Dikabulkannya doa memiliki syarat-syarat yang harus terpenuhi.
Syarat-syarat tersebut menurut uraian Dr. Yusuf Al-Qaradawi
setidak-tidaknya ada enam.
Syarat pertama, kita harus berusaha seoptimal mungkin.
Doa
tidak akan dikabulkan jika kita tidak mengiringinya dengan usaha
optimal. Bagi yang berdoa meminta rizki, Allah tidak akan pernah
menurunkan uang dari langit. Bekerja dan berusaha adalah sebuah
keniscayaan.
Bahkan kaum muslimin ketika hendak dihancurkan oleh
orang-orang kafir, tidak akan mungkin diberikan keselamatan dan
kemenangan ketika mereka hanya berdoa tanpa mau maju ke tengah medan
pertempuran.
Tidakkkah kita ingat, bagaimana kaum muslimin ditolong pada Perang Badar?
Ketika
kaum musyrikin dengan 1000 tentaranya hendak melumat kaum muslimin yang
hanya 300 orang, kaum muslimin pun memutuskan untuk menghadapi mereka –
sesuai dengan perintah Allah. Baru sesudah mereka berhadap-hadapan
dengan pasukan musuh, mereka berdoa, menengadahkan tangan mereka ke
langit, meminta pertolongan kepada Allah. “(Ingatlah), ketika kamu
memohon pertolongan kepada Tuhanmu, lalu diperkenankan-Nya bagimu:
‘Sesungguhnya aku akan mendatangkan bala bantuan kepada kamu dengan
seribu malaikat yang datang berturut-turut". (QS Al-Anfal: 9)
Maka Allah pun mengabulkan doa mereka. Allah memenangkan mereka dalam Perang Badar itu.
Begitu pula dengan pasukan Thalut melawan pasukan
Jalut, yang kisahnya diabadikan oleh Allah dalam QS Al-Baqarah: 250 –
251. Pasukan Thalut tidak duduk-duduk saja sambil berdoa meminta
kemenangan, tetapi: “wa lammaa barazuu lijaaluuta wa junuudihi (ketika
pasukan Thalut mau maju, berhadap-hadapan dengan pasukan Jalut di tengah
medan pertempuran) barulah mereka berdoa memohon pertolongan dan
kemenangan kepada Allah. “Mereka (Thalut bersama pasukannya) berdoa,
‘Wahai Tuhan kami, berikanlah kepada kami kesabaran, dan teguhkanlah
kaki-kaki kami, dan tolonglah kami atas orang-orang kafir itu.” Maka
yang terjadi adalah: “fahazamuuhum bi-idznillah (maka pasukan Thalut pun
pengalahkan pasukan Jalut dengan seizin Allah).” Demikianlah usaha itu
akan menentukan apakah doa kita akan dikabulkan oleh. Ketika kita sudah
berusaha dengan optimal, saat itulah kita berdoa.
Marilah kita
melihat diri kita sendiri, umat ini, sekarang ini. Kita berdoa kepada
Allah agar menolong agama ini, mengembalikan kejayaan umat ini, tetapi
kita hanya duduk-duduk saja, dan enggan untuk mengorbankan tenaga,
harta, dan jiwa kita untuk agama ini. Lalu bagaimana doa kita untuk
kejayaan umat ini akan dikabulkan oleh Allah?
Syarat kedua, menyambung hubungan yang baik dengan Allah.
Jika
kita ingin didengar oleh Allah, maka kita harus memiliki hubungan yang
baik dengan-Allah. Namun kenyataannya, kita telah memutus hubungan baik
dengan Allah karena kemaksiatan-kemaksiatan yang kita lakukan, dosa-dosa
besar yang merajalela di tengah-tengah kita, dan berpalingnya kita dari
syariat dan hukum Allah. Kita melanggar larangan-larangan Allah. Kita
lalai dari perintah-perintah dan kewajiban-kewajiban yang telah Allah
tetapkan. Kita telah meninggalkan amar makruf dan nahi munkar.
Rasulullah
saw bersabda, “Sungguh kalian akan terus menyeru kepada yang makruf dan
mencegah dari yang munkar. Atau (jika tidak) maka Allah akan menjadikan
orang-orang yang paling buruk diantara kalian menguasai dan memimpin
kalian, sehingga ketika itu orang-orang yang paling baik diantara kalian
berdoa tetapi doanya tidak dikabulkan.” (HR Al-Bazzar dan
Ath-Thabrani). Dan dalam riwayat At-Tirmidzi: “Atau (jika tidak) maka
hampir-hampir Allah pasti akan menurunkan adzab-Nya, kemudian kalian
berdoa kepada Allah tetapi Allah tidak mengabulkannya.”
