Pada garis besarnya, wujud shalat ada dua macam: [1] gerakan atau
posisi tubuh yang tertib, [2] ucapan bacaan yang tertib. Lamunan atau
pikiran yang menyimpang dapat dikaitkan dengan kedua wujud shalat yang
tertib ini.
Kaitkan dengan Gerakan atau Posisi Tubuh
Begitu menyadari bahwa pikiran kita telah menjauh dari tujuan shalat,
kita dapat mengalihkan perhatian ke gerakan atau posisi tubuh kita.
Umpamanya, pikirkanlah: “Sedang dalam keadaan apakah tubuhku? Dapatkah
pikiranku yang sedang melantur ini aku kaitkan dengan keadaan tubuhku?
Bagaimana pengaitannya?”
Untuk contoh pengaitan ini, marilah kita
kembali menggunakan ingatan pada kata-kata Mihaly Csikzentmihaly yang
pernah Anda baca bahwa tegang itu positif apabila terjadi dalam keadaan yang tepat.
Dari sini, Anda bisa secara bebas mengaitkannya dengan keadaan tubuh
Anda, asalkan menjadikan pikiran Anda lebih terarah pada gerakan dan
posisi tubuh Anda. Umpamanya:
- Tidak tegangkah otot-otot tubuhku? Positifkah otot-otot yang tegang begini? Waduh, bisa pegal-pegal, nih! Santai aja, ah….
- Tubuh sesama jamaah di depan dan kanan-kiriku tampaknya santai semua. Tubuhku tentu juga bisa rileks. Ngapain tegang segala? Entah santai entah tegang, toh shalatku bisa sama-sama khusyuk! Enakan santai ketimbang tegang, ‘kan?
- Ah, rasa-rasanya, ruas-ruas tulangku belum mapan ke tempatnya. Keadaaan tubuhku belum tepat, nih! Aku betulin dulu, ah….
Dengan mengalihkan perhatian dari pikiran yang menyimpang ke pikiran
mengenai gerakan dan posisi tubuh yang tertata seperti itu, pikiran kita
menjadi tidak berkeliaran lagi. Tahu-tahu, menjadi tertata jugalah
pikiran kita dalam shalat. Praktis, ‘kan?
Kaitkan dengan Ucapan Bacaan
Begitu menyadari bahwa pikiran kita telah menjauh dari tujuan shalat,
kita dapat pula mengalihkan perhatian ke ucapan bacaan shalat kita.
Umpamanya, pikirkanlah: “Bacaan apa yang sedang kudengarkan? Dapatkah
pikiranku yang sedang melantur ini aku kaitkan dengan bacaan ini?
Bagaimana pengaitannya?”
Untuk contoh pengaitan ini, ayolah kita juga menggunakan ingatan pada
kata-kata Mihaly Csikzentmihaly yang pernah Anda baca: “Kegairahan
sewaktu tegang merupakan keadaan khusyuk (flow)—saat Anda
begitu terlibat, sehingga hal lain menjadi tidak penting.” Dari sini,
Anda pun bisa secara bebas mengaitkannya dengan ucapan bacaan shalat
Anda, asalkan menjadikan pikiran Anda lebih terarah pada ucapan bacaan
shalat Anda. Umpamanya:
- Baru saja aku mengucap takbir. Sudahkah aku mengucapkannya dengan bergairah? Kayaknya belum. Nanti saat bertakbir lagi, aku mau mengucapkannya secara bergairah, ah….
- Ayat tentang orang yang melalaikan shalat yang sedang dibacakan oleh imam ini (QS 107: 4-6) rasa-rasanya menegangkan. Celaka! Jangan-jangan, dalam pandangan Allah, aku tergolong orang yang melalaikan shalat. Gimana dong?
- Kalau dibanding-bandingkan, ayat Qur’an yang sedang kudengar ini jauh lebih bermakna daripada kata-kata Mihaly itu. Coba deh, aku pikirin dulu apa maknanya bagi kehidupanku sehari-hari.
Dengan mengalihkan perhatian dari pikiran yang menyimpang ke pikiran
mengenai ucapan bacaan yang tertata seperti itu, pikiran kita pun
menjadi tidak berkeliaran lagi. Tahu-tahu, sebagaimana pada pengaitan
dengan gerakan atau posisi tubuh, menjadi tertata jugalah pikiran kita
dalam shalat.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar