang memiliki keterbatasan. Dia-lah Yang Berkehendak atas diri kita, dan kita tidak akan pernah bisa merubah kehendak-Nya. Sesungguhnya, sebagian besar dari penyebab kekhawatiran, kegelisahan dan kelemahan jiwa adalah ketidakmampuan kita untuk menjadikan Allah sebagai sumber kekuatan. Karenanya, mengimani Allah dengan segala atribut yang dimilikinya adalah keharusan bagi setiap muslim.

Sangat sulit dipahami bagaimana hati menjadi tenang, menjadi bahagia, jika keyakinan kepada Allah tidak mendapat prioritas utama dalam diri kita. Padahal kita yakin semua Maha adalah milik-Nya. Hakikat segala pujian hanyalah milik-Nya. Tiada pujian yang pantas diberikan membandingi Pujian kepada-Nya. Inilah perilaku orang-orang yang mengimani keberadaan-Nya, yang yakin akan segala kekuasaan-Nya.

Tidak ada alasan bagi seorang muslim sedikitpun untuk merasa khawatir ketika Allah sudah berjanji untuk penolongnya. Tidak ada keharusan bagi setiap muslim untuk merasa takut, sebab Allah sudah berjanji untuk selalu melindunginya. Sungguh, Allah Maha Pemberi karunia kepada seorang hamba yang selalu bertawakkal untuk menggapai rahmat-Nya. “Jika kalian bertawakkal kepada Allah dengan sebenar-benar tawakkal, niscaya kalian akan diberi rezeki sebagaimana rezeki yang diberikan kepada burung, pagi hari perutnya kosong dan sore hari (perutnya) penuh makanan.” (HR Ahmad, An-Nasa’i, At-Tirmidzi, dan Al-Hakim).
Penulis : Ustadz Anwar Anshori Mahdum

Tidak ada komentar:

Posting Komentar