“Hai orang-orang yang beriman, janganlah
harta-hartamu dan anak-anakmu melalaikan kamu dari mengingat Allah. Barangsiapa
yang membuat demikian maka mereka itulah orang-orang yang rugi.” (QS
AL-Munaafiquun [63] : 9)
Sahabat, pengalaman sejarah menunjukkan bahwa
manusia selalu dihinggapi dengan kemauan untuk hidup yang mendorong banyak
manusia untuk meraihnya. Bahkan para pemikir humanisme barat sekitar abad ke-19
dan awal abad ke-20 berani menyatakan,”Singkirkan Tuhan dari kaidah moral, dan
gantikan dengan kata hati, sebab manusia adalah makhluk yang punya kata hati
yang melawan moral bawaan.”
Karena itu agama hanya dijadikan komoditas, sebuah kepentingan bagi pemenuhan hidup manusia. Agama kemudian ditundukkan untuk pemuasan kebutuhan material semata.
Karena itu agama hanya dijadikan komoditas, sebuah kepentingan bagi pemenuhan hidup manusia. Agama kemudian ditundukkan untuk pemuasan kebutuhan material semata.
Setiap orang di dunia ini berusaha mencapai
kebahagiaan dan ketentraman. Siang malam berjuang menggapai impian ini dalam
kehidupan yang tampak seperti gelanggang peperangan. Sayang, banyak orang yang
memiliki kemampuan untuk menjalani kehidupan yang bahagia. Tetapi membiarkan
beberapa faktor mempermainkan jiwanya sendiri dalam kesusahan dan keresahan.
Sebagai akibatnya, orang ini menjadi korban impian khayali bahwa hidup bahagia
tak lain dari khayalan semata, dan bahwa kesudahan manusia hanyalah bagaikan
jerami yang dipermainkan gelombang kepahitan khayali yang berakhir di liang
kubur kemalangan. Banyak di antara kita yang senang dengan kehidupan dunia,
sehingga lupa bahwa ada kehidupan setelah dunia, yaitu akhirat. Mereka yang
sedang terkurung dalam penjara materi sesungguhnya memahami bahwa kesenangan
dunia ini bila dipakai akan berkurang dan bila dibiarkan akan hilang. Bahkan
mereka pun sering menyaksikan atau mungkin merasakan, semakin banyak dunia yang
didapat dan dimiliki makan akan semakin berat mempertanggungjawabkannya.
Semakin kuat kita mengejarnya maka akan semakin lelah dibuatnya.
Sahabat, dunia ini laksana pedang bermata dua.
Jika kita piawai memainkannya maka kita akan selamat. Tetapi jika kita tidak
mampu memainkannya maka kita akan binasa. Ketahuilah, sekalipun kehidupan dunia
ini tampak begitu indah dan mempesona tetapi ketajamannya jauh melebihi
ketajaman sebilah pedang.
Jika ketajaman pedang hanya mampu memotong dan
mencabik-cabik tubuh kita, tetapi ketajaman dunia bukan hanya memotong tubuh
tetapi ia akan membabat habis tubuh, menyayat hati, jantung, otak, dan seluruh
anggota tubuh kita. Ini belum selesai, ia akan menyayat-nyayat tubuh dan hati
kita dalam waktu yang tak terbatas. Syaikh Ahmad Athaillah dalam kitab
“Al-Hikam” mengungkapkan, ”Sesungguhnya bangunan wujud (dunia) ini akan rusak
sendi-sendinya, dan akan musnah semua kemuliaan (kebesarannya).” Itulah dunia,
tidak kekal karena memang sifatnya fana, yakni sementara dan cepat rusak juga
membosankan. Kalau sudah tidak suka dibuang menjadi barang yang tidak berharga.
Itulah dunia. Ketahuilah, semua yang ada di alam
ini adalah tontonan. Datang lalu pergi, disukai lalu dibenci. Tidak ada yang
kekal di muka bumi ini. Oleh karena itu, seutama-utamanya manusia ialah orang
yang memilih kekekalan daripada kefanaan, memilih yang abadi daripada yang
musnah. Itulah orang yang tidak tertipu oleh keindahan duniawi, sehingga tidak
terkurung dalam penjara materi yang menghancurkannya.