Allah SWT
sendiri dalam QS Al-Hajj: 40-41 berfirman, “Dan sungguh Allah hanya akan
menolong orang-orang yang menolong-Nya... (Yaitu) orang-orang yang
apabila Allah teguhkan kedudukan mereka di muka bumi maka mereka
menegakkan sholat, menunaikan zakat, menyeru kepada yang makruf dan
mencegah dari yang munkar. Dan kepunyaan Allah-lah kesudahan yang baik.”
Dan
dalam QS Muhammad: 7, Allah SWT berfirman: “Wahai orang-orang yang
beriman, jika kalian menolong Allah maka Allah pasti akan menolong
kalian dan meneguhkan kaki-kaki kalian.”
Syarat ketiga, benar-benar ikhlas dan tulus.
Maksudnya
adalah mengikhlaskan hati kita setulus-tulusnya hanya untuk Allah.
Membersihkan hati kita dari selain Allah, dari penghambaan kepada nafsu,
syahwat, dan dunia beserta segala yang ada didalamnya.
Allah SWT
berfirman dalam QS Al-Baqarah: 186: “Dan apabila hamba-hamba-Ku
(‘ibaadii) bertanya kepadamu (wahai Muhammad) tentang Aku, maka
katakanlah bahwa sesungguhnya Aku ini dekat. Aku akan mengabulkan doa
orang yang berdoa ketika ia berdoa. Maka hendaklah mereka menunaikan
perintah-perintah-Ku dan beriman kepada-Ku, agar mereka mendapat
petunjuk.”
Perhatikan bagaimana Allah menggunakan kata ‘ibaadii –
hamba-hamba Allah. Bukan hamba syetan, atau hamba dunia, atau hamba
dinar dan dirham, atau hamba kekuasaan, atau hamba syahwat. Jika kita
masih menjadi hamba dari itu semua, Allah tidak akan mengabulkan doa
kita.
Keikhlasan sangat penting – dan merupakan salah satu kunci –
agar doa kita dikabulkan oleh Allah. Bahkan meski orang-orang musyrik,
jika mereka berdoa dengan penuh keikhlasan, maka Allah pun tidak akan
segan-segan mengabulkan doa mereka. Sebagaimana yang Allah kisahkan
dalam QS Yunus: 22: “Sehingga apabila kamu berada di dalam bahtera, dan
meluncurlah bahtera itu membawa orang-orang yang ada di dalamnya dengan
tiupan angin yang baik, dan mereka bergembira karenanya, datanglah angin
badai, dan (apabila) gelombang dari segenap penjuru menimpanya, dan
mereka yakin bahwa mereka telah terkepung (bahaya), maka mereka berdoa
kepada Allah dengan mengikhlaskan ketaatan kepada-Nya semata-mata.
(Mereka berkata): "Sesungguhnya jika Engkau menyelamatkan Kami dari
bahaya ini, pastilah kami akan termasuk orang-orang yang bersyukur".
Dalam
keadaan terdesak seperti itu, setiap orang akan kembali kepada fitrah:
hanya meminta kepada Allah saja, dengan penuh keikhlasan – keikhlasan
puncak, dari lubuk hati yang terdalam – maka Allah pun mengabulkan doa
orang tersebut.
Seperti itulah – dengan keikhlasan seperti itulah – semestinya kita berdoa kepada Allah.
Syarat keempat, menyucikan Allah dan mengakui kealpaan diri.
Mari
kita lihat bagaimana Nabi Yunus berdoa dan kemudian ditolong oleh
Allah, sebagaimana kisahnya diabdaikan oleh Allah dalam QS Al-Anbiya:
87-88. Ketika Yunus berada dalam tiga kegelapan: gelapnya malam,
gelapnya dasar lautan, dan gelapnya perut ikan hiu. Yunus berdoa kepada
Allah: “Laa ilaaha illa Anta, subhanaka, innii kuntu minazh zhalimiin.”
