Kamis, 22 Maret 2012

Mengenal Diri Manusia

Siapa yang mengenali dirinya akan mengenali Tuhannya. Berarti manusia sebaiknya, meskipun tidak mudah, harus belajar mengenali dirinya. Siapakah sebetulnya diriku? Siapakah aku? Telah banyak tulisan tentang hal ini. Alhamdulillah kami telah diberi kesempatan untuk membaca beberapa diantaranya. Tampak jelas bahwa para penulis mempunyai persepsi yang hampir sama, agak berbeda bahkan ada yang berseberangan. Hal itu menunjukkan bahwa pokok bahasan tidaklah sederhana tetapi sebenarnya sangatlah kompleks; sedang manusia hanyalah diberi ilmu Allah kecuali sedikit – tidak cukup untuk menguasai setitik ilmu Allah tentang manusia yang bagi seorang hambaNya tidaklah setitik tetapi bahkan sangat luas dan masih jauh diluar jangkauan rasa dan penalarannya.

Pada diri manusia terdapat raga, pikiran, akal, rasa, nyawa, hati, latifah, nafsu, jiwa dan ruh. Mereka masing masing merupakan sebuah tatanan tetapi saling terkait, saling mempengaruhi, saling membutuhkan dan bekerjasama dalam sebuah sistem yang lebih besar – entitas manusia seutuhnya jasmani dan rohani. Tidak mungkin memahami seorang manusia hanya dari salah satu atau sebagian subsistemnya saja. Istilah ruh, jiwa, hati, qalb, nafs bahkan akal dan nyawa acapkali dipakai sebagai hal sama meskipun sebagian juga membedakan antara istilah yang satu dengan yang lain.

Tulisan ini merupakan pendapat pribadi yang dirangkum dari berbagai tulisan yang sempat dibaca dan terutama dari pengalaman belajar maupun pengalaman spiritual di Ponpes ..... . tulisan ini tidak dimaksudkan untuk menyalahkan, meluruskan atau menyempurnakan tulisan dan pendapat yang telah ada. Jauh dari itu. Tulisan ini hanya sekedar untuk berbagi. Kami sebagai seorang hamba Allah Alhamdulillah dibisakan untuk menyadari bahwa diri kami bukan siapa siapa, tidak punya apa apa, tidak mengerti apa apa, tidak bisa apa apa dan tidak kuat apa apa. Dengan kesadaran itu kami mencoba menulis sedikit apa yang kami telah diberi tahu.

Mengingat luas dan pentingnya pembahasan tulisan ini kami bagi dalam 3 bagian:
Bagian pertama tentang manusia rohani dan unsur dan perangkatnya yaitu: ruh, jiwa, qolbu, nafs, nafsu dan latifah.

Bagian kedua tentang manusia jasmani beserta unsur, komponen dan perangkatnya.
Bagian ketiga tentang mekanisme atau tata kerja seluruh perangkat manusia rohani maupun jasmani termasuk penyimpangannya.

DIRI MANUSIA ROHANI.

Manusia rohani ada dua macam yaitu yang diciptakan langsung dari Nurullah dan yang dari Nur Muhammad. Yang pertama bukanlah makhluk dan tidak akan dibahas dalam tulisan ini. Yang kedua adalah manusia rohani yang merupakan makhluk individu yang diciptakan dari Nur Mohammad. Keduanya dapat diturunkan ke dunia dengan tugas tertentu Sebelum diturunkan ke dunia keduanya merupakan penghuni alam malakut bersama dengan malaikat dan bidadari. Mereka semuanya adalah penghuni Kerajaan Allah. Manusia rohani yang berasal dari Nurullah diturunkan kedunia untuk mengerjakan tugas tertentu tetapi bukan untuk dirinya – untuk manusia di dunia. Manusia yang bersifat makhluk diturunkan ke dunia untuk mengabdi agar dapat memperbaiki status maqomnya di alam malakut setelah kembali ke alam akherat nanti. Jumlah manusia rohani di alam malakut tidak terhingga jumlahnya dan mereka sangat berharap untuk mendapat kesempatan diturunkan ke dunia, sekali lagi, agar dapat memperbaiki maqomnya. Di alam malakut semua fasilitas tersedia sesuai dengan maqom masing masing individu dan didapat berdasarkan keinginan saja. Tidak ada proses untuk mendapatkannya. Jadi di alam malakut manusia rohani tidak diberikan sarana maupun wahana untuk melakukan pengabdian, perjuangan maupun meraih prestasi sehingga statusnya tetap selamanya.

Hal ini penting untuk diketahui agar manusia di dunia betul betul dapat memanfaatkan waktunya selama hidup di dunia agar tidak menjadi manusia yang merugi. Disamping itu dalam prakteknya seharusnya setiap manusia di dunia dapat mensyukuri telah diberi kesempatan untuk melakukan pengabdian di dunia.

RUH / ROH.

Manusia terdiri dari raga, pikiran, akal, nyawa, hati, latifah, nafsu, jiwa dan ruh. Ruh bukanlah makhluk. Dia diciptakan dialam perintah dan diciptakan langsung dari Nur Pancaran Cahaya Allah (Nurullah) sedang unsur yang lain merupakan makhluk Allah yang diciptakan , seperti pada umumnya makhluk, dengan bahan dasar Nur Mohammad yang juga terdiri dari Nurullah dan ditambah nafsu.