Ya Rabbi, kami memohon kepada-Mu. Mudahkan
segala urusan yang selalu mendatangkan kebaikan. Berikan kami kemampuan yang
dapat menghadirkan keridhaan-Mu. Lapangkanlah dada kami untuk selalu menerima
segala aturan-Mu. Wahai Dzat yang segala kekuatan ada pada-Mu. Tidak ada kemudahan
kecuali Engkau telah menjadikannya mudah.
Penulis : Ustadz Anwar Anshori Mahdum
Dunia Indah Menipu
“Tiap-tiap yang berjiwa akan merasakan mati. Dan
sesungguhnya pada hari kiamat sajalah disempurnakan pahalamu. Barangsiapa
dijauhkan dari neraka dan dimasukkan ke dalam surga maka sungguh ia telah
beruntung. Kehidupan dunia itu tidak lain hanyalah kesenangan yang
memperdayakan.”(QS Ali ‘Imraan [3] : 185)
“Tiap-tiap yang berjiwa akan merasakan mati. Dan
sesungguhnya pada hari kiamat sajalah disempurnakan pahalamu. Barangsiapa
dijauhkan dari neraka dan dimasukkan ke dalam surga maka sungguh ia telah
beruntung. Kehidupan dunia itu tidak lain hanyalah kesenangan yang
memperdayakan.”(QS Ali ‘Imraan [3] : 185)
Sahabat, menyelami kebenaran ayat Allah yang
mulia ini nampaknya sesuai benar dengan realitas saat ini. Kepalsuan dunia yang
mempesona sering membuat kita tertipu oleh keindahan dan keelokannya. Tertipu
(ghurur) oleh kepalsuan dunia telah menjadi penyakit yang mampu membutakan
nurani. Kita sering tertipu oleh penglihatan lahir dan membiarkan diri
dibohongi oleh kemauan hawa nafsu. Bertanyalah dalam hati, relakah kita
menghancurkan diri hanya demi sebuah kebahagiaan sesaat? Padahal Allah
menjanjikan tempat yang lebih indah dari segala keindahan, hidup yang lebih
kekal dari segala kekekalan.
Tidak sadarkah kita bahwa kehidupan pasca dunia
teramat panjang dan tidak dapat diukur dengan hitungan waktu manusia?
Astaghfirulaah, rasanya berat nian pertanggungjawaban kita kelak di hadapan
Allah.
Marilah kita buka lembaran mulia firman Allah.
Kita selami lautan ilmu yang tak terbatas. Kita akan menemukan sebuah kebenaran
yang hakiki, juga sebuah informasi yang pasti. Bahwa di sekian banyak ayat,
begitu jelas Allah berfirman tentang keberadaan dunia dan sifatsifat yang
terdapat di dalamnya.
Renungkanlah:
• Dunia adalah mata’ (kesenangan yang menipu). Ketertipuan kita terhadap dunia terjadi manakala kita beralih sikap dari menjadikan dunia sebagai sarana menjadi tujuan. Dari pelengkap menjadi utama, dan dari beribadah menjadi demi bendabenda. Allah berfirman,”Dijadikan indah pada (pandangan) manusia kecintaan kepada apa-apa yang diingini, yaitu: wanita-wanita, anak-anak, harta yang banyak dari jenis emas, perak, kuda pilihan, binatang-binatang ternak dan sawah ladang. Itulah kesenangan hidup di dunia; dan di sisi Allah-lah tempat kembali yang baik (surga).” (QS Ali ‘Imraan [3] : 14)
• Dunia adalah mata’ (kesenangan yang menipu). Ketertipuan kita terhadap dunia terjadi manakala kita beralih sikap dari menjadikan dunia sebagai sarana menjadi tujuan. Dari pelengkap menjadi utama, dan dari beribadah menjadi demi bendabenda. Allah berfirman,”Dijadikan indah pada (pandangan) manusia kecintaan kepada apa-apa yang diingini, yaitu: wanita-wanita, anak-anak, harta yang banyak dari jenis emas, perak, kuda pilihan, binatang-binatang ternak dan sawah ladang. Itulah kesenangan hidup di dunia; dan di sisi Allah-lah tempat kembali yang baik (surga).” (QS Ali ‘Imraan [3] : 14)
• Dunia adalah la’ib (main-main) dan laghwu
(senda gurau). Dunia bagai panggung sandiwara dimana kita hanya memainkan peran
yang ditugaskan sang sutradara. Sutradara kehidupan adalah Allah. Manusia
menyusuri relung-relung ketentuan Allah dalam upaya-upaya yang dikerjakannya.
