Minggu, 22 Januari 2012

Sang Ibadurrahman

Tampil Beda sebagai Hamba Allah yang Terbaik
‘Ibadurrahman (hamba-hamba Ar-Rahman sejati). Sosok-sosok pilihan, pribadi dambaan. Mereka dilansir secara tersendiri dalam lembaran-lembaran firman Allah Subhanahu wa Ta’ala. Merekalah yang mendapat pujian khusus dari-Nya.

 Dalam Al-Quran surat Al-Furqan ayat 63 sampai 77, Allah Subhanahu wa Ta’ala memaparkan kriteria orang-orang yang mendapatkan rahmat-Nya dan akan masuk surga itu.

Di antara sifat dan karakter yang melekat pada mereka adalah :

Tawadhu’ (Rendah Hati)
Allah Subhanahu wa Ta’ala menggambarkan keadaan mereka dalam firmanNya, “(ialah) orang-orang yang berjalan di atas bumi dengan rendah hati” ( Al-Furqan : 63)

Sifat pertama seorang hamba yang menyandang gelar “‘ibadurrahman” adalah tawadhu’. Tatkala berjalan di atas bumi ini mereka sangat enteng dan ringan, tidak direkayasa, tidak sombong, ataupun angkuh. Tidak berjalan dengan sangat cepat yang menunjukkan sikap suka mengentengkan dan kasar, juga tidak berjalan dengan sangat pelan yang menunjukkan sifat malas dan kumal. Namun insan-insan pilihan ini berjalan dengan ringan, penuh dengan semangat, tekad, kelelakian, dan jiwa muda.

Merekalah yang mengimplementaskan firmanNya,
“Dan sederhanakanlah kamu dalam berjalan.” (Luqman : 19 ).
Maknanya adalah sedang-sedang saja dalam semua urusan, tidak berlebihan atau keterlaluan sekali.

Rifq (Lemah Lembut)
Karakter yang berikutnya adalah sebagaimana firman-Nya,
“Dan apabila orang-orang jahil menyapa mereka, mereka mengucapkan kata-kata (yang mengandung) keselamatan.” ( Al Furqan : 63)
Inilah sifat mereka. Ketika orang-orang bodoh melontarkan ucapan buruk, mereka tidak membalas dengan ucapan yang sama, namun mema’afkan. Senantiasa berkata yang baik, tidak terprovokasi oleh kejahilan oran tersebut, malah, mereka mampu menahan lisan dan emosi.

Yang menjadi patokan mereka dalam hal ini adalah Nabi shallallaahu ‘alaihi wa sallam, insan paling lemah lembut. Begitu indah satu kisah yang menunjukan keagungan beliau shallallaahu ‘alaihi wa sallam, “Suatu ketika ada seorang Arab Badui yang datang kepada Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam dan berkata kasar, lalu kaum muslimin marah dan ingin memberinya pelajaran, namun hal itu dicegah oleh beliau. Beliau membalas sikap kasar itu dengan kasih sayang dan lemah lembut.” (Hadits Muttafaqun ‘alaih).

Banyak Bersujud dan Berdiri
Allah meneruskan gambaran pribadi ini dalam firman-Nya,
“Dan orang yang melalui malam hari dengan bersujud dan berdiri untuk Rabb mereka.”(Al Furqan : 64).
Allah menyebut para hamba-Nya sebagai orang yang mencintai malam hari dengan melakukan ibadah. Mereka bangun saat orang-orang sedang terlelap tidur, waspada saat orang-orang lengah, sibuk menyongsong Rabb mereka, mengantungkan jiwa dan angota badan mereka kepada-Nya. Manakala yang lain terlena dan merasa mantap dengan kehidupan duniawi, mereka menginginkan ‘Arsy ar-Rahman sebab mereka mengetahui bahwa ibadah di kegelapan malam dapat menjauhkan mereka dari sifat riya dan minta dipuji. Ibadah di malam hari juga membangkitkan kebahagiaan di hati dan ketenangan bagi jiwa serta penerangan bagi penglihatan mereka.