Ruh merupakan pancaran Cahaya Tuhan dan berasal dari “Dunia Perintah”. Dia memiliki sifat sifat Allah. Roh ada pada dirinya sendiri, tidak tercetak pada tubuh, tidak terikat di dalamnya, tidak menempati tubuh ataupun menyatu dengan tubuh. Roh manusia merupakan suatu entitas rohani, immaterial - bukan wujud fisik yang memiliki bentuk, juga bukan substansi yang dibatasi oleh ruang dan waktu. Bebas dari sifat ketidaksempurnaan. Bebas dari kefasikan. Ia merupakan intelegensi murni yang memiliki hidup, pengetahuan, dan kedamaian. Ia dapat mendengar, melihat dan berkata kata. Sejak awal penciptaannya, ruh telah memiliki pengetahuan tentang Tuhan.

Ruh merupakan sarana bagi Allah untuk menyalurkan Rahmad dan Kemurahannya bagi seluruh makhluknya. Ruh memancarkan cahaya kehidupan bagi jiwa dan seluruh entitas manusia. Ruh menyalurkan rahmat Allah yang berupa pertolongan, kehendak, dan kekuatan batin ". Jadi Ruh bersifat ilahiah dan senantiasa rindu kepada kesucian. Puncak kesucian itu sendiri ialah Tuhan Yang Maha Suci.

Ruh tidak seperti jiwa dipanggil sewaktu manusia meninggal tetapi dia kembali menyatu dengan ruh universal. Ruh bersifat suci dan tidak terkontaminasi dengan apapun sebelum, selama maupun sesudah berhubungan dengan manusia.. Dia juga tidak mempertanggungjawabkan aktivitasnya selama berhubungan dengan manusia di dunia
 
Ruh yang ditiupkan kepada janin yang sudah siap bersifat universal untuk semua jenis makhluk (Roh Universal) termasuk manusia sebagai golongan makhluk maupun manusia secara individual. Jadi roh manusia merupakan bagian dari Roh Universal..

Ruh diibaratkan sebagai penunggang kuda yang mengendalikan jasad kuda kearah yang dikehendakinya. Ruh adalah tuan sedangkan badan adalah budaknya; ruh adalah prinsip pemberi sedangkan jasad adalah prinsip penerima. Ruh membimbing manusia menuju kearifan dan mencegah kefasikan. “Tugas peran dan fungsi“ ruh dalam membimbing manusia tidak pernah berhenti, berkurang intensitasnya, surut maupun tidak pernah terputus. Hanya sayangnya manusia sering buta dan tuli hatinya, gelap hatinya, membatu hatinya sehingga dia tidak bisa menangkap, melihat, mendengar, merasa Rahmad dan Kemurahan Allah yang disalurkan ruh kepadanya. Dikatakan dirinya terhijab.

Dengan ditiupkannya “Ruh Allah“ jiwa yang berada pada janin dengan seluruh perangkatnya mulai berfungsi sebagai calon manusia. Pengertian “ ditiupkan “ bukan berarti ruh dalam pengertian bendanya melainkan mengandung maksud fungsinya, sinarnya, nurnya, getarannya. Atau daya fungsi kerjanya. Ruh ditiupkan kepada janin secara bertahap.

Ketika itulah Allah meniupkan sebagian ruhnya (QS: 23:9), yaitu ruh al-hayat. Pada tahapan selanjutnya Allah menambahkan ruhnya, yaitu ruh al-hayawan, maka jadilah ia potensi untuk bergerak dan berkembang, serta tumbuh yang memang sudah ada bersama dengan masuknya ruh al-hayat.

Sedangkan tahapan selanjutnya adalah peniupan ruh yang terakhir, yaitu ketika proses penciptaan fisik manusia telah sempurna (bahkan mungkin setelah lahir). Allah meniupkan ruh al-insan . Maka dengan ini, manusia dapat merasa dan berpikir. Sehingga layak menerima taklif syari' (kewajiban syari'at) dari Allah dan menjadi khalifah Nya.


Fungsi Ruh secara menyeluruh adalah membawa sifat-sifat Allah agar kehidupan manusia berjalan sesuai dengan FitrahNya. Karena Ruh membawa sifat Hayyat (Hidup), maka manusia menjadi hidup. Karena Ruh membawa sifat Rahman dan Rahim (kasih sayang), maka manusia juga memiliki sifat kasih dan sayang. Karena Ruh membawa sifat Jabbar (Perkasa) maka manusia juga ketularan sifat perkasa itu.

Ruh juga membawa sifat Qiyamuhu binafsihi (mandiri), maka manusia pun memiliki kecenderungan untuk bersifat mandiri. Karena Ruh membawa sifat Qudrat & Iradat (berkuasa dan berkehendak), maka manusia pun berkehendak untuk berkuasa. Dan karena, Ruh membawa sifat-sifat Ketuhanan lainnya, maka manusia pun 'ketularan' sifat-sifat tersebut. Namun, tentu saja, dalam skala kemanusiaan yang sangat terbatas.

JIWA.

Jiwa adalah “badan” manusia rohani dan merupakan makhluk individu yang diciptakan dari Nur Mohammad. Sebelum diturunkan ke dunia dia merupakan penghuni alam malakut bersama dengan malaikat, bidadari maupun para manusia rohani yang diciptakan langsung dari Nurullah. Mereka semuanya adalah penghuni Kerajaan Allah. Dia diturunkan ke dunia dengan tugas untuk mengabdi agar dapat memperbaiki status maqomnya di alam malakut.
 
Setelah turun ke dunia jiwa, manusia rohani menjadi “ aku sejati “.yang mempunyai pancarindera rohani dan komponen hati, nafsu serta latifah, akal dan raga. Dia bersifat suci sebelum terkontaminasi oleh resiko yang ditanggung oleh ibu, ayah maupun nasab kedua orang tuanya. Kontaminasi (pencemaran) terjadi sejak terjadinya pertemuan antara sperma dan sel telur karena keduanya memang sudah mengandung resiko dari ayah dan ibunya. Dalam perjalanan hidupnya di dunia jiwa dapat memperoleh kebaikan maupun sebaliknya kejelekan. Setelah jiwa menyelesaikan tugas hidupnya di dunia di dipanggil oleh Allah bersama hati, nafsu dan latifahnya ditambah seluruh perbuatan baik maupun perbuatan buruknya untuk dipertanggungjawabkan. Jiwa mempertanggung jawabkan seluruh perjalanan hidupnya di dunia di alam akherat nanti.

Untuk menjalankan tugas di dunia jiwa memerlukan raga. Raga membutuhkan nyawa sebagai sumber energi untuk hidup dan menjalankan perintah jiwa. Jiwa berhubungan dengan raga memalui sebuah saluran yang sekaligus juga menyalurkan energy dari jiwa kedalam raga . Selama energi nyawa masih ada manusia / raga / jasad masih hidup dan sebaliknya raga mati kalau nyawa sudah tidak memberikan energi. Jiwa sebaliknya dapat meninggalkan raga dan tidak menyebabkan kematian selama energi nyawa masih ada. (contoh: mimpi, astral travelling).

Jiwa sebagai manusia rohani atau aku sejati mempunyai keinginan atau kehendak dan panca indera seperti layaknya manusia hidup. Dia melihat, mendengar, merasa dan berkata kata. Itulah sebabnya muncul istilah: suara hati, kata hati, bisikan hati, mata hati, rasa hati, intuisi yang pada hakekatkan merupakan peran dan fungsi hati yang juga salah satu komponen dari jiwa.

Kehendak disalurkan oleh ruh. Semua kehendak berasal dari Allah. Kehendak yang baik muncul didalam ruh. Sebaliknya yang tidak baik berasal dari nafsu. Allah memberikan kehendak sesuai dengan persangkaan hambanya.

Indera rohani jiwa dan kualitas jiwa sangat dipengaruhi oleh hati ( qolbu atau manah ) serta nafsu. Jiwa menerima pancaran rahmad dan kemurahan Allah serta kehendak yang selalu bersifat baik melalui ruh. Ditangkap oleh pancaindera rohani (latifah) – kemudian diteruskan dan diterima oleh qolbu. Qolbu menerima, mengolah dan menganalisa kehendak yang diterima dari ruh menjadi niat. Proses tersebut sangat dipengaruhi oleh kotoran hati yang melekat di hati. Semakin bersih hati semakin jelas “indera mata hati” melihat kehendak yang diterima dan semakin rendah pengaruh nafsu. Sebaliknya semakin kotor hati semakin kabur mata hati dalam melihat kehendak yang disalurkan melalui ruh semakin besar pula pengaruh nafsu. Kalau hati ternoda oleh kotoran hati dikatakan Rahmad dan Kemurahan Allah tidak bisa diterima atau terhijab.

Qolbu sekali lagi, menerima, mengolah, menganalisa dan mengambil kesimpulan atas pancaran kehendak ruh untuk dijadikan niat. Dalam proses pembentukan niat sangat dipengaruhi oleh nafsu baik positip maupun negatip. Kebersihan hati berkorelasi terbalik dengan nafsu negatif. Semakin kotor hati semakin dominan peran nafsu dan sebaliknya.

Singkat kata ruh selalu mengajak jiwa menuju kebaikan dan sedangkan nafsu selalu cenderung untuk mengajak kepada kemaksiatan. Ruh mengajak jiwa berorientasi kepada urusan akhirat; nafsu mengajak beroientasi pada urusan dunia. Jiwa yang tenang didominasi oleh qolbu sedangkan jiwa amarah dilingkupi oleh nafsu. Segala sesuatu yang berhubungan dengan jiwa, qolbu dan nafsu bersifat spiritual, illahiyah sehingga tidak bisa diintervensi oleh ilmu, akal dan pikiran yang bersifat ragawi – manusiawi. Dalam kehidupan sehari hari sangat sering apa yang ada di hati tidak sama dengan apa yang dipikran atau sebaliknya. Kemauan yang baik yang muncul di pikiran belum tentu diikuti oleh niat baik didalam hati. sebaliknya niat negatif yang muncul di hati tidak akan mampu dicegah oleh akal dan pikiran. Keadaan ini yang memunculkan hadist : Perang yang paling besar adalah melawan hawa nafsu.”