Oleh karena itu tertipulah manusia yang menganggap upayanya di dunia sebagai
satu-satunya faktor yang menentukan hari depannya. Allah berfirman,”Dan
tiadalah kehidupan dunia ini selain dari main-main dan sendau gurau belaka. Dan
sungguh kampung akhirat itu lebih baik bagi orang-orang yang bertaqwa. Maka
tidaklah kamu memahaminya?” (QS Al-An’aam [6]: 32)
• Dunia ini qalil (kecil). Allah Menciptakan
alam raya ini lengkap dengan atribut yang ada di dalamnya. Mulai dari gugusan
bintang-bintang yang tampak begitu kecil sampai pada planet-planet yang ada di
dalamnya. Dunia adalah salah satu dari planet yang Allah Ciptakan. Bahkan dunia
ini bagaikan debu kecil yang berterbangan di langit yang maha luas ini. Di
tempat yang kecil inilah kita berada di dalamnya, hidup dan berkembang. Oleh
karenanya, betapa kerdilnya kita menganggap bahwa kenikmatan dunia ini besar,
seakan tidak ada yang lain yang mampu memberikan kenikmatan itu.
Allah SWT berfirman,”… Katakanlah: “Kesenangan
di dunia ini hanya kecil (sebentar) dan akhirat itu lebih baik untuk
orang-orang yang bertaqwa dan kamu tidak akan dianiaya sedikitpun.”” (QS
An-Nisaa’ [4] : 77)
Benar, bahwa manusia memerlukan fasilitas dunia
untuk mampu bertahan hidup. Bahkan Allah mengharuskan kita untuk mencari apa
yang telah dianugerahkan-Nya agar kita mendapatkan kebahagiaan hidup. Tetapi
harus diingat bahwa proses pencarian kita tentang sarana kehidupan ini harus
berorientasi pada kepentingan akhirat: “Dan carilah pada apa yang telah
dianugerahkan Allah kepadamu (kebahagiaan) negeri akhirat, dan janganlah kamu
melupakan bahagianmu dari (kenikmatan) duniawi …” (Al-Qashash [28] : 77)
Allahumma, Ya Allah, adalah taufiq-Mu jua yang
dapat mengantarkan kami menuju ampunan-Mu. Sinarilah langkah kami dengan
kebenaran firman-Mu, teguhkan jiwa kami untuk selalu meneladani sunnah
Rasul-Mu. Jadikanlah dunia ini sebagai tempat segala kebaikan, bukan tempat
untuk menambah keburukan. Engkau-lah Maha Pemberi Ampunan.
Allah Adalah Sumber Kekuatan
“Dan Dia-lah Yang Menciptakan langit dan bumi
dengan benar. Dan benarlah perkataan-Nya di waktu Dia mengatakan: “Jadilah,
lalu jadilah”, dan ditangan-Nya-lah segala kekuasaan di waktu sangkakala
ditiup. Dia mengetahui yang ghaib dan yang tampak. Dan Dia-lah Yang Maha
Bijaksana lagi Maha Mengetahui.” (QS Al-An’aam [6] : 73)
Sahabat, kita tercipta dengan diberikan berbagai
kelebihan dan kesempurnaan. Tetapi sebagai hamba Allah, kita juga memiliki
berbagai kelemahan dan kekurangan. Di samping potensi untuk berbuat kebaikan,
pada diri kita juga terdapat potensi yang menjerumuskan ke lembah kehinaan. Di
satu sisi kita memiliki fitrah berketuhanan, itulah yang menyebabkan kita rindu
untuk mendekatkan (taqarrub) diri kita kepada Allah. Namun pada sisi yang lain,
kita juga memiliki hawa nafsu yang cenderung suka mengejar kenikmatan sesaat
yang sifatnya rendah yang jika kita turuti akan menjatuhkan kita dari Allah.
Hanya Allah tempat segala kesempurnaan dan kebaikan. Sebab memang Dia-lah
segala apapun bermula dan berakhir. Dia-lah Yang Maha Terpuji, yang tak ada
satupun membandingi ke-Terpujian-Nya. Dia-lah sumber kekuatan yang segala kekuatan
apapun bersumber dari kekuatan-Nya. Laa haulaa walaa quwwata illaa
billaahil-‘aliyyil-‘azhiim.
Kehidupan kita adalah proses perjuangan yang tak
pernah henti. Ada saat dimana kebahagiaan begitu akrab menemani, namun di saat
yang lain penderitaan begitu senang bersemayam di dalam hati. Sungguh, dua
keadaan ini memerlukan kekuatan agar kita tetap bertahan pada kebenaran. Jika
kita tidak memiliki kekuatan iman, maka bukan saja kehidupan akan terasa
menyulitkan, tetapi hari demi hari akan selalu dihinggapi rasa ketakutan.
Ketahuilah, saat dimana kita hidup hari ini adalah kehidupan yang sarat dengan
kekhawatiran, kebimbangan dan ketakutan. Jangankan orang-orang yang memang
setiap saat selalu dihantam badai kemiskinan dan kenestapaan, orang-orang yang
sedang bergelimang kemewahan pun selalu dihantui rasa kekhawatiran dan
kecemasan. Keduanya merasakan hal yang sama.
Orang miskin khawatir dan takut menatap masa
depan yang menurutnya begitu memberatkan, sementara orang kaya khawatir dan
takut bahkan bingung kemana harta mereka akan diselamatkan. Apa yang dapat kita
katakan untuk mereka yang hidupnya tak pernah puas dengan keadaan? Ada apa
sesungguhnya dengan makhluk yang bernama manusia ini? Diberi nikmat, dia tak
pandai bersyukur. Diberi cobaan, keyakinan hidupnya semakin kabur. Sungguh,
kebanyakan kita memang tidak tahu berterima kasih kepada Dzat Yang Maha
Memberi.
Marilah kita renungkan dengan hati yang jernih,
bahwa kita ada bukanlah sekedar ada. Keberadaan diri kita karena ada yang
mengadakannya. Oleh karenanya, keberadaan kita harus menghadirkan kesadaran
bahwa ada sumber kekuatan yang mampu Mengadakan kita, dan Dia tidak mengada-ada
dalam menciptakan keberadaan makhluk-Nya. Dia-lah Allah SWT, Sang Pemberi
Nikmat yang rahmat-Nya lebih luas daripada murka-Nya. Jika hati merasa dekat
kepada Allah Yang Maha Kuat dan Maha Segalanya, akan menghadirkan ketenangan
dan membuat jiwa selalu merasakan adanya perlindungan dan tempat bergantung.
Insya Allah, bila kita serahkan hidup ini dengan
berbagai persoalannya kepada Allah dengan keyakinan yang mutlak hanya
kepada-Nya, akan membuat hati menjadi tegar dalam menghadapi problem dan
tantangan kehidupan. Sadarilah, kita adalah hamba yang memiliki keterbatasan.
Dia-lah Yang Berkehendak atas diri kita, dan kita tidak akan pernah bisa
merubah kehendak-Nya. Sesungguhnya, sebagian besar dari penyebab kekhawatiran,
kegelisahan dan kelemahan jiwa adalah ketidakmampuan kita untuk menjadikan
Allah sebagai sumber kekuatan. Karenanya, mengimani Allah dengan segala atribut
yang dimilikinya adalah keharusan bagi setiap muslim.
Sangat sulit dipahami bagaimana hati menjadi
tenang, menjadi bahagia, jika keyakinan kepada Allah tidak mendapat prioritas
utama dalam diri kita. Padahal kita yakin semua Maha adalah milik-Nya. Hakikat
segala pujian hanyalah milik-Nya. Tiada pujian yang pantas diberikan
membandingi Pujian kepada-Nya. Inilah perilaku orang-orang yang mengimani
keberadaan-Nya, yang yakin akan segala kekuasaan-Nya.
Tidak ada alasan bagi seorang muslim sedikitpun
untuk merasa khawatir ketika Allah sudah berjanji untuk penolongnya. Tidak ada
keharusan bagi setiap muslim untuk merasa takut, sebab Allah sudah berjanji
untuk selalu melindunginya. Sungguh, Allah Maha Pemberi karunia kepada seorang
hamba yang selalu bertawakkal untuk menggapai rahmat-Nya. “Jika kalian
bertawakkal kepada Allah dengan sebenar-benar tawakkal, niscaya kalian akan
diberi rezeki sebagaimana rezeki yang diberikan kepada burung, pagi hari
perutnya kosong dan sore hari (perutnya) penuh makanan.” (HR Ahmad, An-Nasa’i,
At-Tirmidzi, dan Al-Hakim).
Penulis : Ustadz Anwar Anshori Mahdum
Tidak ada komentar:
Posting Komentar