Saat berdiri di hadapan Allah dan mengarahkan wajah mereka kepada-Nya, mereka merasakan kelezatan dan kebahagiaan yang tak terkira. Tiada lagi rasa manis setelah manisnya beribadah kepada Allah Ta’ala, bermesra, dan melakukan kontak dengan-Nya. Melakukan Qiyamullail merupakan sifat asli ‘ibadurrahman. Allah menyebut mereka dengan sifat itu dalam banyak ayat dan menganjurkan para Nabi-Nya untuk melakukan hal itu.

Takut Neraka
Sebagaimana firman-Nya,
“Dan orang-orang yang berkata, ‘Ya Rabb kami, jauhkan adzab Jahannam dari kami, sesungguhnya adzabnya itu adalah kebinasaan yang kekal. Sesungguhnya Jahannam itu seburuk-buruk tempat menetap dan tempat kediaman.” (Al-Furqan : 65-66).
Sekalipun ‘ibadurrahman sangat ta’at dan hari mereka dipenuhi dengan ketakwaan, namun mereka senantiasa merasa amalan dan ibadah mereka masih kurang. Mereka tidak melihat hal itu sebagai jaminan dan pemberi rasa aman dari api neraka bila saja tidak mendapatkan curahan karunia dan rahmat-Nya yang dengannya mereka terhindar dari adzab Jahannam. Karena itu, mereka selalu terlihat takut, cemas dan khawatir dengan adzab Jahannam.

Mereka selalu memohon kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala agar Dia menghindarkan mereka dari adzab Jahannam seluruhnya, baik adzab yang dirasakan penghuni abadinya ataupun penghuni sementaranya.

Ekonomis, Tidak Boros
“Dan orang-orang yang apabila membelanjakan (harta) merka tidak berlebih-lebihan, dan tidak (pula) kikir, dan adalah (pembelanjaan itu ) di tengah-tengah antara yang demikian.” (Al-Furqan: 67)
‘Ibadurrahman bukanlah orang-orang yang berbuat mubadzir, membelanjakan harta melewati batas keperluan. Karena orang-orang yang berbuat mubadzir adalah saudara-saudara syetan. Syetan selalu menyuruh berbuat keji dan munkar. Mereka juga mengetahui bahwa mereka bertanggungjawab di hadapan Allah Subhanahu wa Ta’ala terhadap harta mereka; dari mana mereka peroleh dan kepada siapa mereka infakkan.

Mereka juga tidak pernah kikir terhadap diri sendiri dan keluarga mereka, dalam arti teledor memberikan hak mereka dan tidak berinfaq untuk hal yang telah diwajibkan Allah Subhanahu wa Ta’ala, sebab mereka mengetahui bahwa Allah Subhanahu wa Ta’ala telah mencela kekikiran dan sifat bakhil.

Ikhlash Beribadah Karena Allah Subhanahu wa Ta’ala
“Dan orang-orang yang tidak menyembah ilah yang lain beserta Allah.” (Al-Furqan : 68)
Di antara sifat ‘Ibaadurrahman, mereka tidak menyembah ilah yang lain beserta Allah Subhanahu wa Ta’ala, sebab mereka mengimani bahwa hanya Allah Subhanahu wa Ta’ala semata yang dapat memberikan manfaat dan menolak mudharat. Tidak seorang pun di dunia ini, baik ia seorang raja yang disanjung, nabi yang diutus atau pun hamba yang shalih yang mampu memberikan manfaat untuk dirinya atau pun menolak mudharat darinya, apalagi untuk membantu orang lain. Karena itu, mereka tidak pernah menyekutukan sesuatu pun beserta Allah, baik dalam berdo’a atau bentuk-bentuk ibadah lainnya.