Perjalanan jiwa dimulai dari alam malakut – alam kandungan – alam dunia – alam kubur – alam barzak – alam misal – pengadilan akhir – masuk kembali ke alam malakut.

Jiwa mempunyai pintu yang pertama qolbu yang sebagai pintu masuk semua bentuk kemurahan Allah; kedua nafsu sebagai pintu masuknya godaan syeitan dalam arti luas dan yang ketiga pintu masuk yang sangat halus dan lembut yaitu latifah yang pada hakekatnya adalah sarana atau “channel - saluran” bagi jiwa untuk berhubungan langsung dengan Tuhan.

Untuk lebih gampangnya, dalam bahasa awam, jiwa adalah badan atau wujud manusianya; qolbu atau hati adalah otak beserta kecerdasan dan emosi serta mentalitasnya; latifah adalah pancaindera. Nafsu adalah energi yang mempunyai kecenderungan untuk berkeinginan. Kualitas , keadaan, sifat, kecerdasan, niat dan kehendak yang muncul serta seluruh aktivitas manusia rohani dalam bentuk perilaku, periakal, peri rasa rohaninya sangat dipengaruhi oleh keadaan serta interaksi antara qolbu, nafsu dan latifah.

Jiwa itu kekal dan tidak hancur bersama hancurnya badan. Jiwa tidak hancur karena subtansinya dari Tuhan. Ketika jiwa berada dalam badan, ia tidak memperoleh kebahagiaan sebenarnya dan pengetahuannya juga tidak sempurna. Baru setelah ia berpisah dengan badan, ia akan memperoleh kebahagiaan yang sebenarnya dalam bentuk pengetahuan yang sempurna. Setelah berpisah dengan badan, jiwa pergi ke Alam Kebenaran didalam lingkungan cahaya Tuhan, dekat dengan Tuhan dan dapat melihat Tuhan. Tempat inilah kebahagiaan abadi yang akan dirasakan pleh jiwa yang suci.

Jiwa yang tidak suci, setelah berpisah dengan badan, ia tidak akan langsung masuk ke Alam kekal, tetapi ia dalam jangka waktu tertentu untuk harus menjalankan proses pembersihan diri.

NAFS.

AlGhazali menyebut istilah nafs ini dengan sebutan ”sesuatu yang abstrak yang membentuk diri manusia secara hakiki”.Kata nafs digunakan untuk menyebut manusia sebagai totalitas atau entitas, baik manusia sebagai makhluk yang hidup di dunia maupun manusia yang hidup di alam akhirat (Jiwa – manusia rohani).. Nafs bukan merupakan unsur atau komponen manusia. Dia juga tidak mempunyai peran dan fungsi.

Menurut pendapat kami pengertian nafs sesuai dengan artinya “diri” hanyalah terminologi untuk menyebut atau menunjuk diri manusia rohani maupun manusia lahiriah. Sebagai contoh dalam kehidupan sehari hari kita sering mengatakan:
“ Pada setiap diri manusia terdapat potensi ..... .“
“ Dalam diri (manusia rohani – jiwa) yang tenang ...... .
“ Siapakah diriku ini? “
 
Gambaran Situasi dan kondisi serta suasana diri manusia sangat sering dengan identik dengan gambaran hati dan jiwa manusia. Itulah sebanya penjelasan kata nafs sangat sering untuk menggambarkan jiwa seperti : pada Nafs-e Ammarah, Nafs-e Lawwamah, Nafs-e-Mutmainnah , Nafs-e Radhiyah dan Nafs-e Mardhiah

QALB / HATI / MANAH / HATI NURANI DAN NAFSU.
Qolbu dan nafsu merupakan dua perangkat jiwa yang mempunyai sifat, peran dan fungsi berlawanan satu dengan yang lain tetapi keduanya saling terkait, saling mempengaruhi dan saling mengalahkan agar dapat lebih berperan dan lebih mendominasi. Keduanya berlomba lomba untuk saling mendominasi dan saling mengalahkan. Mereka berebut untuk mengajak berbuat kebaikan atau sebaliknya kemaksiatan. Yang satu – qolb- mengarah kepada urusan akhirat yang lain – nafsu – mengarah sebaiknya kepada urusan dunia. Dalam kehidupan nyata peranan nafsu lebih dominan dari pada peranan qolbu. Sudah menjadi kodratNya bahwa mengikuti kehendak setan untuk berbuat kemaksiatan lebih gampang dari pada mengikuti ajakan hati untuk berbuat kebaikan. Keduanya menyertai jiwa di alam asal, alam kandungan, alam dunia dan dialam akhirat nanti.

Dialam asal peran nafsu sangat terkontrol. Demikian juga di alam kandungan maupun di alam misal nantinya. Pada alam tersebut tidak dijumpai adanya sarana atau pemicu berfungsinya nafsu. Sebaliknya di alam dunia nafsu justru lepas tak terkendali dan sangat sering mewarnai dan bahkan mengendalikan kehidupan manusia di dunia. Hal ini disebabkan karena berfungsinya resiko yang didapat dari orang tua serta nasab, masuknya berbagai barang haram kedalam tubuh terutama melaui makanan, adanya dosa lahir dan dosa bathin yang diperbuat dan mudharat dari resiko karena manusia berhubungan dengan lingkungannya.

Qolbu, manah atau hati merupakan jantungnya jiwa. Sifatnya berubah-ubah, tidak tetap. Terkadang ia bersifat muthmainnah, kadang juga lawwamah, atau berubah menjadi ammarah bissuu’. Perubahan suasana hati dapat terjadi dalam hitungan detik. Dalam hal ini secara umum tidak mungkin manusia mengaturnya. Dia berjalan secara otomatis. Demikian juga niat, terutama niat jelek, yang muncul tidak dapat dikendalikan sama sekali dan sangat sering tidak disadari.

Di dalam hati terbentuk niat dan diwujudkan kedalam gerak setelah diolah oleh pikiran dan disalurkan melalui proses neuro humoral.

Kualitas hati menentukan kualitas perirasa, periakal maupun perilaku manusia Didalam tubuh manusia terdapat segumpal daging; kalau dia baik semuanya baik; kalau dia jelek semuanya jelek; itulah hati – qolbu. Berarti peran dan fungsí hati – qolbu sangat menentukan kualitas hidup dan kehidupan manusia tidak hanya di dunia tetapi juga di akhirat nanti. Bersih dan kotornya hati menjadi ukuran dekat dan cintanya jiwa kepada Allah; keikhlasan dalam melakukan amal ibadah; persyaratan diterimanya pahala amalan; kemampuan jiwa untuk membaca, melihat, mendengar dan mengetahui serta disadarinya dan kemampuan untuk menangkap Kemurahan dan Rahmad Allah yang disalurkan melalui ruh ( disitilahkan terhijab ). Dia juga menentukan akhlak manusia.

Kotornya hati menjadikan nafsu semakin mendominasi jiwa dan menekan munculnya niat untuk berbuat baik. Urusan dunia menjadi prioritas sebaliknya urusan akhirat terlupakan sama sekali. Jiwa tertipu dengan kenikmatan dunia yang semu. Kemaksiatan dalam segala bentuknya menjadi manifest. Sebaliknya apabila hati bersih dari kotoran hati / resiko. 
 
Urusan akhirat menjadi prioritas pertama.
 
NAFSU.
Nafsu berasal dari alam perintah. Allah menambahkan nafsu kedalam Nurullah ( seberkas NurNYa ) untuk dijadikan Nur Mohammad yang merupakan bahan dasar penciptaan semua makhluk diseluruh alam. Nafsu diperlukan agar manusia mempunyai kecenderungan untuk berbuat sesuatu. Nafsu diperlukan sebagai daya dorong agar jiwa beraktivitas. Nafsu merupakan getaran, vibrasi, hawa yang mempengaruhi aktivitas qolbu. Nafsu berperan serta dalam proses pembentukan niat dan sangat menentukan hasil yaitu niat yang diambil. Dorongan nafsu sangat dipengaruhi oleh dosa kesalahan yang telah diperbuat yang selanjutnya membentuk hawa kegelapan dalam bentuk resiko. Resiko menutup panca indera jiwa sehingga tidak bisa melihat, menyadari, mendengar perintah Allah yang disalurkan moleh ruh. Sebaliknya resiko semakin memperbesar nafsu negatif untuk menjurus kepada perbuatan yang salah dan beroientasi pada dunia ataupun keduniawian. Jiwa terkungkung didalam nafsunya sendiri.

Nafsu tentu saja ada yang bersifat positif maupun negatif. Dalam kehidupan sehari hari nafsu dikonotasikan lebih banyak pada yang negatif. Dalam tulisan ini selanjutnya nafsu diartikan sebagai sebagai dorongan yang bersifat negatif untuk lebih membedakan dengan hati yang berkonotasi positif.

Dominasi nafsu negatip menyebabkan terbentuknya niat yang jelek yang kemudian disalurkan ke pikiran untuk diproses lebih lanjut dan kemudian diteruskan menjadi kegiatan. Semakin banyak niat negatif yang muncul semakin banyak pula aktivitas bathin maupun lahir negatip yang terjadi semakin banyak pula dosa kesalahan dan resiko yang dibuat semakin banyak pula noda hitam / kotoran hati yang melekat semakin gelap juga jiwa. Akibatnya jiwa tidak dapat berfungsi sebagai cermin yang dapat menangkap cahaya kebaikan yang disalurkan oleh ruh. Hati semakin membatu; Allah seolah oleh menjadi semakin jauh; urusan dunia menjadi prioritas; penyakit hati semakin kental; akhlak tidak terpuji. Nafsu negatif semakin merajai jiwa.

Wujud dan bentuk nafsu dalam kehidupan sehari banyak ragamnya yang bisa dilihat dan dipelajari ditempat lain.

Nafsu inilah pangkal dari kegelapan. Kecintaan kepada dunia telah menutup cahaya yang bertumpuk-tumpuk dari Allah menjadi kegelapan yang bertumpuk-tumpuk. Semua kegelapan itu mengumpul di dalam hati mengotori hati, sehingga hatinya menjadi gelap. Ia menjadi “keras” seperti batu.

Karena telah memperturutkan hawa nafsu, cahaya Allah yang bertumpuk-tumpuk itu, justru diselewengkan untuk menambah kegelapan di dalam hatinya. Panca indera, perasaan, akal, naluri, bahkan kadang agama pun dia gunakan untuk menjustifikasi keburukan,”...


KEADAAN NAFS, JIWA, QOLBU, NAFSU

Keadaan, situasi dan kondisi Nafs sebagai diri yang sering dikaitkan dengan atau menunjuk jiwa dapat berubah berubah setiap saat setiap detik. Demikian juga jiwa (sebagai individu atau manusia rohani), qalb (qolbu, hati, manah) dan nafsu yang mempunyai peran untuk mendorong. Keadaan rohani dan sifat nafs, jiwa, qolbu dan nafsu sering digambarkan dalam bentuk sifat:

Ammarah – pada keadaan ini selalu cenderung untuk melakukan perbuatan jahat
Lawwamah - Pada keadaan ini, cenderung mengutuk dan mengecam perbuatan yang bersifat maksiat.

Mutmainnah – Pada keadaan ini, ada kecenderungan untuk puas dengan hubungannya dengan Allah, benar-benar tenang, sejuk, dan damai, membenci kejahatan dan selalu mencari keutamaan Allah.

Radhiyah - Pada keadaan ini, cenderung bisa merasa senang dan bahagia dalam segala situasi dan kondisi maupun keadaan, bisa merasa bahagia dan menrima apapun yang ditetapkan untuk itu oleh Allah. Dalam bahasa jawa : rumongso wis dipernahno sak pernah pernahe)

Mardhiah - Pada kedaaan ini, benar-benar bahagia bisa menyatu dengan Allah bisa melihat segala sesuatu dan setiap sesuatu sebagai melihat Allah. Jauh dari urusan dunia yang hanyalah urusan akhirat dan kerinduan kepada Khaliqnya. Keadaan ini merupakan akibat dari paparan langsung dari Nur Pancaran Cahaya Allah

Jiwa nabati, jiwa vegetatif yang merupakan kesempurnaan awal bagi benda alami yang organis untuk makan, tumbuh dan berkembang serta berkembang biak sebagaimana tumbuh-tumbuhan. Sifat ini merupakan sifat atau daya yang paling rendah.

Jiwa hewani, disamping memiliki daya makan untuk tumbuh dan melahirkan, juga memiliki daya untuk mengetahui hal-hal yang kecil dan daya merasa, daya Sensoris penginderaan, berpindah sebagaimana perilaku hewan. Ini merupakan sifat atau daya menengah

Jiwa insani mempunyai kelebihan dari segi daya berfikir (al-nafs-al-nathiqah), Daya Rasional,untuk berfikir, berbuat, berkehendak sebagaimana khusus nampak pada jiwa manusia, dan disebut “nafs al insaniyah . ini merupakan sifat atau daya yang paling tinggi. Apabila jiwa menyerah dan patuh pada kemauan syahwat dan memperturutkan ajakan syaithan, yang memang pada jiwa itu sendiri ada sifat kebinatangan, maka ia disebut jiwa yang menyuruh berbuat jahat

Dalam Al Qur’an dapat dijumpai berbagai gambaran situasi, kondisi, keadaan, sifat yang menggambarkan keadaan jiwa, hati dan nafsu diantaranya:.
1. Keras dan kasar hati, surat Ali Imran / 3:159,
2. Hati yang bersih, surat al-Syuara / 26: 89,
3. Hati yang terkunci mati, surat al-Syura / 42:24 dan surat al-Mumin / 40:35
4. Hati yang bertaubat, surat Qaf / 50:33,
5. Hati yang berdosa, surat al-Baqarah / 2:283,
6. Hati yang terdinding, surat al-Anfa / 8:24,
7. Hati yang tetap tenang, surat al-Nahl / 16:106,
8. Hati yang lalai, surat al-Anbiya / 21:3,
9. Hati yang menerima petunjuk Allah SWT, surat al-Taghabun / 64:11,
10. Hati yang teguh, surat al-Qashashsh / 28:10, dan surat Hud / 11:120,
11. Hati yang takwa, surat al-Hajj / 22:32,
12. Hati yang buta, surat al-Hajj / 22:46,
13. Hati yang terguncang, surat al-Nur / 24:37,
14. Hati yang sesak, surat al-Mu'min / 40:18,
15. Hati yang tersumbat, surat al-Baqarah / 2:88,
16. Hati yang sangat takut, surat al-Naziat / 79:8,
17. Hati yang condong kepada kebaikan, surat al-Tahrim / 66:4,
18. Hati yang keras membatu, surat al-Baqarah / 2:74,
19. Hati yang lebih suci, surat al-Ahzab / 33:53,
20. Hati yang hancur, surat al-Tawbah / 9:110,
21. Hati yang ingkar, surat al-Nahl / 16:22,
22. Hati yang takut, surat al-Mu’minun / 23:60,
23. Hati yang kosong, surat Ibrahim / 14:43, surat al-Qashashsh / 28:10, dan
24. Hati yang terbakar, surat al-Humazah / 104:6-7.