Dalam doa Nabi Yunus as ini, terdapat tiga unsur penting. Pertama, laa
ilaaha illa anta, yang berarti tauhid. Kedua, subhaanaka, yang berarti
menyucikan Allah. Seolah-olah Yunus as berkata, “Bukanlah Allah yang
menzhalimi aku, tetapi diriku sendirilah yang berbuat zhalim.” Dan
ketiga, inni kuntu minazh zhalimin yang merupakan pengakuan yang tulus.
Yunus as mengakui, “Sesungguhnya aku benar-benar termasuk orang-orang
yang telah berbuat zhalim.” Fastajabnaa lahu wa najjainaahu minal ghamm,
maka kemudian Allah pun menyelamatkan Nabi Yunus as.
Dan yang
demikian ini tidak hanya berlaku untuk Nabi Yunus as, tetapi berlaku
untuk semua orang yang beriman, karena Allah mengatakan di akhir kisah
tersebut: “Wa kadzalika nunjil mu’miniin (Dan demikianlah Allah
menyelamatkan orang-orang yang beriman).”
Syarat kelima, menghindari segala yang haram.
Dalam
sebuah hadits yang diriwayatkan oleh Imam Muslim, Rasulullah saw
bersabda, “Sesungguhnya Allah itu baik, tidak menerima kecuali yang
baik. Dan sesungguhnya Allah memerintahkan orang-orang yang beriman apa
yang Dia perintahkan kepada para rasul: ‘Wahai para rasul, makanlah yang
baik-baik dan beramal shalihlah. Sesungguhnya Aku Maha Mengetahui apa
yang kalian lakukan (QS Al-Mu’minun: 51).’ Dan Allah berfirman, ‘Wahai
orang-orang yang beriman, makanlah yang baik-baik dari apa yang telah
Kami anugerahkan kepada kalian (QS Al-Baqarah: 172).” Kemudian
Rasulullah saw menyebutkan seorang laki-laki yang sedang menempuh safar
(perjalanan jauh), dalam keadaan lusuh dan berdebu, menengadahkan kedua
tangannya ke langit seraya berdoa: ‘Wahai Tuhanku, wahai Tuhanku.’
Padahal makananya haram, minumannya haram, pakaiannya haram, dan
dagingnya tumbuh dari yang haram. Maka bagaimana doanya akan
dikabulkan?”
Mari kita renungkan hadits ini. Orang tersebut sedang
safar, yang merupakan salah satu sebab dikabulkannya doa. Apalagi dalam
keadaan lusuh dan penuh debu. Dan bisa jadi dia sedang safar dalam
rangka haji, atau umrah, atau mencari nafkah, atau menuntut ilmu.
Ditambah
lagi dia berdoa sambil mengangkat kedua tangannya ke langit, sambil
mengulang-ulang doanya, “Wahai Tuhanku, wahai Tuhanku”, dan sambil
mengiba di hadapan Allah.
Ini semua adalah sebab-sebab
dikabulkannya doa, tetapi – kata Nabi - fa annaa yustajaabu lidzalika.
Doanya tidak akan dikabulkan.
Karena itu, ketika Sa’ad bin Abi
Waqqash bertanya kepada Nabi: “Wahai Rasulallah, doakan aku agar
doa-doaku dikabulkan oleh Allah.” Maka Rasulullah berkata kepadanya:
“Perbaikilah makananmu , maka doamu akan dikabulkan.” Maksudnya:
jadikanlah makananmu dan penghasilanmu hanya dari sumber yang halal,
maka doamu akan dikabulkan.
Dan syarat keenam, jangan pernah berhenti berdoa.
Rasulullah
saw bersabda, “Doa kalian akan dikabulkan selama kalian tidak
tergesa-gesa, yakni ketika salah seorang kalian berkata, ‘Aku telah
berdoa tetapi doaku tidak kunjung dikabulkan.” Dan dalam riwayat yang
lain, para sahabat bertanya, “Wahai Rasulullah, apakah tergesa-gesa
itu?” Rasulullah saw menjawab, “Yaitu ketika seseorang berkata, ‘Aku
telah berdoa tetapi tidak kunjung dikabulkan’, kemudian dia bosan dan
tidak lagi mau berdoa.”
Karena itu, marilah kita terus berdoa. Dan
jangan pernah berputus asa. Allah SWT berfirman dalam QS Yusuf: 87:
“Dan janganlah kalian berputus asa dari rahmat Allah. Sesungguhnya
tidaklah berputus asa dari rahmat Allah kecuali orang-orang kafir.”
Tidak ada komentar:
Posting Komentar