Mereka mengetahui benar, bahwa tiada Khaliq, tiada Pemberi rizki, tiada yang dapat menghidupkan dan mematikan, tiada yang dapat menyembuhkan, dan tiada yang dapat mengelola alam semesta ini selain Allah Subhanahu wa Ta’ala.

Tidak Melakukan Pembunuhan
“Dan tidak membunuh jiwa yang diharamkan Allah (membunuhnya) kecuali dengan (alasan) yang benar.” (Al-Furqan : 68)
Mereka tidak membunuh jiwa yang diharamkan Allah untuk membunuhnya sekali pun ada dorongan untuk itu kecuali dengan alasan yang benar, yang diperintahkan Allah Subhanahu wa Ta’ala atau diizinkan-Nya seperti hukuman Hadd, Qishash atau perang untuk meninggikan kalimat Allah. Sebab mereka mengetahui bahwa membunuh jiwa tanpa alasan yang benar merupakan salah satu dosa besar yang pelakunya mendapatkan ancaman dari Allah Subhanahu wa Ta’ala dengan siksaan yang sangat pedih.
Menjauhi Perbuatan Zina
Sebagaimana firman-Nya,
“Dan tidak berzina” (Al-Furqan : 68)
Di antara sifat ‘Ibadurrahman adalah tidak melakukan zina dan selalu menjaga kemaluan mereka dari setiap perbuatan yang mengundang murka Rabb sebab mereka mengetahui benar bahwa zina merupakan dosa yang besar. ‘Ibaadurrahman telah memenuhi panggilan Rabb mereka yang berbunyi, “Dan janganlah kamu mendekati zina sesungguhnya zina itu adalah suatu perbuatan yang keji. Dan suatu jalan yang buruk.” (QS. Al-Isra’: 32)
Menjauhi Persaksian Palsu
Sebagaimana dalam firman-Nya,
“Dan orang-orang yang tidak memberikan persaksian palsu.” (Al-Furqan : 72)
Sesungguhnya ‘Ibaadurrahman tidak memberikan persaksian palsu sebab tindakan itu menghilangkan hak-hak, membantu perbuatan zhalim dan mengubah arah kebenaran. Mereka juga selalu menghindar dari suatu majlis yang terindikasi kepalsuan dengan segala jenis dan warnanya sebab mereka membencinya sehingga tidak mungkin menghadiri majlis-majlis seperti itu.

Menurut Umar bin Khattab radhiyallahu ‘anhu, salah satu bentuk persaksian palsu adalah dengan menghadiri ataupun ikut dalam perayaan hari raya orang kafir. Sebab perayaan-perayaan tersebut tiada lain adalah kebohongan dan kepalsuan yang dibuat-buat.

Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam memperingatkan darinya berulang kali serta menilainya sebagai salah satu dosa besar. Beliau bersabda, “Maukah aku beritahukan kepada kamu mengenai dosa yang paling besar?” (beliau mengulang tiga kali). Kami berkata, “Tentu, wahai Rasulullah” Beliau bersabda, “Menyekutukan Allah, durhaka terhadap kedua orangtua.” Beliau ketika itu bertelekan lalu duduk seraya bersabda lagi, “Jauhilah perkataan palsu dan persaksian palsu.” Beliau terus mengulang-ulangnya hingga kami sampai berkata, “Semoga saja beliau diam.” (Muttafaqun ‘alaih).

Demikian pembahasan tentang karakter ibadurrahman, sebenarnya masih ada karakter yang belum kami bahas diantaranya; berpaling dari mengerjakan perbuatan yang tidak berfaedah, memenuhi segala perintah Allah Subhanahu wa Ta’ala, mendo’akan kebaikan bagi keluarga dan keturunan. Insya Allah di kesempatan lain kami akan membahasnya.
wallahu Ta’ala a’lam

Tidak ada komentar:

Posting Komentar