Hati maupun jiwa sering diibaratkan sebagai cermin. Jika hati ada dalam situasi yang kacau, di mana akal-budi (`aql) yakni potensi yang dapat mengembangkan suara hati ini ditaklukkan dan tak dikenali, maka hati menjadi “mendung dan gelap” (artinya orang mengalami perasaan-perasaan negatif (sering disebut negative ego, dalam spiritualitas), akibatnya menjadi kurang cerdas secara emosi dan spiritual

Jika hati berada dalam keseimbangan dan yang benar ditegakkan, kaca hati tersebut akan mencerminkan kecemerlangan bidang rohani, dan dengan demikian terbukalah sifat-sifat langit, dan terpantullah akhlak Allah. Hati yang terhiasi dengan sifat-sifat positif dari akhlak-Nya, maka suara hati ini (kesadaran moral) pun mencapai apa yang dalam agama disebut “jiwa yang tenang” (nafs al-muthmainnah) yang membuka pintu bagi kedekatan kepada Allah. Sehingga hati menjadi tempat bagi ingatan akan Allah, sehingga akhirnya hati ini menjadi cahaya Allah. Hal ini seperti diungkap dalam al-Qur’an: al-Nûr/24: 35.

Dosa dalam bahasa Arab, zhulmun, artinya kegelapan. Orang yang banyak dosanya menjadi zhalim ( dholim, lalim ) artinya orang yang hatinya gelap dan cenderung bersifat aniaya . Hal itu membuat hati menjadi gelap (suara hati yang tertutup). Kalau seseorang banyak berdosa, maka hati (suara hati)-nya tidak lagi bersifat nûrânîy bersifat cahaya.

Atau seperti gelap gulita di lautan yang dalam, yang diliputi oleh ombak, yang di atasnya ombak (pula), di atasnya (lagi) awan; gelap gulita yang tindih-bertindih, apabila dia mengeluarkan tangannya, hampir-hampir dia tiada dapat melihatnya, (dan) barangsiapa yang tiada diberi cahaya (petunjuk) oleh Allah tiadalah dia mempunyai cahaya sedikitpun. (QS. 24:40)

Manusia menjadi “keras kepala”- maunya sendiri, hatinya keras laksana batu.. Kita membangun sendiri kegelapan itu, sehingga bertumpuk-tumpuk, “gelap gulita yang berindih-tindih”.

LATIFAH

Lathifah diciptakan di alam amri (perintah) dan berasal dari Nurullah. Dia merupakan substansi yang sangat lembut yang berada di dalam tubuh manusia rohani maupun manusia jasmani sehingga memungkinkan manusia untuk berhubungan dengan berbagai alam dari mana latifah berasal. Terdapat lima alam di dalam Alam Amar yang merupakan asal usul kesemua Lataif. Latifah Qalb berasal dari Alam Malakut, Latifah Ruh berasal dari Alam Arwah atau Jabarut, Latifah Sirr berasal dari Alam Lahut, Latifah Khafi berasal dari Alam Bahut dan Latifah Akhfa berasal dari Alam Hahut.

Alam Malakut adalah Alam Para Malaikat.
Alam Arwah atau Jabarut adalah Alam Para Roh .
Alam Lahut adalah Alam Bayangan Sifat-Sifat Allah.
Alam Bahut adalah Alam Sifat-Sifat Allah dan merupakan alam yang tersembunyi.
Alam Hahut adalah Alam Hadhrat Zat Yang Suci dan merupakan alam yang lebih tersembunyi

Latifah erat terkait dengan sifat positif maupun sifat yang negatif tertentu. Latifah pada hakekatnya adalah pancaindera rohani. Melalui latifah manusia dapat melihat, mendengar dan merasakan segala sesuatu yang berasal dari ruh dan dari alam dari mana dia berasal. Semakin tinggi pertumbuhan atau perkembangan latifah semakin peka dan semakin tajam fungsi latifah ( melihat, mendengar dan merasakan ). Orang menjadi makrifat. Tingkat kelembutan kesadaran manusia berbanding lurus dengan kualitas perkembangan latifah. Kualitas latifah menentukan derajad kemuliaan dan kecerdasan seseorang.

Lathifah merupakan kendaraan media bagi ruh untuk menyalurkan Rahmad dan Kemurahan Allah.

Latifah yang berfungsi sebagai pancaindera menangkap, melihat, mendengar dan merasakan segala signal perubahan kemudian disalurkan ke hati untuk diproses dan ditindaklanjuti oleh jiwa sehingga menjadi sebuah aktiviats. Latifah qalb yang berfungsi untuk mengetahui sifat-sifat Allah. Latifah ruh berfungsi untuk mencintai Allah, dan latifah sirr berfungsi untuk melihat Allah.

Keadaan latifah dapat berubah setiap saat tergantung dari keadaan jiwa dan qolbu. Jiwa, qolbu dan latifah secara bersama menentukan kualitas rohani seseorang.

Menumbuhkan latifah

Seiring dengan ihtiyar pembersihan hati latifah akan semakin tumbuh dan berkembang. Latihan dan upaya untuk menumbuhkan latifah banyak dipelajari dan dikerjakan oleh para pengikut tareqat. Dan bisa dibaca dibanyak referensi. Intinya adalah berupaya untuk: pertama, pensucian jiwa, artinya mensucikan diri dari berbagai kecenderungan buruk, tercela, dan hewani serta menghiasinya dengan sifat sifat terpuji dan malakuti; kedua, pensucian kalbu yang berarti menghapus dari hati kecintaan akan kenikmatan duniawi yang sifatnya sementara dan kekhawatirannya atas kesedihan, serta memantapkan dalam tempatnya kecintaan kepada Allah semata; ketiga, takhalliyah as Sirr atau pengosongan jiwa dari segenap pikiran yang bakal mengalihkan perhatian dari dzikir atau ingat kepada Allah; keempat, tajalliyah ar Ruh atau pencerahan ruh, berarti mengisi ruh dengan cahaya Allah dan gelora cintanya. Upaya ini tidaklah mudah memerlukan kesungguhan yang amat sangat, rutinitas dan waktu yang panjang.

Kebanyakan amalan yang dilakukan berupa dzikir dengan bacaan tertentu dan jumlah tertentu dibawah bimbingan mursid. Secara pribadi kami sangat hormat dan salut kepada mereka atas ihtiyarnya untuk mendapatkan kedekatan dan cinta kepada Allah.

Sebagai masukan di pondok Turen upya pembersihan hati dilakukan dengan amalan yang bersifat nyata dalam bentuk pembangunan gedung yang Alhamdulillah atas Kemurahannya dapat dipakai untuk membersihkan hati secara otomatis bagi seeluruh ummat. Tentu saja dibawah bimbingan Romo Kyai Ahmad.

Rata rata para santri dan para jamaah yang aktif di pondok latifahnya sudah terbukasecara otomatis. Meskipun sangat sering malah tidak disadarai dan tidak dimengerti. Namun dengan sangat kepekaan rasa mereka telah berkembang meskipun dalam tingkat dan urusan yang berbeda.

Berikut gambar dan tabel yang kami rangkum dari berbagai tulisan yang pernah kami baca dan dari pengalaman pribadi untuk memudahkan

 
NAMA QOLBI RUHI SIRRI KHAFI AKHFA NUFUS Q.JASAD
LETAK 2 jari kekiri, 2 jari di bawah susu kiri. 2 jari kekanan, 2 jari di bawah susu kiri. 2 jari kekiri, 2 jari diatas susu kanan. 2 jari kekanan, 2 jari diatas susu kanan. Titik pertemuan diagonal qolbi, ruhi, sirri dan khafi. Tengah dahi Seluruh permukaan tubuh.
WARNA kuning merah putih hitam hijau
ALAM Malakut Arwah Lahut Bahut Hahut
NABI Adam Ibrahim Musa Isa Mohammad
 
ORGAN Jantung
ESSENSI Hati nurani Binatang jinak Roh insani Syaitaniah Rabbaniyah
SIFAT + Keimanan, Kepatuhan, Religiusitas gemar beribadat, kuat bertawakal dan reda dengan takdir Tuhan
Pengendalian hawa nafsu rendah mencintai Allah s.w.t dengan teramat sangat
Kasih sayang dan ramah tamah
sabar, syukur, reda dan tawakal
kebolehan mengubati penyakit dan mempunyai firasat yang tajam
Syukur dan Sabar rasa kasih, keasyikan dan kerinduan yang bersangatan terhadap Rasulullah s.a.w
Ikhlas, rendah hati
tenteram dan fikiran yang tenang
Tenang dan bijaksana
berilmu dan beramal
Zuhud, Rajin, Kewaspadaan

SIFAT - Kemusrikan, Kekafiran dan Kejumuban


Binantang jinak;

Keji
Sifat memperturutkan hawa nafsu rendah, sexualitas dan makan yang berlebihan

Binantang buas kezaliman, berdendam dan saling membenci

Dhalim, pemarah, pendendam
rasa sombong, ujub dan riya’
Iri & Dengki, kemunafikan

Rasa sombong, ujub dan riak

Suka pamer kebaikan diri, sombong, egois dan pamrih
Khayalan, panjang angan-angan
sifat jahil dan lalai
Hedonistik-Materialistik, Kemalasan


MATI Tabii.

Maknawi Surri Hisi Baqabillah. Makam kearifan
NAFSU Lawamah Mulhimmah amarah
FUNGSI Ibadah+zikir Cinta; kegialaan Sifat Rabbaniyah


RINGKASAN.

Pada diri ( nafs ) manusia rohani terdapat 4 unsur utama yaitu jiwa sebagai badan; qolbu sebagai jantung otak dan nafsu yang mendorong jiwa untuk beraktivitas dan latifah sebagai pancaindera. Keempatnya berinteraksi dan saling mempengaruhi. Hasil interaksi keempatnya menentukan gambaran situasi dan kondisi serta sifat nafs manusia pada saat tertentu.

Manusia rohani dibimbing dan digerakkan oleh ruh yang menyalurkan kehendak serta seluruh daya fungsi kerja Allah dalam kadar yang sangat sedikit.

Kualitas manusia rohani menentukan kualitas manusia jasmani. Manusia rohani menggerakkan jasad manusia jasmani. Upaya lahir dari manusia jasmani tidak dapat secara signifikan mempengaruhi manusia rohani karena kerajadnya yang lebih rendah sesuai dengan bahan dasar dan asal diciptakannya keduanya.

Peran resiko – awan kegelapan sangat besar dalam menentukan kulaitas manusia. Resiko dapat mencemari seluruh komponen diri manusia secara keseluruhan.

Berbeda dengan ruh, jiwa harus mempetanggungjawabkan seluruh aktivitasnya selama menjalankan pengabdian di dunia.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar